visitaaponce.com

Program Keluarga Berencana Punya Peran Penting Menyehatkan Ibu dan Anak

Program Keluarga Berencana Punya Peran Penting Menyehatkan Ibu dan Anak
Warga melintasi mural Kampung KB di Jalan Armed VII, Kelurahan Cikiwul, Bekasi, Jawa Barat.(MI/Bary)

PROGRAM Keluarga Berencana (KB) bukan semata mengendalikan pertumbuhan penduduk tetapi terlebih penting dalam peran menyehatkan masyarakat terutama ibu dan anak.

"KB tidak melarang hamil tetapi mengatur kehamilan, sayogyanya hamil saat risiko terendah, saat ibu telah siap fisik mental dan sosial," kata Koordinator Knowledge Hub Kesehatan Reproduksi Indonesia (KHKRI), Prof Budi Utomo dalam Webinar series bertajuk Kesehatan Ibu, Keluarga Berencana Keren untuk Cegah Kematian Ibu dan Stunting, Jumat (25/6).

Menurutnya, hamil sehat bagi ibu menjamin risiko rendah kematian dan kesakitan. Sedangkan bagi anak prasyarat untuk hidup dan bertumbuh kembang sehat.

"Hamil dan anak sehat itu akan lebih tahan terhadap berbagai ancaman, gangguan termasuk masalah penyakit dan masalah gizi. Program KB itu pada prinsipnya berupaya untuk melahirkan bibit-bibit unggul dari bangsa," jelasnya.

Oleh karena itu, program KB itu bagian dari program kesehatan reproduksi dengan semangat membangun kesehatan bangsa sejak awal kehidupan, sejak reproduksi. Maka reproduksi sehat itu sebagai prasyarat hamil sehat.

Program KB juga meningkatkan kesehatan ibu dan anak lewat dua mekanisme kontrasepsi, yakni menurunkan kehamilan atau tidak ada kehamilan tentu saja tidak ada kematian maternal dan yang terlebih penting menurunkan kehamilan berisiko kematian dan kesakitan bagi ibu serta anak termasuk risiko gagal tumbuh kembang di awal kehidupan.

"Awal kehidupan dari konsepsi sampai usia 23 bulan itu saraf dengan tumbuh tetapi sekaligus rawan gangguan kesehatan, gangguan kronis gagal tumbuh kembang dengan gejala yang kita kenal dengan stunting atau pendek terhadap umur itu berdampak negatif jangka panjang, menetap sampai usia dewasa, bahkan lintas generasi," sebutnya

Dia menambahkan, dampak itu mereduksi pertumbuhan baik fisik psychomotor, kecerdasan, mental dan sosial. Sehingga kehamilan berisiko mengancam kesehatan awal hidup dengan konsekuensi gangguan sepanjang kehidupan.

"Kehamilan berisiko itu termasuk kehamilan tidak diinginkan, bilamana seorang ibu hamil tidak diinginkan cenderung berupaya melakukan aborsi dan tentu saja kurang perhatian terhadap anak," tegasnya

Termasuk juga kehamilan 4 terlalu, masing-masing Ibu terlalu tua, terlalu muda, jarak terlalu dekat dan terlalu banyak. Kata Prof Budi kehamilan 4 terlalu ini secara biologis dan sosial ibu kurang siap. Apalagi dampak negatif dan gangguan kesehatan awal kehidupan maka pencegahan kehamilan berisiko melalui program KB perlu mendapat prioritas dalam program pembangunan kesehatan.

Berdasarkan data yang dihimpun dari survei demografi kesehatan 2017, bahwa tantangan program KB untuk menurunkan angka kehamilan berisiko di Indonesia masih tinggi, sekitar 35% dari kehamilan. Dia mengungkapkan penelitian di banyak negara melaporkan kehamilan berisiko terkait erat dengan peningkatan kematian dan kesakitan Ibu termasuk anak, termasuk gagal tumbuh kembang.

"Program KB sejak tahun 70-an sampai sekarang dengan angka kontrasepsi dalam dua dekade terakhir ini, yakni 60% telah berhasil mencegah 40% kematian maternal. Kontribusi ini sebetulnya masih bisa ditingkatkan, ada peluang untuk mencegah tambahan 30% kematian maternal ke depan," lanjutnya.

Dia menambahkan program KB menghadapi dua tantangan utama, pertama meningkatkan kesadaran dan keinginan masyarakat terutama keluarga dan pasangan usia subur untuk mau mengatur kehamilan, menunda apabila belum siap atau membatasi apabila jumlah anak sudah cukup.

"Sekarang ini 74%, angka pemakaian kontrasepsi dan perlu ditingkatkan sekitar 80% sampai 85%. Ini memang tidak mudah," tuturnya.

Lanjut Prof Budi, kedua meningkatkan kualitas layanan konseling dan kafetaria kontrasepsi untuk yang berniat menunda atau membatasi kehamilan dalam memakai kontrasepsi yang sesuai.

"Untuk mengatasi tantangan tersebut, kedua tantangan itu akan menurunkan kehamilan berisiko terutama pada kelompok yang kita sebut ametnit yaitu mereka yang ingin menunda atau membatasi kehamilan tetapi tidak memakai kontrasepsi. Ametnit sekarang ini angkanya 11%, perlu diturunkan menjadi 5%. Syukur bila dapat mencapai zero ametnit," pungkasnya. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat