visitaaponce.com

Happy Salma Hadirkan Teater Horor, Angkat Isu Sosial, Patriarki dan Sisterhood

Happy Salma Hadirkan Teater Horor, Angkat Isu Sosial, Patriarki dan Sisterhood
Happy Salma(Instagram @happysalma)

AKTRIS Happy Salma diketahui tengah fokus berkarya lewat dunia teater bersama Titimangsa, sebuah foundation teater yang didirikannya pada 2007 silam. Baru-baru ini, pemilik nama lengkap Jero Happy Salma Wanasari itu mengumumkan karya terbaru berjudul Ariyah dari Jembatan Ancol.

Melalui teater yang mengangkat kisah urban legend Si Manis Jembatan Ancol dari abad ke-19, selebritas kelahiran 1980 itu ingin menunjukkan sisi baru dari seni teater dengan membawakan tema horor. Menurutnya, ini merupakan sebuah ide yang berani dan kritis, juga berbeda dari teater lainnya.

“Bisa dibilang pertunjukan Ariyah dari Jembatan Ancol adalah pertunjukan yang lumayan cukup berani dan kritis bagi kami. Di lain sisi, kami tidak pernah membuat pertunjukan semacam ini, kayak biasa horor nontonnya di film gitu kan. Ini di dalam pertunjukan (teater),” tuturnya saat konferensi pers di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (13/7).

Baca juga: Termasuk Film Panjang Terbaik, Nana Bawa Pulang 5 Piala Citra

Meskipun kisah Si Manis Jembatan Ancol telah berkali-kali muncul dalam bentuk bentuk film, sandiwara, dan panggung, Happy Salma mengatakan ingin merekonstruksi persepsi mengenai hantu-hantu perempuan Indonesia.

Hal itu dilakukan dengan mengangkat gagasan menolak patriarki, pentingnya sisterhood, realitas kehidupan sehari-hari, tentang masa lampau dan masa kini serta ketimpangan sosial dalam teater Ariyah.

“Prosesnya cukup panjang, melibatkan banyak pihak, dan workshop naskahnya berbulan-bulan. Kita sama-sama merayakan seperti kalau sutradara bilang, inilah festival keaktoran di panggung Ariyah,” jelas Happy.

Baca juga: Titimangsa-Indonesia Kaya akan Hadirkan Pentas Sudamala

Perempuan yang dinobatkan sebagai satu tokoh paling berpengaruh di Asia versi majalah Tatler pada 2020 itu menyatakan, dalam pertunjukan kali ini, sosok hantu perempuan akan muncul dalam perspektif yang berbeda, bukan lagi sosok yang jahat, seram, pendendam, dan pengganggu.

“Di Indonesia itu cerita hantu atau misteri selalu dikaitkan dengan perempuan yang jahat dan ingin balas dendam. Tetapi sayangnya, tidak tergali kenapa dia sampai seperti itu, kenapa hantu itu didenominasi oleh budaya populer sekarang, kita ingin angkat dan tengahkan ke publik terkait isu hantu dan perempuan,” jelasnya.

Hantu sebagai refleksi kehidupan sosial

Happy menjelaskan ide awal pertunjukan teater tersebut dimulai saat dirinya bersama Titimangsa, yakni wadah sastra yang didirikan oleh dirinya bersama Yulia Evina Bhara, melakukan riset mengenai legenda hantu-hantu di Indonesia.

“Sebetulnya hantu, yang suka dianggap hantu adalah bagian dari representasi perasaan manusia yang mungkin tidak tersampaikan, yang akhirnya mereka bisa melawan ketika menjadi roh,” tuturnya.

Pemain Wiro Sableng itu juga turut menyebut bahwa penggambaran hantu rupanya ada tercipta dari sebuah isu sosial yang akrab di daerah tersebut dan dikaitkan dengan permasalahan sosial yang ada di lingkungan masyarakat itu.

“Ketika di Papua, hantunya itu tuh pasti berhubungan dengan hal-hal yang menyakiti mereka, misalnya mereka ada bersinggungan dengan investor dan lain sebagainya. Ketika di Aceh, hantunya itu bisa jadi adalah orang-orang yang melukai mereka, misalnya pihak-pihak yang bersenjata dan sebagainya,” katanya.

“Nah, di Jakarta sendiri ternyata itu muncul dari premanisme yang dari masa lalu sudah ada, tentang perampasan lahan, dan lain sebagainya. Nah kalau sekarang ada pinjol,” sambungnya.

Selain unsur horor, pertunjukan tersebut akan menghadirkan unsur sastra yang kuat sebagai ungkapan peristiwa di dalamnya. Happy pun merasa alih wahana kisah Ariyah akan memberikan pengalaman menarik ketika dipentaskan secara langsung di atas panggung teater.

“Titimangsa selalu berusaha mengalihwahanakan karya sastra ke dalam panggung untuk mengembangkah karya sastra itu sendiri. Di dalam pertunjukan ini, biasanya teksnya itu lebih nyastral-lah, kali ini sastranya itu di dalam peristiwanya. Itu yang ingin kita tampilkan,” ungkap Happy Salma.

Happy Salma juga menegaskan pementasan Ariyah dari Jembatan Ancol ini merupakan sebuah karya seni yang timbul dari masalah yang ada di lingkungansekitar. Meski dibalut dengan ketegangan horor, ada sebuah peristiwa sosial yang ingin disampaikan di dalamnya.

“Sebetulnya, masalah yang terjadi adalah refleksi dari sifat manusia. Peristiwa yang sesungguhnya nyata itulah karya sastra yang ingin kami tampilkan,” jelasnya.

Lebih dari itu, pertunjukan teater Ariyah Dari Jembatan Ancol, yang akan hadir pada 27 - 28 Juli 2023 mendatang di Teater Jakarta, Taman Ismail Marzuki itu akan menampilkan perspektif sejarah yang ada di Indonesia melalui cerminan psikologis dan sosiologis masyarakat di sekitarnya.

Ketika ditanya terkait kegairahannya mendalami dunia teater, Happy Salma mengakui hal tersebut tumbuh atas kecintaannya pada dunia sastra yang begitu besar. Sastra tersebut menjadi sangat berarti dan pada akhirnya kerap menjadi dasar dari berbagai pertunjukkan yang dilahirkan oleh aktris kelahiran Sukabumi tersebut.

Uniknya, dalam pertunjukan kali ini, Happy mengajak serta beberapa pemain yang sudah terkenal dan malang melintang di industri perfilman tanah air seperti Chelsea Islan, Ririn Ekawati, Mikha Tambayong, Ario Bayu, dan beberapa pemain film lainnya yang pementasannya sendiri disutradarai oleh dua sutradara besar yakni Joned Suryatmoko dan Heliana Sinaga.

“Kita coba ajak beberapa pemain film terkenal yang akan disutradarai oleh dua sutradara berbakat seperti Joned dan Heliana. Diharapkan pertunjukan ini mampu mengungkapkan kisah sejarah dalam bentuk teater,” tandasnya.

Lebih lanjut, ia menjelaskan, kali ini, ada ‘wajah’ baru dari hantu yang bakal hadir dalam pementasan ini. Gak seperti hantu yang dikenal dengan sosok mengerikan, namun ada refleksi kehidupan yang dibawa lewat setiap karakter di dalam pertunjukan ini.

“Nah, peristiwa sastra itu apa sih sebetulnya? Itu adalah refleksi dari kehidupan yang ada di sekeliling kita. Kalau membayangkan Ariyah ‘Oh iya yah bukan yang jualan sate atau hantu dan lain sebagainya’ karena itu adalah refleksi dari kehidupan sosial yang ada di Jakarta,” terangnya. (Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat