visitaaponce.com

Vaksinasi Saja Tidak Cukup Tangkal Omikron, Perlu Disiplin Prokes

Vaksinasi Saja Tidak Cukup Tangkal Omikron, Perlu Disiplin Prokes
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI dr. Siti Nadia Tarmidzi, M.Epid.(Antara)

Dilansir dari berbagai artikel kesehatan yang paling banyak dibaca di gooddoctor.co.id, para peneliti masih melakukan studi mendalam tentang Omikron.

Sejauh ini telah ditemukan bahwa Omikron memiliki lebih dari 50 mutasi dengan lebih dari 30 mutasi pada spike protein.

Banyaknya mutasi diperkirakan berasal dari satu pasien yang sistem kekebalannya tidak mampu mengalahkan virus.

Dr. Angelique Coetzee, Kepala Asosiasi Medis Afrika Selatan, yang pertama kali mencurigai munculnya varian tersebut, menjelaskan bahwa gejala varian Omikron sejauh ini ringan dan dapat diobati secara mandiri di rumah.

Gejala "ringan" yang dimaksud adalah kelelahan, nyeri tubuh, dan sakit kepala selama dua hari. Pasien tidak kehilangan penciuman atau rasa dan tidak ada penurunan kadar oksigen, tidak seperti pada varian Delta.

Namun, data tersebut hanya diperoleh dari pasien berusia 40 tahun atau lebih muda. Belum ada laporan yang komprehensif mengenai gejala yang dialami pasien lanjut usia.

Fakta lain dari Omikron adalah berpotensi lima kali lebih menular dari pada varian Delta, berpotensi menyerang survivor atau penyintas yang telah terinfeksi varian lain.

Selain itu, dilaporkan di covid19.go.id (3 Januari 2022) bahwa Omicron telah terdeteksi di 132 negara dan diperkirakan akan terus menyebar dengan cepat.

Faktanya, kasus pertama varian Omicron ditemukan di Indonesia pada 16 Desember 2021 dan risiko infeksi varian terbaru ini terus meningkat.

Dilansir dari website Kementerian Kesehatan (Kemenkes), di Indonesia pada 31 Desember 2021 terdapat 68 kasus Omikron, kemudian terdapat 92 kasus baru terkonfirmasi pada 4 Januari 2022.

Total kasus Omicron menjadi 254 kasus, terdiri dari 239 kasus pelaku perjalanan internasional (imported case) dan 15 kasus penularan lokal.

Sebagai bentuk kesiapsiagaan pemerintah dalam mencegah serta mengendalikan penularan varian Omicron, Kementerian Kesehatan menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor HK.02.01/Menkes/1391/2021 tentang Pencegahan dan Pengendalian Kasus Covhd-19 Varian Omicron (B.1.1.529) yang ditandatangani Menteri Kesehatan pada 30 Desember 2021.

Jika Anda mengalami satu atau lebih gejala di atas, jangan ragu untuk segera melakukan pemeriksaan.

Khususnya bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar, misalnya yang baru saja bepergian ke luar daerah atau ke luar negeri sebaiknya melakukan pemeriksaan secara rutin.

 Dengan protokol pengujian reguler, mereka yang dites positif dapat diidentifikasi lebih cepat dan memulai pemulihan mereka lebih cepat, yang dapat mengurangi kecepatan penyebaran infeksi. Selain itu,

“Penting bagi setiap pelaku perjalanan luar negeri yang masuk ke Indonesia untuk melakukan karantina. Terdeteksinya Omikron di Indonesia merupakan salah satu keberhasilan dari karantina dan kita bisa dengan segera melakukan tracing untuk mencegah meluasnya penularan Omicron,” kata dr. Siti Nadia Tarmidzi, M.Epid., Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kemenkes RI dalam sehatnegeriku.

Melalui karantina pula pelaku perjalanan yang terkonfirmasi positif Covid-19 dengan gejala bisa langsung ditangani petugas medis.

Vaksinasi Saja Tidak Kurangi Risiko Tertular Covid-19

Penanganan Omikron masih sama dengan varian Covid-19 lainnya. Vaksinasi dan protokol kesehatan masih efektif mencegah penularan Omicron lebih lanjut.

Dilansir dari covid19.go.id, meskipun Amerika Serikat menyelesaikan cakupan vaksinasi dosis lengkap 61% dari populasinya, mereka masih mengalami peningkatan kasus positif dan angka kematian Covid-19.

Tren yang sama juga dialami Norwegia dengan coverage mencapai 71%, bahkan Korea Selatan dengan coverage sangat tinggi mencapai 92%.

Data tersebut menunjukkan bahwa cakupan vaksinasi yang tinggi tidak dapat sepenuhnya mencegah penularan tanpa protokol kesehatan yang ketat.

Senada dengan pernyataan itu, Gregory Poland, M.D., Kepala Kelompok Penelitian Vaksin Mayo Clinic mengatakan, "Kami sudah meneliti virus ini selama dua tahun, sekarang yang menjadi perhatian kami adalah varian kelima.

Hal ini akan terus terjadi sampai kami dapat meyakinkan publik—dan ini adalah bukti nyata, sekali lagi—bahwa sampai kita memakai masker di dalam ruangan, sampai kita divaksinasi dan di-booster, hal ini akan terus terjadi."

WHO juga merekomendasikan, “Langkah paling efektif yang dapat dilakukan individu untuk mengurangi penyebaran virus Covid-19 adalah dengan protokol kesehatan (prokes).

Prokes meliputi menjaga jarak fisik minimal 1 meter dari orang lain, memakai masker yang pas, buka jendela untuk meningkatkan ventilas, hindari ruang yang berventilasi buruk atau ramai; menjaga tangan tetap bersih, batuk atau bersin ditutupi siku yang ditekuk atau tisu, dan divaksinasi.

Di tengah ancaman varian Omikron yang terus menyebar, masyarakat dunia dikejutkan dengan kemunculan Delmikron dan Florona.

Delmicron dan Florona memang masih terkait dengan virus korona. Namun, kedua nama itu bukanlah varian baru dari virus korona.

Dilansir dari artikel-artikel kesehatan yang paling banyak dibaca di gooddoctor.co.id, Delmikron merupakan singkatan dari Delta dan Omicron yang merupakan dua varian virus penyebab Covid-19.

Varian Delta dan Omikron diketahui memiliki transmisi dan penyebaran yang lebih tinggi dibandingkan varian lainnya dan tidak heran jika kemunculan Delmikron membuat banyak orang ketakutan.

Faktanya, Delmikron bukanlah varian dari Covid-19. Istilah Delmikron merujuk pada fenomena tingginya angka kasus Covid-19 dengan dua varian tersebut di Amerika Serikat.

September lalu, varian Delta mencapai 99% dari total kasus Covid-19 di Amerika Serikat dan pada akhir tahun 2021, varian Omikron mengambil alih 73% kasus dari semua infeksi Covid-19 di negara tersebut.

 Intinya, Delmikron hanyalah sebuah istilah yang mengacu pada situasi di mana varian Delta dan Omikron menyebabkan lonjakan kasus di wilayah tertentu, bukan sebuah varian baru dari Covid-19.

Jika Delmicron merupakan gabungan dari dua varian maka Florona merupakan gabungan dari dua virus, yaitu Influenza dan korona.

Dilansir dari artikel kesehatan yang paling banyak dibaca di gooddoctor.co.id, Florona adalah kasus infeksi saluran pernapasan ganda yang disebabkan oleh Covid-19 dan influenza secara bersamaan.

Seperti Delmicron, Florona bukanlah varian dari Covid-19 seperti Alpha, Beta, Gamma, Delta atau Omikron.

Kasus pertama Florona ditemukan pada seorang wanita hamil yang dirawat sebelum melahirkan di Rabin Medical Center, Israel, dan pada saat itu, pola penularan dan tingkat keparahan Florona belum diketahui.

Namun karena merupakan penyakit pada sistem pernapasan bagian atas, baik influenza maupun Covid-19 dapat menular dengan cara yang sama, yaitu melalui partikel aerosol yang terkontaminasi virus.

Hingga saat ini, kasus Florona belum ditemukan di Indonesia.

 Namun, Good Doctor mengimbau masyarakat untuk tidak berkompromi dengan protokol kesehatan dan menjelaskan bahwa flu musiman yang sering dialami masyarakat Indonesia berbeda dengan influenza.

Flu tersebut adalah flu biasa (common cold), hanya menyebabkan batuk, pilek, dan bersin serta tidak sama dengan gejala berat seperti pneumonia pada kasus influenza yang umum di Amerika Serikat. (Nik/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat