visitaaponce.com

Menghadapi Oligarki agar Indonesia tidak Dikuasai Segelintir Orang

Menghadapi Oligarki agar Indonesia tidak Dikuasai Segelintir Orang
Ilustrasi: massa aksi peringatan hari buruh internasional (May Day) di Bali, 1 Mei 2023.(AFP/Tumbelaka )

GURU besar bidang ilmu hukum lingkungan dan sumber daya alam Universitas Brawijaya (UB), Rachmad Safa'at mengatakan terdapat upaya untuk menghadapi oligarki agar pemerintahan di Indonesia tidak hanya dikuasai oleh segelintir orang dan tetap mengutamakan kepentingan masyarakat. Salah satunya melalui merumuskan konsep baru dan rekonstruksi politik hukum.

"Kalau kita berpijak pada norma yang ada tidak mungkin oligarki dapat ditekan karena banyak peraturan negara yang menyebut setiap pemegang kebijakan tidak bisa meminta pertanggungjawaban hukum jika produknya salah," kata Rachmad dalam webinar secara daring, Sabtu (29/7).

Ia menjelaskan ada dua cara. Pertama, advokasi sosial guna membangun kesadaran kritis masyarakat atas persoalan oligarki yang mengakibatkan masyarakat tidak sejahtera dan rusaknya lingkungan hidup. Sehingga rakyat hingga bawah mengerti tujuan negara.

Baca juga: Pertemuan G20 India Nihil Kontribusi Atasi Perubahan Iklim

Kedua yakni advokasi kebijakan untuk mengamandemen konstitusi dan menyusun peraturan perundang-undangan terkait pertanggungjawaban hukum oligarki yang menerbitkan kebijakan dan perundang-undangan yang mengabaikan hak masyarakat atas lingkungan hidup dan sumber daya alam.

"Kita mendorong kepada negara agar jangan membuat aturan seperti UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja. Lalu aktor yang melakukan advokasi kepada masyarakat adalah kita, ujarnya.

Baca juga: Tanpa Batas Waktu, PKWT di UU Cipta Kerja Dinilai bakal Eksploitasi Pekerja

Rachmad menilai bahwa UU Cipta Kerja yang dibuat dengan Omnibus law memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya adalah dibuat dari banyak UU proses regulasinya lebih cepat dan menghemat biaya dan memudahkan harmonisasi. Namun kelemahannya adalah karena banyak regulasi yang masuk sehingga kelompok kritis tidak bisa mencermati dan harus menuruti seluruh substansi.

Saat ini sudah ada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang.

"Menurut saya ini menjadi sumber dari oligarki itu. Jika dibiarkan negeri ini kacau karena banyak hak-hak masyarakat yang diabaikan. Banyak orang suku Dayak sana yang aksesnya atau sumber daya terdampak karena eksploitasi tambang dibiarkan begitu saja," ujar Rachmad.

"Jadi menurut saya UU Cipta Kerja itu sumber eksploitasi saat ini karena membuka ruang korupsi dan oligarki yang sangat tinggi dan cenderung memfasilitasi pemodal, memakai hak masyarakat adat serta mengabaikan unsur lingkungan," tambahnya.

Di kesempatan yang sama Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif menjelaskan ada dampak dari pebisnis yang juga ikut menjalani kepemerintahan salah satunya terkait regulasi yang sangat mudah lahir jika bersangkutan dengan sumber daya alam.

"Akibatnya dari 575 anggota legislatif periode 2019-2024 sebanyak 262 diantaranya merupakan pengusaha. Karena mereka pengusaha akibatnya UU KPK hanya 2 minggu habis, revisi UU Minerba 4 minggu habis, dan sebagainya," tuturnya.

Sehingga menurutnya wajar jika banyak masyarakat yang tidak menggantungkan harapannya pada anggota legislatif maupun yang duduk di kepemerintahan.

"Jadi nggak bisa menggantungkan harapan kita pada politisi. Karena politisi itu juga mengamankan diri mereka sebenarnya, " ujarnya.

Direktur Eksekutif Nasional Walhi, Zenzi Suhadi menjelaskan seharusnya hubungan rakyat, dan pengusaha di tengah-tengahnya ada negara yang memastikan hak-hak konstitusional, mengontrol, dan memastikan dunia usaha agar tidak mengambil hak-hak masyarakat.

"Sekarang ini justru negara menjadi instrumen dunia usaha. Dimana pasal per pasal UU jadi payung hukum dari korporasi untuk menguasai sumber daya alam di Indonesia," ujarnya. (Iam/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat