visitaaponce.com

Di Malaysia, Orang yang Obesitas dan Berpenyakit Tidak Bisa Berangkat Haji

Di Malaysia, Orang yang Obesitas dan Berpenyakit Tidak Bisa Berangkat Haji
Pertemuan Misi Haji Indonesia dan Malaysia di Daker Mekah, Juli 2022.(Kemenag)

DI musim haji 1443 H/2022 M, Malaysia melaporkan hanya satu jemaahnya yang wafat, dari 14.600 jemaah yang diberangkatkan. Minimnya jumlah jemaah wafat ini karena ketatnya syarat kelayakan pergi haji yang ditetapkan Malaysia.

Dato' Sri Syed Saleh Syed Abdul Rahman, Ketua Rombongan Haji (Tabung Haji) Malaysia mengatakan, pihaknya tidak membolehkan penderita penyakit tertentu, apalagi yang berisiko tinggi untuk berangkat haji. Obesitas atau kegemukan juga menjadi salah satu syarat yang pantang dilanggar.

“Ada aturan Body Mass Index (BMI) dihitung 40 ke atas tidak boleh berangkat. 35-40 kalau punya penyakit bawaan juga tidak dibenarkan berangkat,” ujarnya ketika berdialog dengan tim Haji Indonesia di PPIH Daerah Kerja Makkah, Arab Saudi, seperti dilansir dari laman Kementerian Agama.

Ia menerangkan, calon jemaah yang memiliki penyakit bawaan, seperti kencing manis dan darah tinggi, yang tidak terkontrol juga dilarang berangkat.

BMI adalah cara menghitung berat badan ideal berdasarkan tinggi dan berat badan dengan menggunakan rumus tertentu. BMI normal berada pada kisaran 18,5 sampai 24,9, berlebih 25,5 sampai 29,9, dan obesitas di atas 30.

“Ini yang membuat kita tidak ada jemaah yang sakit. Alhamdulillah jemaah datang sehat. Urusan ibadah juga mudah tidak ada yang tertinggal tidak ada yang jalan lambat,” ujar Dato' Sri Syed Saleh Syed Abdul Rahman.

Tiap tahunnya, kata dia, Pemerintah Malaysia mengumpulkan pada ahli kesehatan untuk merumuskan penyakit bawaan apa saja yang dilarang bagi jemaah haji.

“Sebelum bulan puasa, kita sudah kumpulkan pakar kesehatan. Mereka merumuskan dan kita tinggal jalankan untuk kriteria jemaah seperti apa,” kata dia.

Di masa pandemi covid-19 ini, Malaysia juga menerapkan batasan usia jemaah haji 65 tahun seperti yang diterapkan Indonesia. Protokol kesehatan antisipasi Covid-19 juga diterapkan dengan melakukan PCR bagi seluruh jemaah sebelum berangkat ke Arab Saudi.

Dengan ketatnya syarat naik haji dan sedikitnya kuota yang diberikan Arab Saudi, tidak heran jika waktu tunggu haji di Malaysai telah mencapai 141 tahun. Hal ini berbeda dengan waktu tunggu haji di Indonesia paling lama 43 tahun untuk kuota 100% atau 86 tahun untuk kuota 50%.

“Di Malaysia 141 tahun masa tunggu. Kalau kuota 50% (seperti tahun ini) masa tunggu bisa hampir 300 tahun,” kata Dato'.

Tahun ini Malaysia memberangkatkan 14.600 jemaah, sedang Indonesia 100.051 jemaah. Jika kuota normal, jemaah yang diberangkat dari Malaysia sebanyak 31 ribu, Indonesia lebih dari 200 ribu.

Tabung Haji Malaysia memuji tim haji Indonesia. Dengan jumlah jemaah lebih tiga kali lipat, petugas haji Indonesia bisa melayani dengan baik.

Selain itu, tim haji Malaysia juga memuji kesiagaan tim kesehatan haji Indonesia yang menyiagakan beberapa ambulan khusus jemaah, utamanya saat Safari Wukuf. Hal itu belum bisa dilakukan Malaysia.

Sementara itu, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag RI Hilman Latief mengatakan secara umum pelaksanaan haji di Indonesia dan Malaysia sama. Namun, untuk waktu tunggu, Indonesia lebih beruntung karena mendapatkan kuota lebih besar. Hanya di Indonesia aturan untuk jemaah tidak bisa seketat Malaysia.

 “Kami di Indonesia tidak bisa kalau berat badan pun ditentukan,” ujar Hilman Latief.

Data Siskohat Kemenag mencatat, per 22 Juli 2022 sudah 67 jemaah haji Indonesia yang wafat. Sebanyak 27 jemaah wafat pada masa sebelum Armuzna (Arafah-Muzdalifah-Mina), dalam rentang 4 Juni sampai 7 Juli 2022. Ada 16 jemaah yang wafat pada masa Armuzna, 8 – 12 Juli 2022. Sisanya atau 24 jemaah wafat pada masa setelah puncak haji Armuzna, 13 Juli sampai sekarang.

Dalam kesempatan ini, kedua pihak sepakat untuk terus menjalin kerja sama dan saling tukar pendapat demi pelaksanaan haji yang lebih baik.

Kedua pihak juga sepakat untuk minta kepada Kerajaan Arab Saudi menambah jumlah kuota haji dan disertai penambahan fasilitas, khususnya selama puncak haji di Arafah, Muzdalifah dan Mina.

Baik Indonesia maupun Malaysia juga akan minta Arab Saudi mengurangi biaya Masyair yang dinilai memberatkan jemaah.

“Kami (Indonesia dan Malaysia) memperbincangkan prosesi tahun ini. Bertukar pikiran dan saling mendapatkan informasi terkait layanan umum dan layanan kesehatan. Ini bukan pertemuan terakhir, kami akan terus menjalin kerja sama,” tutup Hilman. (H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat