visitaaponce.com

Setara Pemkot Depok Perburuk Diskriminasi atas Jemaat Ahmadiyah Indonesia

Setara: Pemkot Depok Perburuk Diskriminasi atas Jemaat Ahmadiyah Indonesia
Jemaah Ahmadiyah melaksanakan salat tarawih menghadap pintu Masjid Al Hidayah yang telah disegel di Sawangan, Depok, Jawa Barat.(MI/Bary Fathahilah.)

PADA Jumat (22/10) Satuan Polisi Pamong Praja Kota Depok, Jawa Barat, melakukan penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah milik Jemaat Ahmadiyah di Kelurahan Sawangan Baru, Kecamatan Sawangan, Kota Depok. Masjid tersebut sebelumnya disegel Pemerintah Kota Depok pada 2017 karena dianggap melanggar SKB 3 Menteri tahun 2008 tentang Perintah Terhadap Penganut Pengurus Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI), Peraturan Gubernur (Pergub) Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah Indonesia di Jawa Barat, dan Peraturan Wali Kota (Perwal) Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011 tentang larangan aktivitas jemaah Ahmadiyah Indonesia di Kota Depok. 

Kedatangan Satpol PP Kota Depok ke Masjid Al-Hidayah untuk melakukan penyegelan ulang disertai dengan mobilisasi massa yang mengekspresikan kebencian terhadap JAI. "Berkaitan dengan peristiwa tersebut, Setara Institute menyampaikan beberapa pernyataan berikut," ujar Halili Hasan, Direktur Riset Setara Institute, dalam keterangan tertulis, Sabtu (23/10).

Pertama, Setara Institute mengecam keras penyegelan ulang Masjid Al-Hidayah yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Depok. Tindakan penyegelan ulang tersebut secara serius memperburuk diskriminasi atas JAI di Depok. Penyegelan sebelumnya terhadap Masjid Al-Hidayah pada 2018 nyata-nyata mendiskriminasi JAI sehingga mereka tidak dapat menikmati hak konstitusional untuk kebebasan beragama/berkeyakinan sebagaimana ditegaskan pada Pasal 28E ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945.     

Kedua, Setara Institute mendesak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Wali Kota Depok Mohammad Idris untuk mencabut kebijakan diskriminatif atas JAI di wilayah masing-masing yaitu Pergub Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 Perwal Kota Depok Nomor 9 Tahun 2011. Kedua beleid tersebut inkonstitusional, karena melanggar Pasal 28E ayat (1) dan (2) serta Pasal 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Bahkan, dua aturan tersebut bersifat ekstensif dan bertentangan dengan SKB 3 Menteri tahun 2008 yang dijadikan sebagai dasar dua kebijakan lokal tersebut. 

Dua regulasi lokal tersebut secara eksplisit memuat larangan kepada anggota dan/atau pengurus melakukan aktivitas dan/atau kegiatan dalam bentuk: 1) penyebaran ajaran Ahmadiyah secara lisan, tulisan, ataupun melalui media elektronik, 2) pemasangan papan nama organisasi Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 3) pemasangan papan nama pada rumah peribadatan, lembaga pendidikan, dan lain sebagainya dengan identitas Jemaat Ahmadiyah Indonesia di tempat umum, dan 4) penggunaan atribut Jemaat Ahmadiyah Indonesia dalam bentuk apapun. Padahal SKB 3 Menteri hanya memperingatkan agar JAI tidak melanggar UU PNPS 1965 dan menghentikan kegiatan yang tidak sesuai dengan penafsiran agama Islam.    

Ketiga, Setara Institute mendesak Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan untuk mengoordinasikan Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, dan Kejaksaan Agung dalam mengakselerasi evaluasi, peninjauan ulang, dan/atau pencabutan SKB 3 Menteri 2008. SKB tersebut nyata-nyata telah memantik begitu banyak pelanggaran terhadap JAI. Mengacu pada data longitudinal Kebebasan Beragama/Berkeyakinan (KBB) Setara Institute, dalam lima tahun terakhir saja, JAI menjadi korban pelanggaran KBB dalam 54 peristiwa dan 83 tindakan.

Keempat, Setara Institute mendorong Kapolri untuk menjamin keamanan kemanusiaan (human security) dan properti komunitas JAI di seluruh wilayah negara Republik Indonesia, termasuk Depok Jawa Barat. Anggota dan/atau pengurus JAI menyandang hak konstitusional dan kebebasan dasar sebagai warga negara yang harus dijamin dan dilindungi oleh negara. Oleh karena itu, anggota kepolisian di daerah hendaknya diinstruksikan untuk melakukan mitigasi kerentanan dan menangani secara terukur setiap ancaman terhadap JAI. 

Dalam konteks kasus di Depok misalnya, penyegelan ulang yang dilakukan oleh Satpol PP Pemkot Depok, dilakukan dengan mobilisasi massa yang secara terbuka menyampaikan aneka ujaran kebencian dan ancaman pembongkaran atas Masjid Al-Hidayah serta ancaman 'di-Ketapang-kan'. Sebagaimana diketahui bersama, dalam peristiwa Ketapang, Nusa Tenggara Barat, pada 2006, Jemaat Ahmadiyah dipersekusi, menjadi objek kekerasan, rumah mereka dijarah dan dibakar warga, dan kemudian diusir dari tempat tinggal mereka.

Baca juga: Metro TV Borong Tiga Anugerah Syiar Ramadan 2021

Kelima, Setara Institute mengecam pernyataan MUI bahwa penyegelan Masjid Al-Hidayah oleh Pemkot Depok sudah sangat tepat untuk mengantisipasi agar tidak terjadi kejadian seperti di Sintang saat masjid tempat komunitas muslim JAI beribadah dirusak dan dibakar oleh massa. Pandangan MUI menegaskan mayoritarianisme sebagai persoalan kebinekaan dan kerukunan beragama. Hak-hak minoritas sering kali dikorbankan dalam relasi-relasi sosio-keagamaan, bahkan dengan alasan untuk mencegah terjadi eskalasi konflik yang sering kali dipicu oleh kelompok intoleran yang mengatasnamakan mayoritas. (RO/OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat