visitaaponce.com

MoU Penurunan Gas Rumah Kaca RI-Norwegia Berlanjut sampai 2030

MoU Penurunan Gas Rumah Kaca RI-Norwegia Berlanjut sampai 2030
Menteri LHK Siti Nurbaya(Antara)

INDONESIA akan melanjutkan kerja sama penurunan gas rumah kaca (GRK) dengan Norwegia hingga 2030 mendatang. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menyampaikan hal itu, seusai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (6/7).

”Ada tiga hal letter of intent, kerja sama antara Indonesia dan Norwegia itu sudah dilakukan sejak tanggal 26 Mei tahun 2010. Dan tadi arahan yang telah disampaikan Bapak Presiden bahwa kita akan melanjutkan,” ujar Menteri LHK, seperti dilansir dari laman Setkab.

Namun, untuk dapat melanjutkan ini sampai dengan 2030 nanti, Menteri LHK menyebutkan ada beberapa hal yang disesuaikan seperti misalnya keberadaan Paris Agreement. ”Di letter of intent tahun 2010 dikatakan bahwa komitmen Indonesia itu 26% pada 2020. Dan di Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang ratifikasi perubahan iklim, itu sudah kita sesuaikan,” imbuh Siti.

Pada 2030 nanti, urai Siti, angka penurunan emisi gas rumah kaca ditargetkan 29% dan/atau 41% dengan dukungan kerja sama teknik luar negeri.

Terkait kelanjutan kerja sama Indonesia-Norwegia, sebut Siti, pada 2 Juli 2020 sudah ada pertemuan joint consultation group antara Indonesia dan Norwegia yang dipimpin dari Indonesia Wamen LHK dan Wamenlu bersama dengan Duta Besar Norwegia di Jakarta dan Staf Khusus Menteri Iklim dan Lingkungan Hidupnya Norwegia.

Dalam kerja sama sebelumnya dengan Norwegia, Indonesia berhasil menurunkan emisi sebesar 11,2 juta ton Ekuivalen Karbon Dioksida (CO2eq) selama 2016-2017. Saat ini, harga pasar karbon dunia sebesar Rp72.000 per ton.

Atas prestasi itu, Pemerintah Norwegia berjanji membayarkan US$56 juta atau sekitar Rp800 miliar kepada Indonesia. Dana tersebut akan disalurkan lewat Badan Pengelolaan Dana Lingkungan Hidup. Presiden Jokowi berpesan agar dana tersebut nantinya digunakan untuk pemulihan lingkungan.

Prestasi
Menurut Menteri LHK, perjanjian atau letter of intent ini telah menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia dalam rangka reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Adapun prestasi yang dicapai oleh Indonesia, menurut Menteri LHK, sangat banyak yakni di antaranya kebijakan-kebijakan Presiden seperti penanganan gambut dan Inpres Moratorium. Inpres Moratorium, menurut Menteri LHK, pertama kali dikeluarkan pada 2011 lalu dan diperpanjang setiap 2 tahun, yaitu 2013, 2015, dan 2017.

”Pada tahun 2019 Bapak Presiden setuju untuk ini dipermanenkan, artinya apa? Artinya mulai tahun 2019 kemarin tidak boleh lagi ada izin baru di hutan primer dan di lahan gambut,” jelas Siti Nurbaya.

Pemerintah, menurut Menteri LHK, juga bekerja keras untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan, penurunan deforestasi, serta penegakan hukum juga terus dilakukan dan periode 2016 hingga sekarang yang lebih kencang dibandingkan sebelum-sebelumnya.

”Ada energi angin yang di Sulawesi, kemudian electromobility juga kita sudah mulai, kemudian juga biodiesel B30 yang akan menjadi B50. Tadi Bapak Presiden malah sudah mengarahkan akan ke B80 atau kalau mungkin ke B100,” ujarnya.

Prestasi lain, menurut Menteri LHK adalah telah mengembangkan sejumlah sistem untuk mengontrol emisi gas rumah kaca, monitoring-nya dan lain-lain. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat