visitaaponce.com

Universitas Terbuka Siap Terbang Tinggi

Universitas Terbuka Siap Terbang Tinggi
Rektor Universitas Terbuka (UT) Prof. Ojat Darojat, M.Bus., Ph.D.(Ist/UT)

TERBITNYA Peraturan Pemerintah (PP) No 39 Tahun 2022 tentang Perguruan Tinggi Badan Hukum menjadikan status Universitas Terbuka (UT) menjadi Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH). Hal ini menjadi langkah maju bagi UT atas dunia pendidikan dan meningkatkan keperca­yaan publik.

Dengan semangat tinggi dan perjuangan menjadi PTN-BH akan meningkatkan kualitas UT di dunia pendidikan dan bisa menghadapi masalah pendidikan di masa yang akan datang.

Terbitnya PP 39/2022 membuat UT bersama 20 universitas lainnya menjadi PTN-BH. Sehingga totalnya ada 21 universitas yang statusnya jadi PTN-BH. Apa langkah strategis UT untuk melebarkan sayap lebih luas lagi? Berikut wawan­cara wartawan Media Indonesia M Iqbal Al Machmudi dengan Rektor UT Prof. Ojat Darojat, M.Bus., Ph.D.

Apa rencana UT setelah menjadi PTN-BH? Apakah bakal sama dengan 20 PTN-BH untuk meningkatkan kualitas dan fasilitas? Sektor manakah yang difokuskan?

Fokus kita tetap menjalan­kan mandat utama pemerintah yakni pemerataan akses pendidikan tinggi bagi masyarakat di mana pun berada, jadi bukan masyarakat yang tinggal di Indonesia. Ada juga mahasiswa yang pekerja migran di luar negeri. Saat ini mahasiswa kami tersebar di 50 negara. Jadi pemerataan harus di­intensifkan dan direalisasikan.

Mahasiswa UT juga tersebar di 500 lebih kabupaten/kota. Dengan status PTN-BH, kami berupaya meningkatkan layanan dan menjangkau masyarakat di Indonesia bagian timur.

Fokus selanjutnya ialah kami ingin lebih intensif dan masif memberikan kesempatan bagi orang-orang yang sudah bekerja sebagai ASN (aparatur sipil negara) atau private sector yakni saat mereka ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, UT harus tampil sebagai solusinya. Dalam konteks jarak jauh bukan mahasiswa datang ke kampus tapi kampus yang datang ke tempat kerja mereka. Dengan begitu, mereka yang jauh dan di pedalaman masih bisa belajar sambil bekerja tanpa tertinggal S-1, S-2, atau S-3. Fokus lainnya adalah fresh graduate dari SLTA punya kesempatan dapat perguruan tinggi negeri karena UT menerima mahasiswa selebar-lebarnya.

Apalagi anak yang masuk UT melalui SNMPTN akan diberi beasiswa. Selama ini kami rekrut, kami berikan beasiswa 3 tahun. Jadi 3 fokus itu yang akan kami kejar.

Adapun dari sisi akademik, kami akan menawarkan program studi kekinian yang sedang digemari anak milenial supaya memberikan kesempatan dan pengalaman belajar bagi mereka yang sesuai kebutuhan zamannya. Seperti program studi ekonomi atau industri kreatif, karena enterpreneur harus dibangun, serta masih banyak lagi yang sesuai dengan kebutuhan saat ini.

Apa rencana strategis UT untuk memenuhi pem­biayaan ideal menuju PTN yang lebih baik lagi?

Kami punya keyakinan bahwa selama jumlah mahasiswa besar maka UT akan punya kesempatan mendapatkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang baik walaupun kami menerapkan biaya kuliah murah. Saya punya keinginan meningkatkan kualitas layanan mahasiswa dengan berbagai operasi yang dijalankan. Kami yakin semakin banyak mahasiswa masuk ke UT, maka dana operasional bisa diperoleh dari masyarakat.

Di samping itu saat menjadi PTN-BH, operasional dapat diperluas dengan mendirikan sub bisnis unit yang memang memiliki potensi income bagi UT. Di antaranya adalah, pengelolaan kegiatan pelatihan, pendidikan jarak jauh, edukasi, pembangunan, kompetensi pedagogik dosen, dan lain-lain.

Bagaimana dengan perubahan manajemen UT saat ini menjadi PTN-BH?

Dengan perubahan status ini, maka bakal ada perubahan manajemen dari hal terkait tata kelola akademik dan tata kelola universitas termasuk pengelolaan anggaran, sumber daya manusia, dan tata kelola universitas dari restrukturisasi proses re-engineering dalam struktur UT.

Re-engineering yakni bagai­mana struktur UT yang diba­ngun memang sesuai kebutuhan UT sebagai perguruan tinggi yang dijalankan secara perguruan tinggi jarak jauh (PTJJ). Jadi, bisa saja ada lembaga baru, badan baru atau lainnya yang dibentuk. Bisa juga ada pembubaran unit-unit kerja, termasuk evaluasi unit kerja.

Jadi pastinya ada perubahan manajemen yang sangat mendasar. Perubahan manajemen itu memungkinkan tumbuhnya kultur baru. Untuk memastikan sistem baru bekerja dengan baik di lapangan, maka kita dampingi dengan kebijakan yang di dalamnya ada kebijakan mutu, SOP, petunjuk kerja dan dilengkapi format isian bagi setiap user.

Perubahan status ini apakah akan mempengaruhi biaya menjadi lebih mahal?

Agar UT bisa merangkul semua pihak dan menjadikan UT sebagai instrumen strategis pemerintah untuk pemerataan pendidikan tinggi di masyarakat, syaratnya satu yaitu biaya uang kuliah tunggal (UKT) harus terjangkau untuk lapisan masyarakat. Jadi yang diusung, bukanlah pada peningkatan komersialisasi, tapi peningkatan akses bagi masyarakat agar masyarakat dapat menikmati jasa layanan pendidikan tinggi.

Peningkatan akses itu hanya dapat dilakukan ketika biaya kuliah di UT murah. Jika sekarang per SKS Rp35 ribu-Rp75 ribu, kalau sistem paket semester bagi program S-1 adalah Rp1.3 juta sampai Rp3 juta. Apabila orang itu tak dapat membeli paket, kami sediakan paket ‘ketengan’ untuk kuliah di UT dengan harga per SKS kisaran Rp35 ribu-Rp75 ribu.

Selain itu, saat ini mahasiswa kami yang sedang aktif 420 ribu, tetapi dalam pang­kalan data sekitar 1,3 juta mahasiswa. Di antara mereka, ada mahasiswa yang tidak registrasi semester sebelumnya. Itu tak dibatasi waktu tempuhnya karena di UT tidak kenal drop out.

Apakah UT akan tetap meningkatkan kuliah jarak jauh secara daring?

Itu merupakan keunggulan bersaing kampus UT dengan lainnya. Tentu kami makin meningkatkan kualitas laya­nan pembelajaran jarak jauh (PJJ) bagi masyarakat. Sekarang kami gencar melakukan marketing termasuk kegiatan publisitas agar masyarakat Indonesia semakin tahu di negeri ini ada UT.

Layanan PJJ akan semakin masif dan salah satu model learning delivery adalah online learning dengan penerapan online pedagogy. Jadi, kami amat ekstensif melibatkan teknologi untuk kepentingan penyelenggaraan pendidikan di UT.

Image PTN-BH kurang begitu baik di mata masyarakat, misal dituding mengarah komersialisasi. Bagaimana UT menyikapi hal ini?

Perubahan status UT dari PTN-BLU menjadi PTN-BH bukan berdasarkan pada semangat komersialisasi tetapi semangat meningkatkan kualitas layanan bagi mahasiswa. Semangat peningkatan kualitas layanan itu pun didukung semangat masyarakat di kota besar, daerah, dan daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) agar memiliki kesempatan mendapatkan pendidikan tinggi. Bukan semangat komersialisasi yang ditonjolkan tetapi justru kami ­inginkan UT menjadi instrumen strategis bagi bangsa dalam konteks meningkatkan sumber daya manusia di mana pun, dan pekerjaan apa pun.

Jadi, segmen pasarnya, ­orang yang bekerja atau baru lulus SLTA harus memiliki kesempatan sama untuk mendapat jasa layanan perguruan tinggi. Termasuk masyarakat disabilitas sehingga dengan PTN-BH harus membuat pendidikan inklusif dan merangkul semua pihak. Seberapa pun banyaknya lulusan SLTA kami harus terima. Dengan demikian, bukan komersialisasi dalam konteks PTN-BH, tetapi peningkatan akses yang tinggi berkualitas bagi masyarakat.

Dengan status ini, apakah akan menambah keperca­yaan publik terhadap UT?

Tentu, sasaran akhirnya publik semakin percaya UT se­bagai pilihan bagi mereka yang mau menguliahkan anaknya ke perguruan tinggi. Lewat civil effect yang dikeluarkan UT, sama halnya civil effect atau pengakuan atas ijazah yang di keluarkan UT. Belajar pun menjadi lebih fleksibel, karena belajar di mana saja dan kapan saja tanpa harus meninggalkan keluarga dan domisili. Dengan UT, biaya kuliah pun semakin murah dan terjangkau serta berkualitas bagus. (S3-25)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat