visitaaponce.com

Kebakaran di Lahan Gambut Meningkat Signifikan

Kebakaran di Lahan Gambut Meningkat Signifikan
Kebakaran di lahan gambut(MI/Dwi Apriani)

BERDASARKAN data yang dihimpun Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di tujuh provinsi yang menjadi prioritas restorasi gambut terjadi peningkatan kejadian kebakaran gambut pada tahun ini.

Kepala Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM) Hartono mengungkapkan, kebakaran terjadi di lahan gambut seluas 74.013 hektare dalam periode Januari hingga September 2023.

Bila dibandingkan dengan luas lahan gambut terbakar tahun-tahun sebelumnya, Hartono menyatakan tahun ini mengalami peningkatan signifikan,di mana pada periode yang sama pada tahun 2022, luas kebakaran lahan gambut sekitar 20.508,98 hektare.

Baca juga : NTT Diguyur Hujan Ringan, Suhu Masih 35-37 Derajat Celcius

“Meningkatnya kejadian kebakaran di lahan gambut pada tahun ini sebagiannya dikarenakan fenomena el Nino yang melanda Indonesia yang menyebabkan musim kemarau yang lebih kering. Apabila dibandingkan dengan tahun el nino terakhir pada tahun 2019, kejadian kebakaran di lahan gambut mencapai 228.512 hektare pada periode yang sama, atau 3 kali lipat dibandingkan yang terjadi pada tahun ini,” kata Hartono saat dihubungi, Minggu (22/10).

Adapun, kebakaran gambut yang terjadi di tujuh provinsi prioritas secara rinci yakni Riau seluas 3.694 hektare, Sumatra Selatan seluas 11.479 hektare, Kalimantan Barat seluas 24.620 hektare, Kalimantan Tengah seluas 27.771 hektare, Kalimantan Selatan seluas 2.203 hektare dan Papua Selatan seluas 4.144 hektare. Sementara di Jambi tidak ada kebakaran lahan gambut sama sekali.

Baca juga : Di UGM, Menteri Siti: Turbulensi Kehutanan Indonesia Telah Berlangsung Lama

Ia membeberkan, fenomena el nino memang menyebabkan berkurangnya air di lahan gambut. Pasalnya, lahan gambut di Indonesia sebagian besar adalah gambut ombrogen yang memiliki sumber air hanya dari air hujan.

“Pada saat el nino, di mana curah hujan berkurang jauh dibawah normal dan evaporasi yang kuat dimusim kemarau, menyebabkan cadangan air di lahan gambut berkurang drastis,” kata dia.

Hartono menyatakan, berdasarkan alat pemantau tinggi muka air yang dipasang, tinggi air gambut berada minus 1 meter dibawah permukaan tanah gambut. Kurangnya air dan kekeringan ini yang memicu kebakaran di lahan gambut menjadi lebih masif.

Ia menegaskan bahwa restorasi gambut yang dilakukannya dengan menekankan pendekatan 3R yaitu rewetting, revegetasi dan revitalisasi sumber mata pencaharian masyarakat dengan tujuan agar masyarakat memiliki pencaharian yang mengedepankan pengelolaan lahan tanpa bakar.

Sepanjang 2023, pihaknya telah melakukan pembangunan 369 unit sekat kanal, 195 hektare revegetasi dan 151 kegiatan revitalisasi.

Selain itu, untuk memastikan keberfungsian infrastruktur yang telah dibangun, BRGM dan pemerintah daerah melakukan pemeliharaan atas 7.948 unit sumur bor, 2.257 unit sekat kanal, dan 296 unit perbaikan sekat kanal. Keseluruhan aktivitas restorasi gambut ini melibatkan partisipasi masyarakat setempat.

Lahan gambut di Indonesia, berdasarkan data per tahun 2019 adalah sekitar 13,4 juta hektar, didalamnya terdapat lebih dari 240 ribu km kanal-kanal buatan yang ditujukan untuk budidaya di lahan gambut.

Pelaksanaan restorasi gambut melalui pembangunan sekat kanal pada kanal-kanal tersebut bertujuan untuk mempertahankan air selama mungkin sehingga terjaga kelembabannya.

“Akan tetapi dengan kemarau el Nino yang sangat kering, memang menyebankan berkurangnya air cukup signifikan di lahan gambut,” imbuhnya.

Ia menyatakan, kejadian kebakaran di lahan gambut sebagiannya memang merupakan kejadian kebakaran yang berulang. Faktanya, penggunaan api di lahan gambut masih kami temui di lapangan, baik untuk mengelola lahan ataupun aktivitas lainnya.

“Perlu peran para pihak untuk dapat menekan kejadian kebakaran di lahan gambut, terutama partisipasi masyarakat dengan mengedepankan pengelolaan lahan tanpa bakar,” pungkas Hartono.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mencatat bahwa sejak Januari hingga September 2023, ada sebanyak 642.099,73 hektare. Titik api tersebut didominasi keberadaanya di dalam konsesi 194 perusahaan. Bahkan dari 194 perusahaan tersebut, setidaknya 38 perusahaan juga melakukan kebakaran hutan dan lahan di 2015 hingga 2020.

“Kebakaran berulang yang terjadi sejak 2015 sampai saat ini kan menandakan bahwa gak ada penegakan hukum yang kuat. Kalau ada penegakan hukum, gak akan ada kebakaran berulang,” kata Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional Uli Artha Siagian.

Menurut dia, semestinya KLHK melakukan evaluasi seluruh perizinan hingga mencabut izin perusahaan yang terbukti menyebabkan karhutla berulang. Perusahaan itu pun semestinya diblacklist untuk diberikan perpanjangan izin ataupun peminjaman modal. Selain itu, langkah yang dilakukan KLHK untuk menangani perusahaan penyebab karhutla pun jangan hanya penyegelan saja, tapi juga harus dikawal sampai ke ranah hukum.

“Jika tidak berani mengambil tindakan untuk melakukan penegakan hukum dengan mengevaluasi seluruh perizinan, mencabut izin perusahaan yang jahat, memberikan sanksi pidana, menjalankan putusan pengadilan, dan memberikan blacklist perusaaan yang berulang membakar lahan, maka 10 tahun kedepan kita tetap akan berhadapan dengan masalah karhutla. Tidak berlebihan jika kita bilang kalo pengurus negara ini melakukan kejahatan luar biasa bagi rakyatnya,” tegas Uli. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat