visitaaponce.com

Petani Sawit Dukung Kejagung Tindak Pelaku Deforestasi

Petani Sawit Dukung Kejagung Tindak Pelaku Deforestasi
Perkebunan kelapa sawit jangan sampai merambah kawasan hutan dan menyebabkan deforestasi.(Ist)

SERIKAT Petani Kelapa Sawit (SPKS) mengapresiasi serta mendukung langkah penegakan hukum yang tegas oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan penetapan tersangka Surya Darmadi, dalam dugaan tindak pidana korupsi suap revisi fungsi perhutanan Provinsi Riau ke Kementerian Kehutanan.

Kasus ini juga turut menjerat mantan Gubernur Riau saat itu Annas Maamun ke penjara.

Sebagaimana diketahui, pada awal Agustus lalu, Kejaksaan Agung menetapkan Surya Darmadi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi penyerobotan lahan seluas 37.095 hektare di Riau. Negara diduga mengalami kerugian hingga Rp 78 triliun.

Selain itu, Kejaksaan Agung juga menetapkan Surya Darmadis sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Sekretaris Jendral SPKS, Mansuetus Darto, mengatakan, apa yang dilakukan oleh Kejagung layak diapresiasi karena menyelamatkan negara dari kerugian terbesar dalam kasus tindak pidana korupsi di sector kehutanan.

 “Ini juga harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan Penegakan Hukum yang sama terhadap berbagai kasus penyerobotan kawasan hutan secara ilegal lainnya di wilayah sentra sawit.

“Kasus seperti ini seringkali melibatkan para pemodal dan penguasa yang dengan menggunakan kewenganannya melakukan korupsi di sector kehutanan maupun dalam pembangunan perkebunan sawit,” tegas Darto.

Baca juga: Komoditas Kelapa Sawit Catat Kemajuan dalam Perlindungan Hutan

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa kasus penyerobotan kawasan hutan seperti ini sudah menjadi persoalan laten di kedua sektor tersebut.

 Penegakan hukum harus dilakukan untuk menindak tegas pelaku perusakan hutan dan lingkungan yang hingga saat ini masih berlangsung.

Penegakan hukum juga diperlukan untuk memperbaikan tata kelolanya ke depan baik di kehutanan maupun dalam pengembangan perkebunan sawit.

“Selain mencegah praktik korupsi yang merugikan triliunan rupiah bagi negara, upaya penegakan hukum juga akan memiliki efek bagi upaya untuk memulihkan citra buruk sektor kehutanan maupun pengembangan sawit di Indonesia yang selama ini dinilai tidak sustain karena dihasilkan dari kegiatan deforestasi ilegal terutama pada kawasan hutan dalam skala yang besar," tegas Darto.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa tuduhan deforestasi illegal pada industri sawit nasional yang dikuasai oleh actor-aktor pemilik modal inilah yang berimbas pada petani sawit.

Padahal petani hanyalah korban dalam dinamika klaim oleh pelaku usaha bisnis besar, bahwa petani kecil adalah pelaku deforestasi.

Darto mengatakan bawah konflik pada Kawasan hutan ini memang tipologinya cukup bergam, mulai dari penyerobotan kawasan hutan, tumpang tindih kebun sawit petani dengan Kawasan hutan, tumpang tindih dengan HGU atau perizinan lainnya, dan lain-lain.

Akan tetapi, data terkait deforestasi ilegal pada kawasan hutan sebenarnya sudah ada, tinggal komitmen dari pemerintah dan aparat penegak hukum untuk mengindentifikasi serta penyelesainnya.

"Siapa yang menguasai lahan tersebut dan bagaimana keterlibatan actor-aktor di dalamnya serta relasinya terhadap penguasa yang memiliki kewenangan dalam membuat dan mengambil kebijakan," jelasnya.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa dalam kasus kebun petani atau pekebun sawit dalam Kawasan hutan dengan beragam dan karateristik di dalamnya membutuhkan penyelesaian yang tentunya berbeda.

Diperlukan definisi dan karateristik yang jelas tentang petani seperti apa yang perlu dilindungi oleh negara.

Dalam penyelesaiannya tidak akan memberikan peluang bagi kepentingan dari actor actor tertentu yang mengatasnamakan sebagai petani sawit.

Perlu diketahui bahwa Kementerian Pertanian sudah merilis luas tutupan sawit di Indonesia sebesar 16,3 juta hektare.

Selain itu, terdapat aturan lain yang menjelaskan skala luasan bagi pekebun sawit adalah kurang dari 25 hektare dan terdapat sebanyak 6,72 juta hektare.

Berdasarkan data analisis citra satelit Yayasan Auriga Nusantara dan SPOS Indonesia menyebutkan hanya 1,9 juta hektare perkebunan rakyat kurang dari 25 hektare.

Dengan kata lain, 4,8 juta hektare bukan masuk kategori petani atau pekebun sawit, tetapi masuk kedalam kategori perusahaan kecil dan menengah.

Lebih lanjut, Darto mengatakan bahwa yang menarik dari kajian tersebut juga menyebutkan, hanya 750 ribu hektare untuk kategori petani sawit kurang dari 25 hektaer masuk dalam Kawasan Hutan dengan beragam masalah dan karakteristik di dalamnya.

Ini tentunya sangat kecil jika dibandingkan dengan luasan lebih dari 25 hektar termasuk perusahaan perkebunan.

“Berdasarkan data penguasaan sawit dalam Kawasan hutan di atas, maka sudah seharusnya pemerintah dan aparat penegak hukum melakukan audit kembali terhadap penguasaan tanah skala luas ddalam kawasan hutan," katanya.

"Pemerintha harus mengambil tindakan hukum yang tegas bagi para pelaku deforestasi ilegal dalam kawasan hutan yang berpotensi telah merugikan negara," tegas Darto. (RO/OL-09)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat