visitaaponce.com

Refleksi Hari Pendidikan, Siswa di Inggris Betah Sekolah karena Jarang Diberi PR

Refleksi Hari Pendidikan, Siswa di Inggris Betah Sekolah karena Jarang Diberi PR
Ilustrasi(Pexels)

HARI Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang diperingati hari ini menjadi momentum refleksi sistem pendidikan di Indonesia. Salah satunya soal banyaknya pekerjaan rumah (PR) yang dianggap membebani siswa.

Hal ini berbeda dengan kebijakan beberapa negara lain, salah satunya Inggris. Mahasiswa Indonesia yang sedang menempuh studi S3 di Inggris  mengatakan salah satu yang membuat para siswa di Inggris betah bersekolah karena guru tidak banyak memberikan pekerjaan rumah (PR) kepada para siswa. Hal ini berbeda dengan kondisi di Indonesia.
 
“Sekolah memberikan PR, tetapi sedikit sekali. Mereka fokus pada kegiatan pembelajaran di sekolah. Anak-anak di dorong belajar sebanyak mungkin di sekolah, sehingga di rumah lebih rileks,” ucap Corry Caromawati, Mahasiswa Doktoral bidang Pendidikan di University of Leeds dalam Webinar Berbagi Praktik Baik di UK dan Indonesia yang diselenggarakan Doctrine UK dan Kelas Kreatif Indonesia, Selasa, 2 Mei 2023.

Baca juga : Hardiknas 2023, Beasiswa Pendidikan Indonesia Kembali Dibuka
 
Ibu dua anak tersebut menuturkan, anaknya yang mengenyam pendidikan sekolah dasar di Inggris hanya mendapatkan pekerjaan rumah satu kali seminggu. Itupun PR nya adalah membaca buku sesuai kemampuan literasi siswa.

Senada, Mahasiswa Doktoral bidang Pendidikan di University of Manchester, Desmaliza menuturkan barulah di jenjang sekolah menengah, guru memberikan PR lebih banyak kepada para siswa. Putranya yang sedang menempuh kelas 10 pendidikan menengah mendapatkan PR yang bersifat project based learning atau pembelajaran berbasis proyek, bukan hafalan.

Baca juga : Runtuhnya Moral (dalam) Pendidikan di Perguruan Tinggi

“Orang tua diberikan aplikasi untuk memantau apakah putra-putrinya sudah mengerjakan PR, dan sejauh mana capaian mereka,” ujarnya.
 
Dalam webinar tersebut, sejumlah anak Indonesia yang sedang bersekolah di tingkat dasar dan menengah memberikan testimoni pengalaman bersekolah di Inggris. Sebagian anak menuturkan mereka senang bersekolah di Inggris sebab PR nya jauh lebih sedikit dibandingkan sekolah di Indonesia.


Kebebasan berpendapat

Yais Gumbira Buanawaty, Guru SD Gagas Ceria Bandung menuturkan, saat ini sekolahnya pun sudah tidak membebani para siswa dengan PR. Para guru menerapkan kurikulum Merdeka Belajar yang memberikan keleluasaan untuk anak belajar.
 
“Sekolah kami juga lebih banyak memberikan pembelajaran melalui project based learning, dan memperbanyak kegiatan di luar kelas agar anak tidak jenuh,” ucap penggiat Kelas Kreatif tersebut.
 
Ia berharap seluruh sekolah di Indonesia menerapkan pembelajaran yang lebih menyenengkan untuk para peserta didik.  Selain PR yang tidak terlalu banyak, salah satu keunggulan sistem pembelajaran di Inggris adalah para siswa diberikan kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi.
 
“Anak-anak diberikan hak untuk bersuara, mereka tidak dilarang untuk kritis berpendapat. Selain itu, mereka diajarkan menghargai perbedaan agama, ras, tanpa didoktrin oleh sekolah,” ujar Corry.
 
Desmaliza yang sedang melakukan penelitian tentang praktik pendidikan menengah di Indonesia menuturkan bahwa siswa di Indonesia cenderung takut berbicara dan berbeda  pendapat karena guru yang kurang bersikap terbuka terhadap kritik. “Hardiknas ini harus jadi momentum untuk seluruh pendidik memperbaiki diri, para guru harus mau menanggapi pendapat, kritik, dan pertanyaan dari para muridnya dengan lebih sabar dan terbuka,” ucapnya.
 
Webinar publik tersebut digelar oleh Klaster Education Doctrine-UK keilmuan, bersama Kelas Kreatif Indonesia dan dihadiri oleh para guru, dosen, penggiat pendidikan di sejumlah provinsi di Indonesia dan Inggris. (Medcom.id/Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat