visitaaponce.com

KLHK Sebut Jumlah Daur Ulang Kemasan Plastik Masih Sangat Kecil

KLHK Sebut Jumlah Daur Ulang Kemasan Plastik Masih Sangat Kecil
Petugas memilah sampah rumah tangga di Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan, Surabaya, Jawa Timur,(ANTARA FOTO/Patrik Cahyo Lumintu)

PERMASALAHAN limbah plastik di Indonesia masih belum usai. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020 Indonesia menghasilkan 67,8 juta ton sampah.

Terkait sampah plastik, hasil penelitian Sustainable Waste Indonesia (SWI) dan Indonesian Plastic Recyclers (IPR) pada tahun 2020 lalu mencatat, produksi limbah kemasan plastik di perkotaan Pulau Jawa saja sekitar 189.000 ton per bulan atau 6.300 ton per hari.

Sayangnya hanya sekitar 11,83% atau sekitar 22.000 ton per bulan yang didaur ulang.

Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Ujang Solihin Sidik, mengatakan pihaknya ingin menyoroti dampak dari limbah kemasan air minum terhadap lingkungan, dan bagaimana kebijakan pemerintah dalam konteks pengelolaan sampah, khususnya sampah kemasan dari air minum dalam kemasan (AMDK).

“Ada tantangan yang harus menjadi perhatian kita semua terkait dengan kemasan AMDK, karena kita melihat kemasan plastik seperti PET (Polyethylene terephthalate) yang didaur ulang menjadi botol PET kembali masih sangat kecil," jelasnya.

"Sebagian besar kemasan PET yang umumnya digunakan untuk kemasan pangan justru menjadi polutan atau sampah buat lingkungan,” ujar Solihin.

Dalam kesempatan berbeda, tokoh muda pegiat laut bersih yang aktif di bawah Yayasan Penyelam Lestari Indonesia atau Divers Clean Action (DCA), Swietenia Puspa Lestari mengatakan, untuk mencegah penumpukan limbah kemasan plastik di permukaan tanah dan di perairan, penting bagi perusahaan-perusahaan produsen produk berkemasan plastik untuk menerapkan ekonomi sirkular.

“Saya setuju dengan penerapan ekonomi sirkular, dan sesuai dengan hierarki pengolahan sampah, kita harus mengurangi sampah dari sumbernya. Dalam arti kita ikut mengedukasi masyarakat untuk menolak penggunaan kemasan yang tidak bisa didaur ulang, atau yang sekali pakai,” ujarnya.

Seputar adanya wacana pelabelan BPA (Bisphenol-A) Free pada galon guna ulang yang telah memunculkan perdebatan di lingkup pelaku industri AMDK, Swietenia mengaku memperhatikan upaya produsen dan masyarakat untuk mencegah bertambahnya limbah plastik terutama yang bukan daur ulang.

“Ini membuat kita memahami bahwa kita harus mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, dengan mengedepankan reduction, pengurangan (bahan baku kemasan plastik) dari sumber. Kita bisa menggunakan kemasan guna ulang, walaupun masih berbahan plastik," kata Tenia  

"Penggunaan plastik sekali pakai berisiko meningkatkan volume timbunan sampah,” imbuhnya.

Sepakat dengan Tenia, tokoh muda pegiat lingkungan hidup lainnya David Christian, yang juga founder & CEO Evoware mengemukakan bahwa produsen harus bertanggung jawab dalam mengolah kemasan plastik yang mereka hasilkan, baik lewat program untuk mengolah kembali kemasan tersebut atau recycle.

David sepakat bahwa penggunaan kemasan plastik sekali pakai semisal kemasan air minum, bisa menimbulkan masalah baru di lingkungan.

“Persoalannya bukan hanya pada kemampuannya untuk bisa didaur ulang atau di-recycle, tapi bagaimana cara galon sekali pakai ini tak tercecer di lingkungan. Potensi tercecernya masih besar, apapun yang sekali pakai,” kata David. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat