visitaaponce.com

Pandemi Ajarkan Kita Belajar Dari Alam

SETAHUN sudah pandemi covid-19 bersemayam di Indonesia. Ketika semua lini kehidupan terdampak dan merasakan penderitan tak terperih, bidang pendidikan seperti obor yang nyaris padam. Keceriaan anak-anak di kelas, canda tawa di halaman, dan aneka jajanan di kantin sekolah dalam sekejap berhenti total. 

Bukan cuma itu, para guru dan siswa juga dituntut untuk merevolusi pola belajar yang sudah puluhan tahun berjalan normal. Dari sebelumnya tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh (PJJ). Baik secara dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Dari jenjang dasar hingga perguruan tinggi, dari desa di pegunungan hingga kota metropolitan.

Sekolah yang memiliki sumber daya manusia mumpuni, tentu tidak akan kesulitan menggunakan pembelajaran daring. Tapi hal itu tidak terjadi bagi sekolah yang belum memungkinkan daring. Sehingga tak ada cara lain kecuali pemerintah memperbolehkan luar jaringan. Seperti halnya di sekolah kami, yang berada di ujung pesisir pantai. Sangat sulit mencari sinyal internet. Bahkan pemancar yang kami gunakan untuk menangkap signal, roboh karena keropos akibat air asin beberapa bulan lalu.

Guru kelas membentuk kelompok-kelompok kecil, dengan pertimbangan siswa-siswa yang rumahnya berdekatan menjadi kelompok 5-7 anak. Setiap kelompok mendapat kesempatan tatap muka dengan guru lima kali seminggu, selama dua jam. Tentunya dengan menerapkan protokol kesehatan. Namun karena terlalu lama dibatasi dalam satu kelompok, rasa bosan membuat pembelajaran seringkali tidak maksimal.

Sebagai bentuk inovasi pembelajaran untuk mengatasi kebosanan tersebut, kami melakukan ujicoba pembelajaran di luar rumah siswa, yaitu membawa anak-anak ke alam, tepatnya di sekitar tambak udang. Ternyata anak-anak lebih antusias dalam kegiatan pembelajaran di alam. Meski hanya dua jam dalam satu hari, mereka lebih senang dan aktif.

Sejalan dengan pendapat ahli pendidikan mengenai model pembelajaran di alam, Sudjana menuliskan bahwa pembelajaran di alam lebih menarik, bisa mempelajari di sekitar mereka dan tidak membosankan. Konsep belajar di alam bisa menjadi alternatif dalam PJJ diengah pandemi ini. 

Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional Mei lalu, Mas Menteri Nadiem Makarim menyampaikan guru harus berinovasi, keluar dari zona nyaman dan membuat kelompok-kelompok kecil untuk belajar. PJJ tidak harus menggunakan gawai, PJJ bisa luar jaringan dengan memaksimalkan potensi lokal. Jika menggunakan gawai menjadi masalah baru, sesuaikan dengan kondisi wilayah seperti di pesisir, pegunungan, dan daerah lain yang sulit dijangkau teknologi. Buatlah inovasi merdeka belajar, agar siswa semangat belajar di masa pandemi ini. 

Pembelajaran yang baik hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan potensi dan aktivitasnya. Tugas guru adalah memberikan pengetahuan, juga mempersiapkan situasi sehingga siswa dapat bertanya, mengamati, melakukan percobaan, bertukar dan menemukan fakta dan konsep. 

Alam terbuka merupakan lingkungan sekitarnya. Alam adalah segala sesuatu yang ada di sekitar siswa secara fisik maupun geografis. Lingkungan atau keterbukaan di sekitar siswa merupakan salah satu sumber belajar yang dapat dioptimalkan untuk mencapai proses pendidikan dan hasil belajar siswa yang berkualitas. 

Lingkungan alam terbuka memberikan berbagai hal yang dapat dipelajari anak. Tidak ada batasan jumlah sumber belajar yang tersedia di lingkungan ini, meskipun biasanya tidak disengaja dirancang untuk tujuan pendidikan.

Melalui pendekatan masalah yang ada di alam lingkungan, bisa diangkat menjadi materi pembelajaran. Misalnya dalam pembelajaran matematika, siswa dapat mengamati air yang mengalir pada sebuah kean air, lalu menghitung debit air. Bisa juga mengamati lampu pengatur lalu lintas, bagaimana bisa diatur agar tidak menyala bersama-sama? Inilah hal-hal yang ada di lingkungan, namun kadang anak belum tentu mengerti.

Dalam pembelajaran IPA, guru bisa melakukan proyek, pengamatan sederhana. Misalnya mengamati langit, mengapa berwarna biru? Atau melakukan proyek bersama membuat telfon mainan. Pembelajaran IPA yang baik harus menghubungkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa, sehingga mereka memiliki kesempatan untuk bertanya, mengembangkan ide, dan ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di alam. Bangun ketrampilan (skill) yang dibutuhkan untuk belajar. 

Penggunaan berbagai sumber media pembelajaran akan meningkatkan pengalaman belajar siswa, sehingga siswa tidak merasa bosan, dan memberikan pengalaman belajar yang menarik bagi siswa. Dengan memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, siswa dapat mengamati dalam situasi tertentu dan dengan mudah memahami konsep ilmiah. 

Dampak positif dari pendekatan lingkungan adalah rasa ingin tahu tentang hal-hal yang ada di lingkungan sekitar dapat merangsang minat siswa. Siswa akan merasa lebih menantang karena berhadapan langsung dengan benda nyata.

Model pembelajaran di alam juga diajarkan dalam Islam, disebut tafakur alam, yaitu menjadikan alam sebagai laboratorium ilmu. Siswa diajak selalu mensyukuri segala nikmat Alloh SWT. Dengan mengenal makhluk-makhlukNya, maka siswa belajar penuh makna, tidak sekadar menerima materi dari guru, namun mengamati alam dan selanjutnya menerjemahkan dalam pikirannya disertai rasa. Pada akhirnya keyakinan bahawa segala sesuatu, termasuk alam semesta ada yang menciptakan, yaitu Yang Maha Mencipta, Alloh SWT.

Dengan belajar di alam, siswa akan mengolah cipta, rasa, dan karsa. Dengan pembelajaran yang menarik dan menyenangkan, maka imun akan meningkat sebagai pertahanan alami di dalam tubuh untuk melawan virus dan penyakit lainnya. Semoga kita senantiasa sehat dan pandemi segera berakhir. Amiin.

Eko Jatmiko, Peserta Peningkatan Skill Menulis bagi Tenaga Pengajar Se-Indonesia

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Eko Suprihatno

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat