visitaaponce.com

Transformasi UT Jadi PTN-BH untuk Respons Perubahan Zaman

Transformasi UT Jadi PTN-BH untuk Respons Perubahan Zaman
Rektor Universitas Terbuka (UT) Ojat Darojat.(Ist)

UNIVERSITAS Terbuka (UT) senantiasa merespons lingkungan eksternal stra­tegis yang dinamis. Salah satunya dengan bertransformasi menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Perubahan lingkungan eksternal strategis itu menuntut UT menjadi perguruan tinggi (PT) yang lebih cekatan (agile organization) dan selalu belajar (learning organization). Sehingga mampu berinovasi dan adaptasi.

Perubahan status Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PK-BLU) menjadi PTN-BH juga merupakan salah satu upaya UT meningkatkan kualitas dan kompetensi. Dasar hukum yang menjadi acuan dalam langkah ini adalah Peraturan Mendikbud Nomor 88/2014 tentang Perubahan PTN Menjadi PTN Badan Hukum dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 4/2020.

Sebagai informasi, status otonomi bagi PTN-BH dapat memberikan keleluasaan dalam mengelola dan mengembangkan diri secara lebih fleksibel, berkualitas, dan berkompetensi. Hal itu sesuai dengan hasil kajian terhadap 11 PTN yang telah berubah menjadi PTN-BH bahwa status otonomi tersebut membawa dampak yang positif.

Rektor UT Ojat Darojat menyatakan, saat ini UT tengah memasuki suatu tahapan baru dalam dunia industri pendidikan di Indonesia. Tak bisa dipungkiri, sebelumnya UT memiliki peran monopoli dalam pasar Pendidikan Jarak Jauh (PJJ) karena UT menjadi satu-satunya perguruan tinggi yang mengusung pembelajaran jarak jauh.

Dengan monopoli tersebut, UT menjadi ‘bayi bongsor’ dengan jumlah mahasiswa mencapai lebih dari 420 ribu yang membuat UT kurang kompetitif. Kemudian, kondisi berubah saat dunia menghadapi pandemi covid-19 dan memasuki era disrupsi.

“Di masa pandemi banyak PT yang mengusung dual mode system, yaitu tatap muka dan pembelajaran jarak jauh. Bermunculan mode kompetensi baru yang membuat UT harus maju bersaing dengan PT konvensional lainnya.  Untuk bisa bertahan, maka UT harus meningkatkan kualitas dan kuantitas layanan­nya,” jelas Ojat beberapa waktu lalu.

Hal tersebut mendorong UT untuk naik kelas menjadi PTN-BH. Peningkatan status tersebut menjadi satu ­bagian penting agar UT dapat merangkul semua aspek yang dibutuhkan. Dengan menjadi PTN-BH, UT mempunyai otonomi sebagai perguruan tinggi yang dapat membuka serta menutup program studi sendiri sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga UT mempunyai otonomi akademik yang lebih luas.

Dengan demikian, tantangan dari pemerintah untuk mengelola 1 juta mahasiswa dapat segera diwujudkan. Selain itu, UT dapat memiliki otonomi dalam pengelolaan dan pengadaan sumber daya manusia (SDM). Dalam hal ini, UT tidak harus menunggu kesempatan mendapat alokasi CPNS dari pemerintah tetapi UT dapat merekrut pegawai­nya sesuai dengan kebutuhan baik dari sisi jumlah, kualitas, dan kualifikasinya.

Baca juga: Universitas Terbuka Gelar Seminar Nasional Pengabdian kepada Masyarakat

Segala proses jadi cepat

Lebih jauh lagi, UT mendapatkan otonomi dari segi anggaran dan otonomi dalam hal pengelolaan BMN (Barang Milik Negara). Ketika berstatus PTN PK-BLU, bila UT membutuhkan pengadaan dan penghapusan aset, perlu menunggu izin dari kementerian yang kadang memakan waktu lama.

“Jika UT menjadi PTN-BH, maka UT dapat memproses segala kebutuhan dan penghapusan aset dengan lebih cepat,” papar Ojat.

Akhir tahun lalu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah menyetujui UT menjadi PTN-BH melalui surat No. 0835/E.E3/KB.00/2021 tertanggal 7 Desember 2021.

Pada April 2022, Proses Harmonisasi Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) untuk Universitas Terbuka (UT) telah selesai diketok palu oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan RI dan disepakati 6 kementerian.  Yaitu Kemenkum dan HAM, Kemenkeu, Kemdikbudristek, Kemenpan-RB, Kemensesneg, serta Kemenko PMK.

Setelah penantian panjang, akhirnya UT resmi menjadi PTN-BH dengan ditandata­nganinya PP Nomor 39 Tahun 2022 oleh Presiden Joko Widodo pada 20 Oktober 2022. “Alhamdulillah, setelah melewati proses yang cukup panjang UT dapat menjadi PTN Badan Hukum,” ujar Rektor UT Ojat Darojat di  Kantor Pusat UT, Tangsel, Banten, Jumat (28/10).

UT menyandang status PTN Badan Hukum tersebut pada usia 38 tahun atau tergolong usia muda dibandingkan perguruan tinggi negeri lainnya di Tanah Air. “Kami terus berkomitmen agar dapat memenuhi harapan pemerintah, masyarakat, dan bangsa untuk dapat meningkatkan akses dan kualitas layanan pendidikan menjadi lebih baik, demi kemajuan pendidikan Indonesia,” kata Ojat.

Penyesuaian tata kelola dari segala lini agar 100% beralih dari status Pengelola Keuangan Badan Layanan Umum ke PTN-BH akan dilaksanakan setelah PP PTN-BH UT ditandatangani Presiden, yaitu PP RI Nomor 39 Tahun 2022. Ada enam aspek yang menjadi fokus dari UT untuk berubah menjadi PTN-BH. Yaitu Bidang Umum, Bidang Keuangan dan Aset, Bidang Akademik, Penelitian dan Abdimas, Bidang Hukum, Bidang Organisasi dan Bidang Sumber Daya Manusia.

Untuk tahap awal, kata Ojat, perubahan yang dilakukan pada aktivitas dasar mulai dari tahapan registrasi, bahan ajar, tutorial sinkronus, dan asinkronus.Ojat juga menyampaikan, saat UT menjadi PTN-BH, ada strategi inti yang akan dilakukan yaitu Blue Ocean Strategy atau Strategi Laut Biru. Ia juga memprediksi ke depannya pembelajaran yang paling re­levan adalah blended learning atau hybrid learning yaitu perpaduan antara pembelajaran tatap muka dan online. Dua pendekatan ini diharapkan bisa menjadi alternatif penyelenggaraan pendidikan yang lebih efektif dan efisien.

Sebelumnya, Inspektur Jenderal Kemdikbudristek Chatarina Muliana mengatakan UT memiliki keunikan. Sebagai satuan kerja BLU, UT juga menjadi benchmark bagi PTN lain dalam mengelola PJJ.

“Diharapkan ke depannya, UT sebagai PTN-BH akan bergerak lebih cepat karena keleluasaan lebih tinggi,” katanya.

Beberapa waktu lalu, Staf Khusus Wakil Presiden RI Mohamad Nasir menyebut ada lima syarat menjadi PTN-BH. Pertama, menyelenggarakan Tridharma Perguruan Tinggi yang bermutu. Kedua, mengelola organisasi PTN berdasarkan prinsip tata kelola yang baik. Ketiga, memenuhi standar minimum kelayakan finansial. Keempat, bisa memenuhi tanggung jawab sosial. “Tidak hanya ­orang kaya saja yang kuliah, orang yang tidak mampu harus bisa kuliah di UT, menjangkau yang tidak terjangkau, itu yang paling penting,” ujar Menteri Riset dan Teknologi Periode 2014-2019 tersebut.

Kelima yakni berperan dalam pembangunan perekonomian.

Nasir mengatakan, dalam hal tanggung jawab sosial saat ini pihaknya mendorong UT untuk bisa menjaring seluruh lapisan masyarakat yang tidak mempunyai kesempatan untuk kuliah.“Tenaga kerja yang sudah bekerja di perusahaan mereka tidak ada waktu dan kesempatan untuk kuliah, kalau memang sudah siap saya akan sambungkan dengan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia dalam hal ini,” pungkas Nasir, beberapa waktu lalu. (Ifa/Ant/OL-10)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat