visitaaponce.com

Eksploitasi Anak di Dunia Digital Marak, Pakar Perlu Regulasi Khusus

Eksploitasi Anak di Dunia Digital Marak, Pakar: Perlu Regulasi Khusus
Ilustrasi(Antara)

MARAKNYA penyebaran konten pornografi yang melibatkan anak cukup merisaukan berbagai pihak, terutama orang tua. Kejahatan seksual melalui dunia siber ini telah menyebar melalui berbagai aplikasi media sosial dan perpesanan seperti Twitter, Whatsapp dan Telegram.

Program Manager ECPAT Indonesia (organisasi yang bergerak untuk pencegahan prostitusi, pornografi, dan perdagangan anak), Andy Ardian mengatakan konten pornografi yang telah menyebar di dunia maya akan sulit dimusnahkan. Penyebaran data yang cukup cepat dan sangat meluas ini, menurutnya hanya bisa ditanggulangi dengan regulasi khusus.

“Harus ada regulasi, teknologi dan upaya yang lebih kuat dari pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran konten ini. Karena teknologi di beberapa negara misalnya, sudah melakukan pendataan untuk konten-konten yang sudah ditemukan. Ketika ada konten pornografi anak itu mereka kemudian melaporkannya dan mengidentifikasi konten itu menjadi sebuah database, yang bisa disebut sebagai foto DNA,” kata Andy kepada Media Indonesia, Jum’at (15/7).

Andy juga menyebut Indonesia masih tertinggal jauh untuk penanganan apalagi pencegahan terkait kasus konten pornografi yang melibatkan anak ini. Di beberapa negara, Andy mengatakan telah membuat sebuah organisasi swadaya masyarakat yang bersatu untuk mengumpulkan data dari konten pornografi tersebut dan kemudian akan melakukan pemusnahan.

Setiap negara yang telah bergabung, kelak akan terkoneksi dengan database internasional yang kemudian akan diproses dan dihancurkan. “Tapi di Indonesia, kita belum terkoneksi dengan database itu. jadi kalau mau ditanya, kita kan tahu polisi dapat gambar, sudah terbukti. Lalu kontennya diapakan? Paling cuma dimusnahkan. Kita tahu penyebarannya di luar masih ada,” ujar Andy.

“Tapi kalau di beberapa negara, konten itu diidentifikasi, diberikan semacam sidik jari digital yang disebut dengan foto DNA. Itu kemudian datanya akan dikirimkan ke pusat database internasional yang dimiliki interpol, itu kan dikontribusi dari beberapa lembaga, ada INHOPE, ada NCMEC, ada IWS yang mereka merupakan portal pelaporan yang mengumpulkan laporan dari masyarakat untuk memutus mata rantai konten-konten tersebut,” sambung dia.

Andy menyampaikan pemerintah perlu juga membuat mekanisme pelaporan secara khusus terkait kasus ini. Portal aduan yang dimilik Kominfo, aduankonten.id menurut Andy, masih belum bisa digunakan maksimal. Pasalnya, belum terlihat adanya upaya untuk melakukan pendataan terkait kejahatan ini sehingga setiap kali ada kasus, akan sulit terlacak.

“Tidak pernah ada upaya untuk melakukan pendataan terkait dengan kejahatan anak di internet. Khususnya pornografi anak. Semestinya ini kan ada upaya, ketika ada kasus banyak, itu aja ditemukan di Yogyakarta itu ditemukan konten penyebaran, artinya ada yang melapor. Tapi di sini datanya nggak ada,” terang Andy.

Meski jejak digital dari konten tersebut tidak bisa hiang 100%, Andy menyarankan pemerintah bisa melakukan upaya untuk memutus banyaknya permintaan konten pornografi yang melibatkan anak dengan memaksimalkan UU No.17 tahun 2016 tentang pemberatan hukuman pelaku kejahatan seksual kepada anak.

“Seringkali yang terjad di sini, pelaku kejahatan seksual itu dianggap sebagai tindakan kejahatan ketika mereka sudah melakukan kejahatan. Padahal kita bisa menilai tindakan kejahatan itu mulai dari pelaku melakukan pendekatan dan mencoba merayu anak agar mau mengirimkan fotonya. Seharusnya unsur kejahatan itu sudah bisa dinilai dari upaya itu,” kata dia.

Identifikasi pelaku
Di beberapa negara, kata Andy pelaku kejahatan seksual pada anak juga telah diregister atau dicatat dan dimasukkan ke dalam data. Bahwa seseorang ini merupakan pelaku kejahatan seksual anak yang sudah divonis secara hukum.

“Data itu dipakai untuk misalnya ketika ada orang membutuhkan karyawan, membutuhkan pekerjaan, sekolah misalnya, sekolah bisa melihat atau meminta background check dari data ini. Apakah dia bebas dari daftar perilaku kejahatan seksual pada anak atau tidak. Data ini juga dipakai untuk mengidentifikasi apabila pelaku akan melakukan perjalanan ke luar negeri atau ke luar kota. Tempat tujuan akan diberitahu, bahwa yang bersangkutan ini pernah menjadi pelaku kejahatan seksual kepada anak,” ungkap Andy.

Mekanisme itu telah diberlakukan di berbagai negara. Andy mengatakan tinggal bagaimana sikap Indonesia hari ini? Apakah mau menerapkannya juga atau tidak.

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Nasdem mengatakan, Kemenkominfo perlu menjawab tantangan ini dengan mekanisme dan berbagai perangkat baru agar sejalan untuk penanganan konten pornografi yang melibatkan anak.

Willy sepakat perlu ada kerja sama yang harus dilakukan demi mencegah korban eksploitasi anak melalui konten digital ini terus berjatuhan.

“Perbuatan keji ini harus diselesaikan serius agar kita tidak kehilangan generasi masa depan yang sehat dan mampu berkreasi bagi bangsa. Saya kira soal kerja sama tentu harus dilakukan. Di UU Perlindungan Anak No 35 6ahun 2014 itu sudah diamanatkan. Lalu juga ada di UU 12 tahun 2022. Semua mengamanatkan peran keluarga, masyarakat, bahkan kelompok usaha (bisnis),” tandasnya. (H-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat