visitaaponce.com

Harus Ada Insentif untuk Perkuat Restorasi Gambut

Harus Ada Insentif untuk Perkuat Restorasi Gambut
Pemandu dan pengunjung mengamati Nepenthes atau kantong semar saat melintasi jalur ekowisata rawa gambut Hutan Lindung Gambut (HLG), Jambi.(Antara/Wahdi Septiawan)

Restorasi gambut menjadi salah satu kunci untuk menekan emisi di sektor hutan dan lahan. Pasalnya, gambut memiliki simpanan karbon dalam jumlah yang sangat besar. Restorasi gambut dan rehabilitasi mangrove juga dapat membantu mencapai 59% dari taget penurunan emisi gas rumah kaca yang tertuang dalam encahced nationally determined contribution (NDC).

Sayangnya, sampai saat ini, masih banyak kendala yang ditemui dalam melakukan restorasi gambut. Salah satu kendala terbesar ialah kurangnya insentif bagi masyarakat agar konsisten dalam melakukan kegiatan tersebut.

"Kendala utama yang dihadapi di lapangan adalah perlunya insentif bagi masyarakat agar mau melanjutkan upaya pengolahan lahan tanpa membakar. Minimal untuk meringankan biaya pengolahan lahan," kata Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono kepada Media Indonesia, Senin (6/3).

Kendati demikian, ia meyakini tahun ini pihaknya akan mampu meningkatkan partisipasi aktif publik dengan melakukan kegiatan berbasis masyarakat untuk restorasi gambut. Untuk melakukan hal itu, BRGM mendapatkan pendanaan sebesar Rp305 miliar dari APBN.

"Selain pendekatan kepada masyarakat, perusahaan dan pemilik konsesi bertanggung jawab terhadap restorasi gambut di area kerja masing-masing. KLHK melakukan monitoring dan supervisi pelaksanaannya," ucap dia.

BRGM menargetkan sebanyak 300 ribu hektare area gambut di Indonesia bisa direstorasi pada 2023. Adapun, beberapa provinsi yang menjadi ranah kerja BRGM yakni Riau, Jambi, Sumatra Selatan Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Papua.

"Target 1,2 juta hektare yang diberikan presiden kepada BRGM dilaksanakan khusus di gambut rusak di areal nonkonsesi. Sampai dengan akhir tahun 2022 sudah terealisasi 586 ribu hektare," tutur Hartono.

Selain untuk menekan emisi, restorasi gambut juga menjadi kunci untuk pencegahan kebakaran hutan dan lahan. Sebab, ekosistem gambut memang rentan terbakar pada musim kemarau panjang. Terlebih lagi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi tahun ini akan lebih kering dibanding tahun kemarin.

Sebelumnya, berdasarkan studi yang dilakukan oleh Pantau Gambut, sebanyak 16,4 juta hektare area gambut di Indonesia rentan terbakar. Area seluas 3,8 juta hektare masuk dalam kategori kerentanan tinggi dan 12,6 juta hektare tergolong ke dalam kerentanan sedang. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat