visitaaponce.com

Busana Adat Payas Agung yang Dikenakan Puan untuk Tak Lupakan Bali

Busana Adat Payas Agung yang Dikenakan Puan untuk Tak Lupakan Bali
Ketua DPR RI Puan Maharani mengenakana pakaian adat Bali Payas Agung pada Sidang Tahunan MPR, DPR, dan DPR RI di Gedung Nusantara, Jakarta.(Ist)

PADA Senin (16/8) atau sehari jelang peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-76 Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), digelar Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI 2021. Tampak ada hal yang luar biasa adalah Presiden Joko Widodo yang hadir dengan mengenakan khas pakaian adat suku Baduy Banten.

Yang tak kalah menarik dari busana khas daerah yang dikenakan Ketua DPR RI Puan Maharani. Dengan busananya yang cukup unik dan anggun, Puan menghadiri Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPR RI.

Para hadirin yang hadir di Ruang Rapat Paripurna Gedung Nusantara pada Senin (16/8), tentu bertanya khas pakaian daerah mana yang dikenakan Puan Maharani. Sebagian telah mengenalnya tapi sebagian lain tentu bertanya pakaian khas Nusantara dari daerah mana.

Ternyata dengan busana kebaya dan kain yang tampak corak seni Bali yang dikenakan Ketua DPR RI yang juga cucu dari tokoh Prolamator Soekarno tersebut diberi nama busana Payas Agus Bali.

Payas Agung adalah satu dari tiga pakaian adat Bali selain Payas Madya, dan Payas Alit. Tiap jenisnya memiliki peruntukan yang berbeda saat penggunaannya. Payas Agung biasanya dikenakan saat acara penting dan upacara keagamaan. 

Saat ditanya tentang busana yang dikenanya, Puan mengaku tidak ada desainer khusus yang membantunya memilih busana untuk acara kenegaraan tersebut. Ia hanya menggunakan pakaian koleksi pribadi. 
 
“Ini baju saya sendiri, enggak ada desainer. Saya yang pilih kainnya. Ini kain Bali sidemen,” terang Puan. 
 
Ternyata pakaian ada Bali yang dikenakan Puan telah menjadi pengingat Bali sebagai salah satu destinasi pariwisata yang terkenal baik bagi wisatawan domestik maupun mancanegara.

Penampilan Puan dengan memilih busana Payas Agung Bali telah menjadi penyemangat bagi masyarakat Bali untuk kembali bangkit dari keterpurukan ekonomi dan terus berjuang di tengah pandemi Covid-19 ini. 
 
Ada kurang lebih 5.000 hotel di Bali, lebih dari separuhnya terpaksa tutup dalam setahun terakhir. Hotel yang tetap buka, hanya memiliki tingkat hunian rata-rata 5%. Sekitar 300 ribu pekerja hotel dan restoran dirumahkan. Demikian pula dengan 75 ribu pekerja sektor transportasi dan 360.000 pekerja industri pendukung lainnya. 
 
Lebih dari separuh perekonomian Bali ditopang oleh industri pariwisata. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi Bali turun hingga 12,28% pada kuartal III-2020, dan kontraksi 12,21% pada kuartal IV-2020 jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2019 (year on year). Secara kumulatif, ekonomi Bali sepanjang 2020 mengalami kontraksi 9,31% yoy. Hal ini belum pernah terjadi sepanjang sejarah. 
 
Tentu saja pemerintah tidak tinggal diam. Pemerintah Provinsi Bali telah melakukan berbagai upaya  dengan menggencarkan program vaksinasi Covid-19 terutama bagi peserta industri pariwisata dan merumuskan berbagai kebijakan untuk membuat Bali tak lagi bergantung sepenuhnya pada sektor pariwisata. 

Pemerintah pusat meluncurkan program WFB (Work From Bali) yang tentu saja kontradiktif dengan pembatasan kegiatan masyarakat berjilid-jilid. Tapi bagaimanapun juga itu adalah usaha yang patut diapresiasi, walau belum tentu bisa dilaksanakan. 

Sekarang, bola ada di tangan pemerintah, bagaimana menyeimbangkan peraturan dan misi menyelamatkan ekonomi nasional.

“Harus ada aturan yang jelas, disosialisasikan dengan baik. Pemerintah harus terkoordinasi, satu suara sehingga tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat,” kata Ketua DPR RI Puan Maharani di Jakarta, Senin (16/8).

Sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster meminta kebijakan spesifik dan spasial dalam upaya pemulihan ekonomi Bali pasca pandemi Covid-19, utamanya di sektor pariwisata. Pasalnya, pelaku pariwisata Bali paling besar terdampak pandemi. 

Pada April 2021 lalu, Koster sempat mengungkapkan harapannya agar semua pemangku kebijakan untuk tidak melupakan Bali yang terdampak begitu hebat selama pandemi Covid-19.

Ketika kondisi normal pada medio 2019 lalu, sebanyak 6,3 juta wisatawan mancanegara (wisman) datang ke Bali yang setara 39 % dari jumlah total wisman nasional. Angka tersebut juga berarti jumlah devisa sebesar 29 % dari total devisa sektor pariwisata Indonesia. 

“Belum lagi untuk wisdom (wisatawan domestik) di mana ada 10 ,5 juta orang datang ke Bali. Jadi Ekonomi sangat tergantung pariwisata, dan jika normal pertumbuhan ekonomi kita selalu di atas rata-rata nasional,” ujar Koster.

Pemerintah pusat ikut mendukung pemulihan ekonomi di Bali dengan adanya kebijakan Bank Himbara mengucurkan modal kerja kepada sektor-sektor yang terdampak parah dari Covid-19 yakni pariwisata, perhotelan, dan restoran, termasuk di Provinsi Bali yang menjadi prioritas.

Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun mengajak Bank Pembangunan Daerah serta bank swasta untuk menurunkan suku bunga guna memperbaiki perekonomian Indonesia.

Sementara itu, kalangan pengusaha di Pulau Dewata mengusulkan agar wisatawan asing mulai diizinkan masuk ke Bali mulai Agustus ini, sementara pengawasan masuknya warga negara asing dan bahaya penyebaran virus yang mengintai masih terus menjadi sorotan karena dinilai belum optimal. 

Mungkin inilah saatnya pemerintah merapikan strategi pariwisata nasional. Bagaimana mungkin menciptakan Bali baru sementara Bali yang “lama” saja sedang terpuruk?

Oleh karenanya, sehari sebelum HUT Ke-76 Kemerdekaan RI, Puan Maharani berpesan agar pemerintah mengantisipasi berbagai konsekuensi sosial dan ekonomi di balik kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat, utamanya di kawasan yang bertopang pada sektor pariwisata seperti di Bali. (RO/OL-09)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat