visitaaponce.com

Pertanian Organik sebagai Solusi Hidup Sehat

Pertanian Organik sebagai Solusi Hidup Sehat
Pertanian Organik(Dok. FAMO)

Setelah 25 tahun berkecimpung di industri teknologi informasi, Soeparwan Soeleman dan istrinya, Donor Rahayu, ingin menepi dari hiruk pikuk kota. Mereka hijrah ke Bandung untuk menghirup udara dan menjalani hidup yang lebih sehat. Sebagai langkah pertama, mereka membuka kebun sayuran organik seluas 1/3 hektare di Parongpong, Bandung Barat, pada 2009 sebagai solusi dasar hidup sehat.

Menurut Soeparwan dan istri, hidup sehat tidak sekadar fisik, tapi juga sehat mental spiritual, sehat sosial, dan sehat ekologi. Jika hal itu diterapkan di bidang usaha, diharapkan akan mendapat sehat finansial.

Menurut Soerparwan, sehat fisik sangat dipengaruhi oleh makanan sehat, dan makanan sehat haruslah menggunakan bahan baku sehat.

“Karena bahan baku yang sehat itu hanya bisa diperoleh dari peternakan atau pertanian organik, yang mengandalkan proses natural. Pada saat sama, kegiatan tersebut juga turut melestarikan lingkungan sehingga secara langsung pertanian organik mendukung sehat fisik dan sehat lingkungan atau sehat ekologi,” ujarnya memberikan pengantar mengenai perjalanannya merintis bisnis hidup sehat yang diawali dengan pertanian sayuran organik famO (FAM Organic), saat dijumpai di salah satu bazar organik di Tangerang Selatan, akhir Agustus lalu.

Karena sama-sama tidak memiliki latar belakang pertanian organik, mereka pun belajar dari sumber-sumber yang memang memiliki kompetensi di bidang tersebut. Baik dari internet, lembaga nirlaba yang berfokus pada pertanian organik, maupun dari penelitian universitas. Selain itu, keduanya juga mempelajari ilmu yang berhubungan dengan lingkungan dan ekosistem.

“Dalam proses pembelajaran itu kami mendapat inspirasi dari hutan. Proses yang ada di hutan itu kan tanaman, hama, dan predator sama-sama banyak. Tapi kan enggak pernah ada yang nyemprot hamanya. Jadi saya coba tiru proses tersebut di kebun kami sehingga di kebun organik kami penyemprotan itu tidak dibutuhkan. Sederhananya, pestisida apa pun, baik kimia maupun organik, yang terkena dampaknya bukan hanya hama, tapi juga predatornya. Hal ini menurut kami tidak sejalan dengan prinsip ekosistem.”

 

Aplikasi monitor

Prinsip utama yang diterapkan pasangan suami istri ini ialah menyehatkan tanah. Mereka mengaplikasikan kompos untuk tanah, bukan untuk tanaman yang akan memperbanyak mikroba. Dengan begitu, akan terbentuk ekosistem tanah yang sehat. Tanaman sehat, menurut Soeparwan, hanya akan tumbuh di tanah sehat tanpa kontaminasi residu kimia.

Soeparwan setidaknya menggelontorkan modal Rp300 juta untuk membangun infrastruktur pertanian organik. Mulai dari persiapan layout lahan, upaya penyehatan tanah, pembangunan irigasi, rumah plastik pelindung tanaman, hingga pondok pengemasan.

Pada tahap awal, famO sudah mendapat langganan. Mereka dikontrak selama enam bulan untuk menyuplai hasil kebun. Hal itu sekaligus menjadi wahana bagi Soeparwan dan istrinya dalam mempelajari pengemasan dan distribusi.

“Penanaman awal seperti bayam, kangkung, kailan, dan selada bokor sebagai proses belajar kami. Kontrak setengah tahun ke wholesaler itu tidak kami teruskan. Kami memutuskan untuk memperpendek mata rantai distribusi dengan cara langsung mengirim ke supermarket hingga saat ini. Di samping itu, kami juga mendistribusikan langsung ke restoran dan kafe, serta konsumen langsung,” kata Soeparwan, yang kini memasok ke tiga supermarket premium di Bandung, resto/kafe premium dan sehat, serta konsumen langsung di Bandung dan luar kota.

Dalam upaya menaikkan omzet pun, cara yang ditempuh bukan dengan berekspansi lahan, melainkan dengan mempromosikan nilai sehat sayuran dan memilih sayuran premium sehingga harga yang ditawarkan adalah harga premium bila dibandingkan dengan sayuran lain.

“Sebetulnya yang mahal itu proses menanamnya. Sayuran kami dibanderol sekilo antara 50 ribu hingga ratusan ribu rupiah. Dan, tentu saja melihat yang ada pasarnya. Jadi kami pilih tanaman-tanaman yang memang premium, misalnya arugula, swiss chard, dan rocket. Atau, saya coba modifikasi cara panennya. Yang biasanya 1,5–2 bulan, 1–2 minggu sebelumnya sudah panen. Jadi secara harga lebih mahal,” jelas Soeparwan.

Sistem panen yang dikembangkan juga bukan yang sekali panen raya, famO mengupayakan panen setiap hari. Semua itu untuk memenuhi kebutuhan konsumen dan klien agar sayuran yang dikirim selalu segar sehingga kalkulasi masa tanam dan kebutuhan konsumen sudah dihitung sejak awal. Untuk menjalankan itu, Soeparwan dan keempat pekerjanya dibantu dengan teknologi aplikasi monitor yang dinamai Famogrow.

“Kami menanam mengikuti iklim. Misal saat musim hujan, kami tanam sawi, masa tanamnya tiga pekan cukup. Kalau saat musim kemarau, itu ditambah jadi empat pekan. Secara perencanaan harus diubah lagi. Kami menanam di setiap bed kecil dengan kurang lebih 4x1 meter persegi. Ada ratusan bed dan setiap bed jenis tanaman dan usia tanam berbeda-beda. Itu semua sudah bisa dipantau dari aplikasi yang saya kembangkan,” ujar pria lulusan teknik elektro ITB ini.

Saat ini, ada 25-30 jenis tanaman di famO. Dengan aplikasi monitoring tersebut, Soeparwan dan para pekerjanya juga bisa mengetahui sayuran mana yang sudah siap panen dan belum sehingga turut mengefisienkan kerja di kebun.

 

Mitra

Ekspansi yang dilakukan famO saat ini dan yang menjadi fokus ke depan ialah dengan bermitra. Saat ini sudah ada dua, di Bogor dan di Malino, Sulawesi, dengan merek yang sama, dan satu mitra di Bogor dengan merek sendiri. Soeparwan mengatakan mitra yang dicarinya juga yang memiliki visi dalam upaya mewujudkan hidup sehat dari berbagai aspek.

“Jadi dari konsep yang saya kembangkan ini, tinggal copy-paste saja. Selain menambah lahan, kemitraan ini juga akan menambah orang yang punya konsep yang baik dalam makanan sehat, lingkungan sehat, dan hidup sehat.”

Konsep kemitraan tersebut didapat dari skema ilmu dan metode yang dikembangkan famO. Adapun lahan dan finansial disediakan oleh mitra. Jenis tanamannya pun akan disesuaikan dengan pasar yang ada di wilayah mitra.

 

Manfaatkan medsos

Sejak kemunculan famO pada 2009, bisnis sayuran organik ini sudah aktif di media sosial. Bahkan sejak era Facebook. Hingga kini, Soeparwan sendiri masih kerap mengisi konten kreatif di Instagram @famorganic. Mereka juga menjual beberapa produk di lokapasar digital seperti produk paket menanam sendiri.

“Kami itu kan sebetulnya target utamanya adalah orang-orang yang punya tingkat kesadaran tentang kesehatan itu tinggi, ya menengah ke atas. Dan, lewat digital itu kami menemukan, ternyata banyak juga anak muda, minatnya cukup tinggi. Dari statistik kami, 31 ribu pengikut di Instagram, itu banyak anak mudanya, keluarga muda juga.”

Demografi pengikut famO di Instagram didominasi perempuan, dengan 70% dari 31 ribu pengikut. Adapun pengikut di rentang usia 25-44 tahun berkisar 75%. Saat ini, medsos famO memang masih diperuntukkan sebagai media edukasi serta memperkenalkan dunia pertanian organik dan makanan sehat.

“Kami memang masih belum bisa menerjemahkan data yang diperoleh dari demografi pengikut kami di media sosial. Misalnya yang sudah berinteraksi, atau yang baru berminat saja, itu harus diapakan setelahnya. Ini butuh orang yang berdedikasi di bidang ini.”

Selain produksi, melalui EcoEduTour, Soeparwan dan istri juga membuka peluang belajar di Parongpong dalam bentuk praktik kerja lapangan mahasiswa, magang pekerja organik, bahkan tur singkat bagi anak-anak sekolah, keluarga, konsumen, dan karyawan. (M-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Riky Wismiron

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat