visitaaponce.com

Kemendikbud-Ristek Revitalisasi 59 Bahasa Daerah Tahun Ini

Kemendikbud-Ristek Revitalisasi 59 Bahasa Daerah Tahun Ini
Kegiatan dengan bahasa daerah, ritual Bawanang di Balai Adat DusunRitual Bayawana, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan.(Antara Foto/STR)

Untuk mengatasi kepunahan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) akan melakukan revitalisasi sebanyak 59 bahasa daerah di tahun 2023. Revitalisasi bahas daerah merupakan program yang setiap tahun rutin dilakukan di berbagai daerah demi menjaga kelestarian bahasa daerah.

Kepala Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud-Ristek, Aminudin Aziz, mengatakan dari tahun ke tahun umumnya jumlah bahasa daerah yang direvitalisasi terus bertambah. Dengan begitu potensi kepunahan bahasa-bahasa di daerah bisa terus ditekan.

"Dari jumlah yang tahun lalu ada kenaikan sebanyak 20, jadi 59 bahasa daerah di tahun ini, insya Allah tahun depan bertambah lagi," kata pria yang akrab dipanggil Amin itu, saat dihubungi Media Indonesia, Selasa (14/3).

Baca juga: Bahasa Daerah dalam Himpitan Zaman

Tahun lalu ada sebanyak 39 bahasa daerah telah melalui proses revitalisasi. Seluruhnya berasal dari 22 provinsi.

"Lalu tahun depan kita masih sedang mengidentifikasi bahasa yang memang bisa kita revitalisasi, karena perlu ada koordinasi dan kolaborasi dengan pemerintah daerah dan penuturnya," lanjutnya.

Baca juga: Kalimantan Tengah Komitmen Lestarikan Bahasa Daerah

Secara teoritis, Aminudin menjelaskan terkait dengan perlindungan bahasa harus ada beberapa langkah yang dilakukan. Mulai dari pemetaan, kajian vitalitas, inventarisasi, revitalisasi, dan dokumentasi atau registrasi.

"Kita selama ini terlalu fokus dalam inventarisasi, itu tidak salah, tetapi setelah ada pendokumentasian harus ada langkah berikutnya supaya bahasa-bahasa itu tidak lenyap begitu saja, itu yang kita kerjakan melalui revitalisasi kali ini," tutur Amin.

Revitalisasi kali ini dilakukan dengan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, komunitas, para penutur, dan dengan sekolah.

"Dari situ kita bergerak melalui jalur pendidikan dan bukan pendidikan lalu dilakukan pelatihan kepada para calon guru utama, kemudian didiseminasi ke guru-guru yang lain. Pembelajaran di sekolah atau luar sekolah, di evaluasi, kemudian baru kita lakukan selebrasi melalui festival," tutup Amin.

(Z-9)


 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat