visitaaponce.com

Lambat Diagnosis dan Pengobatan Jadi Tantangan Tangani Kanker di Tanah Air

Lambat Diagnosis dan Pengobatan Jadi Tantangan Tangani Kanker di Tanah Air
Peringatan Hari Kanker Sedunia dengan menggelar seminar awam bertajuk 'We Care to Close the Care Gap' di Jakarta, Minggu (19/2).(Ist)

BERDASARKAN data Globocan tahun 2020, total kasus baru kanker di Indonesia mencapai hampir 400 ribu kasus, dengan kasus terbanyak adalah kanker payudara sebanyak 16,6%, kanker leher rahim atau kanker serviks sebanyak 9,2% dan kanker paru 8,8% dari semua kasus kanker baru.

Ketiga jenis kanker ini memiliki angka kematian tinggi, yang umumnya dipengaruhi juga oleh diagnosis penyakit yang terlambat atau tertundanya pengobatan karena berbagai hal.

Deteksi dini kanker leher rahim dapat dilakukan melalui metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) atau pap smear. Sedangkan deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan dengan metode Periksa Payudara Klinis (Sadanis), atau mammografi pada post menopause atau USG payudara pada premenopause,” ujar dokter spesialis penyakit dalam konsultan hematologi onkologi medic, dr. Nadia Ayu Mulansari SpPD-KHOM, pada seminar awam bertajuk We Care to Close the Care Gap.

Baca juga : 15.746 Faskes Dioptimalkan di 6 Jalur Nataru

Seminar tersebut diselenggarakan Perhimpunan Onkologi Indonesia (POI) di Jakarta, Minggu (19/2). Seminar yang juga dihadiri Menteri Kesehatan (menkes) Budi Gunadi Sadikin itu menjadi bagian dari peringatan Hari Kanker Sedunia yang jatuh setiap 14 Februari.

Berdasarkan laporan Kementerian Kesehatan, sepanjang 2019 sampai 2021 terdapat 2.827.177 perempuan usia 30-50 tahun yang telah menjalani dua jenis deteksi dini kanker tersebut. Meski jumlahnya meningkat dari sebelumnya, jumlah ini baru mencapai 6,83% dari sasaran nasional.

“Padahal, semakin dini kanker terdiagnosis, pengobatannya lebih mudah dan murah dibanding kanker stadium lanjut, tingkat kesembuhannya juga lebih tinggi,” kata dr. Nadia.

Baca juga : Tingkatkan Klinis dengan Patient Monitor, GE HealthCare & Perdatin Kerja Sama

Selain deteksi dini yang masih minim, lanjut dr. Nadia, problem lainnya ialah adanya kecenderungan sebagian pasien untuk menghentikan pengobatan, bahkan tidak mau berobat setelah terdiagnosis kanker.

Ada pula sebagian pasien yang tertunda pengobatannya karena jumlah pasien yang melebihi kapasitas fasilitas ruang rawat, antrean diagnostik ataupun obat obatan yang terbatas peruntukkannya (restriksi).

Hal senada disampaikan Dr. dr. Cosphiadi Irawan, Sp.PD-KHOM, FINASIM.

Baca juga : GE HealthCare dan Elekta Tingkatkan Perawatan Kanker melalui Radioterapi

“Berbagai faktor menyebabkan delay of diagnosis (keterlambatan diagnosis) sehingga sekitar 60-65% pasien yang datang memeriksakan diri telah ada pada stadium lokal lanjut /lanjut (stadium III/IV),” tuturnya.

Faktor-faktor penyebabnya antara lain, kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat untuk menjalankan deteksi dini kanker, ketimpangan jumlah fasilitas penanganan kanker di berbagai daerah dan rumah sakit, terbatasnya jumlah tenaga medis khusus kanker dan penyebarannya yang tidak merata.

Selain itu, belum adanya tim multidisiplin kanker yang baik; obat kanker terbaru banyak yang belum masuk ke dalam program Jaminanh Kesehata Nasional (JK) agar mudah dijangkau masyarakat luas; beberapa obat yang telah terdaftar dalam formularium nasional direstriksi hanya untuk kasus kanker tertentu saja.

Baca juga : Ini Pentingnya Deteksi dan Penanganan Dini Skoliosis

Misalnya, oksaliplatin hanya untuk kanker usus besar, padahal obat ini juga dapat digunakan untuk kanker lain (seperti kanker pankreas, lambung, dan getah bening).

Close the Care Gap

Hari kanker Sedunia (World Cancer Day/WCD) tahun ini yang mengangkat tema “Close the Care Gap” diharapkan dapat dijadikan momentum akselerasi perbaikan pelayanan kanker di Indonesia.

Baca juga : RUU Kesehatan: Ubah Wajah Layanan dan Jawab Masalah Kesehatan Indonesia

Close the Care Gap menekankan pentingnya menutup kesenjangan dalam penanganan kesehatan, khususnya kanker.

Beberapa penyebab kesenjangan dalam layanan kanker di antaranya: faktor pasien seperti pendapatan, tingkat pendidikan dan pengetahuan, lokasi tempat tinggal dan kondisi geografis, faktor pelayanan kesehatan seperti ketersediaan, ataupun fasilitas yang tidak lengkap, dan kurangnya ketersediaan tenaga medis ahli kanker berkualitas.

Sementara itu, faktor masyarakat, misalnya adanya stigma negatif terhadap pasien kanker serta faktor kebijakan nasional, misalnya obat-obat kanker baru yang belum masuk ke dalam pembiayaan asuransi nasional.

Baca juga : Menkes Dorong Ibu Menjadi Dokter Keluarga, Gaungkan Gerakan Promotif Kesehatan

“Dengan dicanangkannya tema “Close the Care Gap” pada peringatan hari kanker sedunia kali ini, diharapkan kesenjangan yang terjadi terhadap pelayanan kanker dapat teratasi dan pasien pasien kanker di seluruh Indonesia dapat mendapatkan pelayanan yang terbaik,” kata dr. Chospiadi.

Peringatan WCD digelar di Jakarta serta berbagai daerah lain di Indonesia. Di Jakarta, kegiatan peringatan diisi antara lain dengan seminar awam yang diikuti masyarakat dan seminar ilmiah yang diikuti para dokter.

Penyelenggaraan pringatan WCD didukung oleh berbagai pihak, termasuk perusahaan biofarmasi Etana.

“Etana rutin mendukung kegiatan peringatan World Cancer Day setiap tahunnya, dimana kami bekerja sama dengan Persatuan Onkologi Indonesia (POI) memberikan edukasi terkait kanker kepada tenaga kesehatan, pasien, dan keluarga,"  papar Lusy Andriani, Corporate Communication Manager PT. Etana Biotechnologies Indonesia.

"Etana sebagai salah satu perusahaan biofarmasi di Indonesia berkomitmen untuk melayani pasien dalam menyediakan terapi berkualitas tinggi, terjangkau, dan inovatif pada produk onkologi dan vaksin,” jelas Lusy. (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat