visitaaponce.com

Rupiah Melemah, Pemerintah Didesak Revisi Aturan Tarif Pesawat

Rupiah Melemah, Pemerintah Didesak Revisi Aturan Tarif Pesawat
Petugas menunjukkan uang pecahan dolar dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta(MI/Usman Iskandar)

INDONESIA National Air Carriers Association (INACA) yang merupakan sebuah Asosiasi Perusahaan Penerbangan Nasional Indonesia mendesak pemerintah untuk merevisi aturan tarif batas atas tiket pesawat di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS (Amerika Serikat). Permintaan tersebut supaya bisnis maskapai tidak semakin terpuruk.

Sekjen INACA Bayu Sutanto menuturkan aturan tarif batas atas (TBA) dan tarif batas bawah (TBB) diatur melalui Keputusan Menhub No 106 Tahun 2019 tentang Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Ini dengan asumsi saat 2019 harga bahan bakar pesawat atau avtur di kisaran Rp10 ribu per liter dan kurs rupiah Rp14 ribuan per dolar AS. Namun, saat ini harga avtur sudah di angka Rp14 ribuan per liter dan rupiah anjlok di level Rp16.400 per dolar AS.

"Logisnya TBA disesuaikan dengan kondisi harga avtur dan kurs rupiah saat ini. Kalau tidak berubah ya banyak maskapai yang nerugi," tegas Bayu kepada Media Indonesia, Rabu (26/6).

Baca juga : Pelemahan Rupiah Bebani Industri Penerbangan

Dia menjelaskan sekitar 70%-80% biaya operasional maskapai itu menggunakan valuta asing dolar AS. Mulai dari harga avtur, komponen/suku cadang, biaya leasing atau sewa pesawat dari lessor luar negeri dan lainnya.

Dengan melemahnya rupiah yang membuat beban operasional maskapai semakin berat, maka tidak menutup kemungkinan sejumlah maskapai penerbangan akan kolaps alias tidak bisa beroperasi lagi.

Dihubungi terpisah, Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) Irfan Setiaputra mengaku telah lama mengajukan relaksasi TBA kepada pemerintah sebagai solusi untuk menambah pundi-pundi pendapatan dari kenaikan tiket pesawat.

Baca juga : Garuda Indonesia Gelar Travel Fair 2023 Siap Tawarkan Potongan Harga Tiket Pesawat

"Permintaan itu sudah lama kita ajukan. Tapi, masih belum diputuskan pemerintah," ucapnya.

Garuda Indonesia Group, kata Irfan, terbebani dengan penguatan dolar AS terhadap operasional maskapai yang baru pulih pascapandemi.

"Iya tentu (memberatkan), karena ada banyak komponen biaya operasional itu pakai dolar," tuturnya.

Baca juga : Pintu Kedatangan Domestik AirAsia dan Pelita Air Pindah ke Terminal 1A Bandara Juanda

Komponen biaya operasional utamanya berasal dari harga avtur dan sewa pesawat. Mayoritas pesawat Garuda merupakan sewa dari pihak asing.

"Tentu dari biaya fuel dan sewa pesawat itu, nilainya berpengaruh sesuai dengan perubahan kurs," pungkas Irfan.

Maskapai lain, AirAsia Indonesia juga meminta dukungan pemerintah untuk membantu industri penerbangan dalam menghadapi situasi ini. Kepala Hubungan Pemerintahan dan Komunikasi Perusahaan AirAsia Indonesia Eddy Krismeidi menyatakan pelemahan rupiah menambah beban operasional maskapai karena mayoritas transaksi menggunakan dolar AS.

"Pelemahan rupiah menambah beban operasional maskapai penerbangan karena dalam bentuk mata uang dolar AS," tutupnya.

Untuk meraup pendapatan, AirAsia berencana membuka empat penerbangan internasional baru di Agustus 2024 yaitu Denpasar-Cairns, Denpasar-Kota Kinabalu, Denpasar-Phuket dan Jakarta-Bandar Seri Begawan. (Ins/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat