visitaaponce.com

Penyanyi Tony Bennet Meninggal Diusia 96 Tahun

Penyanyi Tony Bennet Meninggal Diusia 96 Tahun
Penyanyi legendaris Tony Bennett tutup usia di New York, Amerika Serikat. Ia berusia 96 tahun.(AFP)

TONY Bennett, yang merupakan salah satu dari generasi penyanyi klasik Amerika terakhir yang semangatnya yang tak henti-hentinya ceria menghubungkan berbagai generasi dan membuatnya sukses selama tujuh dekade, meninggal pada Jumat (21/7) di New York. Ia berusia 96 tahun.

Tumbuh di era ketika big band mendominasi musik pop AS, Bennett mencapai kesuksesan kedua yang mengejutkan, ketika ia mulai mendapatkan penggemar dari kalangan muda pada 1990-an. Hal ini terjadi karena ia menunjukkan kebahagiaan yang tulus ketika menyanyikan lagu-lagu klasik.

Pada usia 88 tahun, Bennett menjadi orang tertua yang mencapai peringkat satu di tangga album AS dengan berduet dengan Lady Gaga pada 2014. 

Baca juga: Rose Blackpink Dianggap Terlalu Kurus di Konser Born Pink World Tour: Paris

Bennett, pada  2016, mengungkapkan ia didiagnosis mengidap Alzheimer. Pemberitahuan kematian ini diumumkan juru bicaranya, Sylvia Weiner, tanpa mengungkapkan penyebabnya. "Baru-baru ini, dia masih menyanyi di pianonya," demikian bunyi pesan di akun Twitter resmi miliknya.

Ucapan belasungkawa segera mengalir dari dunia musik, politik, dan seni peran.

Baca juga: Tony Leung Kejutkan Penggemar Korea di MV “Cool with You” NewJeans

"Tanpa ragu, dia adalah penyanyi, pria, dan penampil paling berkelas yang akan Anda temui. Ia tak tergantikan. Saya mencintai dan mengaguminya," tulis Elton John di Instagram.

"Lebih dari 70 tahun, Tony Bennett tidak hanya menyanyikan lagu-lagu klasik -- dirinya sendiri adalah klasik Amerika," kata Presiden Joe Biden dalam sebuah pernyataan, menawarkan belasungkawa dirinya dan istrinya, Jill Biden, kepada keluarga dan penggemar dari "seniman abadi" yang memberikan "kebahagiaan".

Sejak awal kariernya, Bennett sering dibandingkan dengan Frank Sinatra, ia awalnya mencoba untuk menjauh dari citra tersebut, tetapi akhirnya ia mengikuti jejak penyanyi-penyanyi klasik sebelumnya -- bernyanyi di klub malam, tampil di televisi, dan bermain dalam film.

Namun, usahanya dalam akting berakhir cepat. Bakatnya terbukti dalam kehadiran panggungnya. Dengan senyuman ramah dan pakaian rapi, ia bernyanyi dengan semangat dan vibrato halus dalam suara yang kuat dan jelas.

Mulai dari rekaman lagu film "Because of You" pada tahun 1951, Bennett menyanyikan puluhan lagu hit termasuk "Rags to Riches," "Stranger in Paradise," dan lagu andalannya yang terkenal, "I Left My Heart in San Francisco," yang membawanya meraih dua dari 19 Grammy Awards yang dimilikinya.

Awal tahun 1960-an, gelombang musik Inggris yang dipimpin The Beatles mempengaruhi popularitasnya. Musiknya tiba-tiba terdengar kuno dan ketinggalan zaman. Ia hampir meninggal akibat overdosis kokain tahun 1979, sebelum berhasil sembuh dan menghidupkan kembali kariernya.

"Ketika musik rap muncul, atau musik disco, apapun mode musik baru yang ada pada saat itu, saya tidak mencoba mencari sesuatu yang sesuai dengan gaya musik saat itu," ujar Bennett dalam sebuah wawancara dengan majalah budaya Inggris, Clash.

"Saya tetap menjadi diri saya sendiri dan bernyanyi dengan tulus, mencoba untuk tetap jujur pada diri sendiri... dan untungnya, itu berbuah hasil."

Pemuda tangguh

Tony Bennett -- nama panggungnya berasal dari saran dari bintang pertunjukan A-list, Bob Hope -- lahir dengan nama Anthony Dominick Benedetto di lingkungan Astoria di Queens, New York. Ayahnya adalah seorang pedagang kecil yang bermigrasi dari selatan Italia.

Bennett menunjukkan bakatnya sebagai seorang entertainer sejak usia sembilan tahun ketika ia menyanyi bersama walikota legendaris New York, Fiorello LaGuardia, dalam sebuah upacara.

Namun saat usia 10 tahun, ayahnya meninggal. Kala itu Amerika Serikat masih berjuang untuk keluar dari Depresi Besar, Bennett memutuskan meninggalkan sekolah dan mencari uang melalui pekerjaan-pekerjaan, seperti menyanyi di restoran-restoran Italia dan melukis karikatur.

Bennett bertugas di Prancis dan Jerman selama Perang Dunia II. Namun, ia turun pangkat setelah mengeluarkan kata-kata kasar kepada seorang perwira dari wilayah Selatan yang keberatan, karena Bennett makan malam dengan teman kulit hitamnya. Kala itu tentara masih dijaga berdasarkan ras.

Sebagai hukuman, Bennett menghabiskan masa tugasnya dengan mengeluarkan mayat-mayat. Namun, setelah kemenangan Sekutu, Bennett menemukan peluang tak terduga dalam musik ketika ia menunggu bersama dengan pasukan lain di Wiesbaden, Jerman untuk pulang ke tanah air.

Karena gedung opera kota tersebut masih utuh, sebuah band Angkatan Darat AS tampil setiap minggu dan acara tersebut akan disiarkan di radio militer di seluruh Jerman. Bennett ditugaskan sebagai pustakawan band tersebut, namun dengan cepat berhasil mengesankan dengan suaranya dan akhirnya menjadi salah satu dari empat vokalis.

"Saya bisa menyanyikan apapun yang saya inginkan, dan tidak ada yang memberi tahu saya sebaliknya," tulis Bennett kemudian dalam otobiografinya, "The Good Life."

Setelah kembali ke Amerika Serikat, ia mengambil pelajaran bernyanyi secara formal melalui program GI Bill. Pengalamannya tersebut membuat Bennett menjadi seorang liberal dan penganut paham damai sepanjang hidupnya. Ia marah pada 1950-an ketika ia tampil di Miami bersama pionir jazz, Duke Ellington, yang tidak diizinkan menghadiri pesta pers karena ada pemisahan rasial di hotel tempat acara tersebut berlangsung.

Langkah yang berisiko tinggi untuk entertainer kala itu. Ia menerima undangan dari penyanyi Harry Belafonte untuk bergabung dengan ikon hak sipil, Martin Luther King Jr, dalam unjuk rasa pada 1965 dari Selma, Alabama untuk mendukung hak pilih yang setara bagi warga kulit hitam.

"Terima kasih atas komitmenmu terhadap cinta, hak sipil, dan dunia yang lebih baik," tulis putri Martin Luther King, Bernice, pada hari Jumat di Twitter.

Di akhir hayat

Bennett menikah sebanyak tiga kali dan memiliki empat anak, termasuk Antonia Bennett, yang telah mengikuti jejaknya sebagai penyanyi lagu-lagu pop dan jazz klasik. 

Pada awal tahun 1990-an, Bennett mulai tampil dalam video musik dan menjadi pembuka konser bagi para raksasa musik alternatif seperti Smashing Pumpkins. Sepuluh tahun kemudian, ia merilis tiga album sukses berisi duet. Pada salah satu albumnya, ia bernyanyi bersama Amy Winehouse, 27, dalam rekaman terakhirnya.

Ia merayakan ulang tahunnya yang ke-90 dengan konser yang dihadiri para bintang di Radio City Music Hall, New York, yang kemudian dijadikan acara televisi dan album. Bennett melakukan tur di Amerika Serikat dan Eropa dan memberikan pertunjukan publik terakhirnya, sebelum pandemi covid-19 menghentikan tur konser di New Jersey pada 11 Maret 2020.

Tidak lama setelah itu, ia mengungkapkan telah didiagnosis penyakit Alzheimer sejak 2016. Selama ini Ia menyembunyikan kondisinya.

Pada usia 95 tahun, Bennett mengadakan dua konser ulang tahun lagi, kembali di Radio City Music Hall, bersama Lady Gaga. "Dan biarkan musik bermain selama masih ada lagu untuk dinyanyikan / Dan aku akan tetap lebih muda dari musim semi," demikian ia menyanyikan dalam salah satu konser perpisahannya, dalam versi baladanya yang berjudul "This Is All I Ask."

"Kalian adalah penonton yang baik," ujar Bennett sebelum lagu encore. "Aku mencintai penonton ini." (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat