visitaaponce.com

Walhi Ingatkan Pemerintah untuk Upayakan Pencegahan Karhutla Sejak Dini

Walhi Ingatkan Pemerintah untuk Upayakan Pencegahan Karhutla Sejak Dini
Pemadaman karhutla di Riau(MI/Rudi Kurniawansyah)

WAHANA Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) meminta pemerintah untuk melakukan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan sejak dini. Tahun ini, Indonesia diliputi ancaman karhutla yang tinggi. Pasalnya ada El Nino yang menyebabkan kondisi cuaca semakin panas, dan berpotensi terjadi kebakaran hebat seperti pada 2015 dan 2019.

Berdasarkan pemantauan Walhi, sejak Januari hingga Juni 2023 ada sebanyak 7.857 titik panas. Dari jumlah tersebut, sebanyak 2.080 titik panas berada di wilayah konsesi yang terdiri dari konsesi hak guna usaha (HGU) sawit, izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu dan hutan alam (IUPHHK-HA) dan izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHHK-HTI). Adapun, titik panas di konsesi perusahaan ini berisiko tinggi terhadap kerentanan karhutla.

Manajer Kampanye Hutan dan Perkebunan Walhi Uli Artha Siagian menilai, kerentanan karhutla disebabkan oleh masifnya perizinan di wilayah gambut dan hutan. 

Baca juga : Karhutla Ancam Keberlangsungan Hidup Flora dan Fauna

Sebanyak 969 perusahaan sawit berada di wilayah gambut dan hutan dengan luasan mencapai 5,6 juta hektare. Rinciannya HGU perkebunan kelapa sawit seluas 1,9 juta hektare, HTI seluas 2,8 juta hektare dan HPH seluas 888 ribu hektare.

"Alih-alih menangani kerentanan tersebut, dengan tindakan koreksi atas kebjakan pengelolaan sumber-sumber penghidupan saat ini, dengan melakukan evaluasi menyeluruh perizinan serta penegakan hukum dengan memberikan sanksi kepada korporasi yang melakukan pelanggaran, pemerintah justru memberikan pengampunan kepada korporasi yang beraktivitas ilegal dan terlibat karhutla melalui UU Cipta Kerja pasal 110 A dan 110 B," beber Uli di kantor Walhi, Jakarta Selatan, Kamis (27/7).

Baca juga : BMKG Peringatkan Potensi Kebakaran Hutan Akibat El Nino

Uli menegaskan, karhutla yang tidak dapat ditangani dengan baik juga berkontribusi besar penyumbang emisi rumah kaca terbesar. Hal itu jelas berbanding terbalik dengan komitmen mitigasi perubahan iklim.

Ia menilai, operasi TMC yang kini dilakukan oleh pemerintah bukanlah sebuah solusi. Pasalnya, upaya pencegahan itu mengharuskan pemerintah menggelontorkan anggaran besar. Padahal, ada pemilik izin perkebunan yang semestinya bertanggung jawab atas terjadinya karhutla di wilayah konsesi mereka.

"Untuk itu kami mendesak agar pemerintah melakukan evaluasi menyeluruh perizinan di Indonesia dan memberikan sanksi kepada korporasi yang terbukti melakukan pelanggaran. Di tahun politik ini, agenda tersebut menemukan momentumnya untuk dilakukan oleh setiap orang atau parpol yang memiliki keinginan menjadi pengurus negara ini," beber dia.

Pada kesempatan itu, perwakilan Walhi Kalimantan Barat Nikodemus Alle menilai, minimnya kabut asap dan kebakaran hutan dalam dua sampai tiga tahun ini bukanlah buah dari upaya pengendalian pemerintah. Menurutnya, itu hanya imbas dari curah hujan tinggi dalam tiga tahun ke belakang.

"Dewi fortuna sedang berpihak pada alam saat itu, dan celakanya ini diklaim negara melakukan pencegahan karhutla," tegas dia.

Menurut dia, upaya pengendalian karhutla yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah masih kurang serius. Misalnya saja, soal keterbatasan infrastruktur pengendalian karhutla. Dari 10 ribu hektare lahan konsesi, hanya ada satu unit armada untuk penanganan karhutla.

Parahnya lagi, perusahaan pemilik izin konsesi bahkan tidak memiliki alat pemadam kebakaran. Sehingga saat terjadi kebakaran di area perusahaan, mereka akan meminjam peralatan kepada pihak komunitas.

"Artinya tidak ada keseriusan pemegang konsesi melakukan pencegahan karhutla di area mereka," ucap dia.

Karenanya, ia mendorong agar para penegak hukum meminta pertanggungjawaban pemegang konsesi agar tidak ada terjadi lagi pembiaran karhutla yang menyebabkan kerugian negara.

Mengenai ada perusahaan yang harus membayar ganti rugi akibat karhutla, seperti PT Rafi Kamajaya, ia menilai itu merupakan langkah yang baik. Namun, Walhi mendorong agar pemerintah membuka dengan jelas rincian kasus hingga tindak lanjut pertanggungjawaban perusahaan.

"Dari sekian puluh pemengang konsesi, ini masih banyak yang abal-abal dan harus ditegakkan oleh pemerintah. Padahal ada yang sudah diberikan perigatan dari Menteri LHK kepada pemegang konsesi, dan tidak digubris. Ini menunjukkan begitu kuatnya pengaruh kapitalis di area yang jadi wilayah kekuasaan mereka," tegas Niko. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat