visitaaponce.com

PTS Dikuasai Oligarki, Kesenjangan Pendidikan Tinggi Makin Lebar

PTS Dikuasai Oligarki, Kesenjangan Pendidikan Tinggi Makin Lebar
Ilustrasi(Istimewa)

DISPARITAS atau kesenjangan di dunia pendidikan tinggi saat ini makin melebar. Hal itu sangat dirasakan perguruan tinggi swasta (PTS) milik publik yang harus berjuang untuk bersaing dengan perguruan tinggi negeri (PTN) dan PTS milik kaum oligarki atau segelintir orang.

Forum Silaturahmi Doktor Indonesia (Forsiladi) menilai hal itu bisa berdampak buruk bagi dunia pendidikan Indonesia saat ini. Sebab, PTS biasa selain bersaing dengan PTN yang mendapat sokongan dana dari pemerintah, mereka juga kesulitan bersaing dengan PTS milik oligarki yang notabene mahasiswanya adalah kelompok masyarakat ekonomi menengah ke atas.

"Banyak PTS yang didirikan kapital yang punya uang besar, contohnya di Pancoran. Para oligarki yang sekarang selain masuk ke politik mereka juga masuk ke dunia pendidikan," ujar Ketua DPW Forsiladi Jakarta, Taufiqurahmah dalam rapat bersama Komisi X DPR RI, Rabu (9/11).

Menurutnya, dengan kehadiran PTS milik oligarki seolah-olah membelah dan makin memperlebar jurang antara masyarakat ekonomi menengah ke bawah dan ekonomi menengah ke atas. PTS milik oligarki dengan berbagai fasilitas yang sangat lengkap mengenakan biaya pendidikan yang sangat mahal, sehingga hanya bisa dijangkau kalangan mahasiswa mampu.

"Jadi dia change yang murah untuk masyarakat ekonomi ke bawah dan yang lain dia siapkan peralatan yang sangat canggih," ucapnya.

Taufiqurahmah menilai kondisi ini harus segara diatasi. DPR dan pemerintah perlu membatasinya dengan regulasi agar dunia pendidikan benar-benar menjadi milik semua masyarakat Indonesia.

"Kalau regulasi ini tidak dibatasi pemerintah dan DPR sebagai penjaga gawang untuk pembuatan UU budgeting dan juga pengawasan maka ke depan tinggal tunggu kehancuran. Dunia pendidikan kita akan acak-acakan, dunia pendidikan hanya dimiliki orang berduit saja, orang yang tentu punya akses saja," tegasnya.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa PTS biasa yang menerapkan biaya tidak terlalu mahal saja kesulitan mendapatkan mahasiswa. Sebab, pada umumnya ekonomi masyarakat Indonesia memang masih jauh untuk dikatakan mampu.

Belum lagi, PTN juga membuka seleksi mandiri dengan rentang waktu yang lama. Meski dibatasi, sering PTN mengabaikan berbagai aturan demi mendapatkan mahasiswa baru lewat jalur mandiri.

"Kami juga harus bersaing dengan PT yang baru yang notabene dengan kapital yang besar jaringan luas, oligarki sudah masuk ke dalam. Ini hal yang sangat kita sayangkan," kata dia.

Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mengatakan bahwa kesempatan mendapatkan pendidikan tinggi di Indonesia memang sangat kecil. Tercatat Angka Partisipasi Kasar (APK) hanya sekitar 14% dari jumlah lulusan sekolah menengah.

"Ternyata angka mendapatkan kesempatan pendidikan tinggi di Indonesia itu sangat kecil sekali. Jadi kalau kita lihat dari APK itu rata-rata Diploma dan S1 itu hanya 14% dari jumlah siswa kita yang bisa berhasil meneruskan pendidikan," ucapnya.

Dede menyebut bahwa sudah banyak kebijakan pemerintah untuk mendorong makin banyak generasi muda yang meneruskan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi. Mulai dari beasiswa hingga kebijakan afirmasi lainnya.

Dia menyoroti banyaknya persoalan di dunia pendidikan tinggi termasuk korupsi seperti yang terjadi pada Rektor Unila. Semua itu harus dibenahi dan pemerintah perlu mendukung PTS agar makin banyak lulusan SMA yang bisa melanjutkan pendidikannya.

"Tapi realitanya perguruan swasta sedang kekurangan mahasiswa karena pandemi kemarin dan berbagai hal lain. Kami sedang mendeskripsikan masalah pendidikan ini," tandasnya.(H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat