visitaaponce.com

Kemenkes Perlu Upaya Semua Pihak untuk Akhiri HIVAIDS

Kemenkes: Perlu Upaya Semua Pihak untuk Akhiri HIV/AIDS
Relawan menyalakan lilin membentuk pita merah untuk memperingati Hari AIDS Internasional di Kathmandu, Nepal, Senin (30/11).(AFP/PRAKASH MATHEMA)

Selama masa pandemi covid-19 penanganan masalah HIV/AIDS menjadi terhambat. Bahkan, program-program kesehatan lainnya juga mengalami kendala.

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung, Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan sebenarnya banyak hal yang sudah dilakukan pemerintah sepanjang perjalanan HIV/AIDS di Indonesia sejak tahun 1987. Pertama kali ditemukan di Indonesia dan kemudian menjadi program nasional di Kementerian Kesehatan.

Di awal tahun 2012 estimasi orang dengan HIV/AIDS di Indonesia ada sekitar 630 ribu. Estimasi ini cukup baik karena kemudian angkanya turun menjadi 543 ribu di 2018.

“Jadi ini merupakan kerja bersama kita dan kerja semua. Tidak bisa hanya oleh sektor kesehatan saja, di berbagai lintas sektor dan lintas program ikut terlibat dari mulai upaya pencegahan sejak tentunya remaja, bagaimana mengubah perilaku beresiko seksual, ataupun bagaimana pengobatan dan sehingga seseorang yang terinfeksi HIV/AIDS tidak jatuh pada kondisi terpuruk dan tetap beraktivitas secara normal,” kata Nadia dalam keterangan resmi, Selasa (1/12)

Baca juga: Vaksinolog: Jangan Khawatir Kejadian Ikutan Pascaimunisasi

Tahun 2019 lalu, Kementerian Kesehatan bisa melakukan tes khususnya untuk HIV, Sifilis, dan Hepatitis kepada dua juta lebih ibu hamil. Tahun ini, tambah dr. Nadia, mungkin karena terkendala COVID-19 ibu hamil yang dites baru pada angka 1,7 juta, di mana dari 1,7 juta ini kurang lebih 0,3% nya positif HIV/AIDS.

"Kita kuatkan komitmen untuk berupaya mencegah ibu hamil yang positif HIV/AIDS menularkan kepada anaknya," ucap Nadia.

“Ini yang sudah pasti supaya kita menghasilkan SDM yang tentunya berdaya saing dan tentunya nanti akan berkontribusi pada pembangunan secara umum,” imbuhnya.

Nadia melanjutkan, langkah awal yang dilakukan adalah mencegah anak yang dilahirkan tidak terinfeksi HIV/AIDS melalui Program Aku Bangga Aku Tahu. Kemenkes juga berusaha mengurangi stigma dan diskriminasi yang dirasakan orang dengan HIV/AIDS.

“Terutama pada anak-anak ataupun bayi yang tadinya HIV/AIDS positif kemudian mengalami stigma dan diskriminasi di masyarakat. Dengan Program Aku bangga Aku Tahu, untuk tahun ini kita berusaha mengurangi bahkan menghilangkan stigma dan diskriminasi,” ujar Nadia.

Dengan program Aku Bangga Aku Tahu, Kemenkes mengajak semua orang untuk mengetahui status HIV/AIDS-nya.

“Supaya memastikan pada saat nanti berkeluarga dan kemudian berencana untuk memiliki keturunan dipastikan sudah mengetahui status HIV/AIDS nya,” tandasnya.

Ketua PP Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Ari Kusuma mengatakan untuk mengakhiri HIV/AIDS terdapat 3 ukuran.

  1. Zero infeksi baru, pemerintah akan menekan infeksi baru seminimal mungkin tidak ada kasus baru. Ditargetkan sebanyak 90% orang dengan HIV/AIDS mengetahui statusnya.
  2. Zero kematian akibat HIV/AIDS, hal ini diukur dari 90% orang dengan HIV/AIDS diobati atau menjalani pengobatan ARV.
  3. Zero diskriminasi, yakni 90% orang dengan HIV/AIDS tidak merasa terdiskriminasi.

“Kita melihat masih banyaknya diskriminasi terhadap anak-anak dengan HIV/AIDS baik oleh keluarganya maupun oleh masyarakatnya masih mengalami stigma dan diskriminasi,” kata Ari.

Ia menambahkan penanganan HIV/AIDS harus menjadi komitmen bersama. Untuk sampai ke sana memang tidak bisa bekerja seperti pemadam kebakaran, sudah kejadian barulah bergerak, tetapi kita mulai dari pencegahan penyakit menular pada perempuan usia produktif.

“Di sinilah pentingnya pendidikan seksual, memahami kesehatan reproduksi bagi remaja,” ujarnya.(H-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : HUMANIORA

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat