visitaaponce.com

Ini 3 Rekomendasi Kebijakan dari Konferensi Gender ASEAN di Yogyakarta

Ini 3 Rekomendasi Kebijakan dari Konferensi Gender ASEAN di Yogyakarta
Ilustrasi(Unsplash)

ASEAN Gender Mainstreaming Conference di Yogyakarta menghasilkan tiga rekomendasi kebijakan yang dikembangkan untuk mempercepat pelaksanaan ASEAN Gender Mainstreaming Strategic Framework (AGMSF) atau Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN.

Ketiga rekomendasi itu terdiri dari, pertama, penetapan strategi percepatan pelaksanaan AGMSF dan rencana pelaksanaan tahap pertama.

Kedua, memperkuat peran Badan Sektoral ASEAN dan ketiga, mengubah pola pikir dan perilaku menuju ASEAN yang tanggap gender dan inklusif.

Baca juga : Indonesia Dorong Kesetaraan Gender Dan Pemberdayaan Perempuan ASEAN

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan ketiga rekomendasi kebijakan ini merupakan upaya untuk mempercepat implementasi pengarusutamaan gender di ASEAN dan mendukung 3 pilar ASEAN.

"Kita semua berharap upaya ini membantu kita dalam menyempurnakan rekomendasi untuk Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi, dan Sosial Budaya Masyarakat dalam melembagakan pengarusutamaan gender pada sektor masing-masing,” ujar Menteri PPPA pada penutupan ASEAN Gender Mainstreaming Conference, Selasa (4/7) di Yogyakarta.

Konferensi ini adalah bagian dari fase pertama dari rencana implementasi Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN yang berfokus pada membangun komitmen dan kapasitas yang lebih besar untuk setiap upaya kebijakan yang responsif gender.

Baca juga : Perempuan di Seluruh Dunia Berjuang Melawan Disinformasi Gender


Fase pertama 2021-2025

Menteri PPPA menyebut fokus utama dalam fase pertama yang berlangsung pada 2021 hingga 2025 adalah untuk memastikan bahwa setiap pertimbangan kebijakan gender menjadi bagian integral dari desain, implementasi, pemantauan dan pembelajaran dari setiap program pembangunan.

“Kegiatan ini dimaksudkan juga untuk memperkuat implementasi dari Kerangka Kerja Strategis Pengarusutamaan Gender ASEAN. Wawasan yang dibagikan, kolaborasi yang terbentuk, dan persahabatan yang terjalin tidak diragukan lagi akan membuka jalan bagi komunitas ASEAN yang lebih cerah, lebih inklusif, dan setara gender. Mari kita teruskan semangat pemberdayaan perempuan, memicu perubahan transformatif, dan menciptakan masa depan untuk semua,” ujar Menteri PPPA.

Sebelumnya, sebagai bahan penyusunan rekomendasi kebijakan yang dihasilkan hari ini, telah dilakukan 3 tahap pengumpulan data, yaitu melalui pemetaan issu gender dan kaji ulang atas dokumen yang pernah dihasilkan, rapid assetment secara online untuk mengidentifikasi halangan dan tantangan implementasi dari AGMSF dan praktik baik dari setiap negara di ASEAN serta dilakukan juga Focus Group Discussion untuk mendapatkan masukan dari upaya implementasi dari AGMSF.

Baca juga : Strategi Pengarusutamaan Gender Jadi Landasan Utama Semua Pembangunan 

ASEAN Committee on Women – Indonesia, Lenny N Rosalin menyatakan konferensi ini diharapkan dapat lebih memperkuat komitmen di setiap badan sektoral untuk mengintegrasikan isu gender yang multidimensional dan terintegrasi di setiap sektor pembangunan.

"Agar tahun 2024 kita bisa memasuki fase implementasi yang lebih membumi, dipahami dengan mudah oleh masyarakat," imbuhnya.

Dari hasil rapid assestment didapatkan bahwa ternyata masih banyak kendala dari pemahaman komitmen dari setiap badan sektoral. Karena itu, penting sekali memastikan bahwa pengarusutamaan dan inklusivitas gender disisipkan dan diintegrasikan dalam sistem perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan-evaluasi.

Baca juga : Menteri PPPA Bintang Sebut Perempuan Masih Alami Beban Ganda

"Untuk memastikan bahwa pengarusutamaan gender tidak dianggap sebagai beban tambahan,” ujar Lenny.

 

Dimulai dari desa

Salah satu narasumber dalam forum ini adalah Wasingatu Zakiyah, gender champion perwakilan dari provinsi DI Yogyakarta. Zakiyah yang berasal dari Desa Wedomartani, Kabupaten Sleman selama ini aktif memperjuangkan kesetaraan gender di desanya dan saat ini juga sebagai pendamping untuk program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang diinisiasi oleh KemenPPPA. Menurutnya upaya mendorong mainstreaming gender harus dilakukan dari tingkat desa.

“Bersama-sama dengan komunitas desa di Indonesia, kami aktif mendorong kaum perempuan untuk bisa memimpin desa, terlibat dalam tata kelola di desa yang memperhatikan kelompok rentan, yaitu perempuan, anak, lansia dan disabilitas. Regulasi di desa menjadi kunci agar perempuan dan anak diperhatikan. Itu sebabnya, kami terus berusaha terlibat dalam tata kelola perencanaan dan penganggaran di desa, karena dari sini akan muncul proses penganggaran yang responsive gender. Dari desa-lah kunci untuk kesetaraan gender itu diraih, kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan,” ucap Zakiyah.

Baca juga : Indonesia Dorong Kesetaraan Akses Energi bagi Perempuan

Dwi Rubiyanti Kholifah dari AMAN Indonesia turut menyuarakan pentingnya keberpihakan pada pemenuhan hak perempuan dan anak perempuan dalam kondisi konflik.

“Dengan memprioritaskan hak-hak perempuan dan anak perempuan, Indonesia dapat menjamin hak mereka atas keamanan, martabat, dan kesejahteraan dalam situasi konflik bersenjata,pengungsian, dan rekonstruksi pasca-konflik memberdayakan perempuan dan anak perempuan, memungkinkan mereka untuk secara aktif berkontribusi pada komunitas mereka dan masyarakat. Ketika perempuan terlibat dalam proses pengambilan keputusan, mereka dapat mempengaruhi kebijakan dan program yang berdampak langsung pada kehidupan mereka, menuju pembangunan yang lebih berkelanjutan dan inklusif,” tutur Ruby. (Z-4)

Baca juga : Menteri PPPA Dorong Kesetaraan Akses Energi bagi Perempuan Perdesaan

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat