visitaaponce.com

Perkembangan Cleantech Startup Terkendala Pendanaan dan Iklim Regulasi

Perkembangan Cleantech Startup Terkendala Pendanaan dan Iklim Regulasi
Ilustrasi. Panel surya menjadi salah satu alternatif cara bagi industri untuk mendapatkan energi.(DOK IST)

CLUSTER  President Schneider Electric Indonesia & Timor Leste Roberto Rossi mengatakan jumlah pertumbuhan startup teknologi energi bersih atau cleantech di Indonesia kian menurun. Hal tersebut dia kutip dari laporan terbaru New Energy Nexus, akselerator ekosistem dan pendanaan global usaha teknologi energi bersih, yang mengungkapkan faktor penyebabnya ialah hambatan pendanaan dan iklim regulasi dalam negeri yang dinilai kurang mendukung.

Hal itu sangat disayangkan apalagi untuk dapat mencapai target emisi nol bersih yang telah dicanangkan, perlu lebih banyak dikembangkan lagi cleantech startup.

"International Energy Agency (IEA) dalam laporannya yang dirilis pada 2021 mengungkapkan bahwa negara-negara berkembang perlu meningkatkan investasi energi bersih tahunan hingga lebih dari tujuh kali
lipat pada tahun 2030, jika ingin mencapai emisi nol bersih global pada 2050," kata Roberto dalam keterangannya, Selasa (22/8).

Roberto mengatakan kebijakan atau regulasi suatu negara dalam mendukung terbentuknya ekosistem cleantech startup yang kuat menjadi variabel utama yang mempengaruhi iklim investasi dan cepat lambatnya laju perkembangan industri.

"Skema pendanaan dan subsidi dari pemerintah bagi pelaku cleantech startup dapat memberikan angin segar. Pendanaan pemerintah ini diprioritaskan bagi early-stage startup untuk riset pengembangan produk atau solusinya dan membangun fondasi usahanya. Untuk menarik minat investor swasta, pemberian insentif seperti insentif pajak, dan kemudahan pinjaman kredit pemerintah dapat menjadi daya tarik," tutur Roberto.

Dukungan kebijakan berikutnya adalah akselerasi peraturan yang berfokus pada penyederhanaan persyaratan dan prosedur perizinan usaha, akses terhadap teknologi dan rantai pasok domestik, serta kebijakan struktur tarif. Berbicara mengenai kebijakan struktur tarif terutama untuk startup transisi energi adalah bagaimana membangun kemitraan strategis yang saling menguntungkan antara startup dengan PLN sebagai perusahaan umum listrik negara dalam komersialisasi listrik hijau.

Baca juga: Cari Pembiayaan untuk Optimalisasi Energi Baru Terbarukan

Terakhir adalah dukungan dalam ketersediaan dan kesiapan akses pasar. Kebijakan pemerintah yang dapat membuka peluang pasar dan menggairahkan konsumen untuk mulai beralih pada solusi teknologi dan produk ramah lingkungan menjadi kunci dalam mengkomersialisasi dan menjadikan cleantech startup menarik di mata investor.

Sementara untuk inovasi skema pendanaan, Roberto mengatakan para impact investor perlu memiliki pemahaman penuh untuk melihat keuntungan investasi dari sudut pandang triple bottom line, di mana kesuksesan tidak hanya diukur dari segi profitabilitas, tetapi juga seimbang dari segi dampaknya terhadap lingkungan dan manusia. 

"Cleantech startup pun harus mampu meyakinkan investor akan peran yang mereka mainkan dalam menggerakkan jarum menuju titik emisi nol bersih maupun dalam menyediakan akses energi yang adil dan inklusif melalui solusi yang ditawarkannya, dan mengartikulasikannya secara efektif agar dapat dipahami," kata dia.

"Sebagai contoh, Schneider Electric Energy Access (SEEA) dan Schneier Electric Energy Access Asia (SEEAA) yang kami dirikan pada 2009 dan 2019 lalu merupakan model impact investing yang berpedoman pada sirkularitas dan ekonomi inklusif. SEEA menyatukan berbagai pemangku kepentingan dengan mengajak karyawan dan para mitra bisnis Schneider Electric untuk berinvestasi dan berkomitmen pada pengembangan akses energi bersih yang inovatif dan solusi efiensi energi yang membantu mengurangi kesenjangan energi di dunia," paparnya.

Roberto mengatakan berdasarkan pengalaman menjalankan impact investment selama 14 tahun terakhir, pihaknya melihat bahwa diversifikasi skema pembiayaan perlu terus dijajaki, dari subsidi pemerintah ke skema modal campuran termasuk skenario swasta dan komersial.

Dengan demikian risiko akan lebih tersebar di lebih banyak pemangku kepentingan. Komitmen investor yang berkelanjutan berlandaskan pada triple bottom line, serta inovasi mekanisme pendanaan baru seperti pembiayaan mikro, sewa guna usaha mikro, dan crowdfunding memberikan lebih banyak pilihan untuk skema modal campuran yang memungkinkan perusahaan rintisan untuk memenuhi kebutuhan modal kerja dan belanja modal.

Baca juga: PLN Berkomitmen Akselerasi Implementasi Energi Baru Terbarukan

"Terlepas dari teknis skema pembiayaan, hal fundamental yang perlu dimiliki oleh impact investor adalah tujuan, dan visi-misi yang jelas mengenai apa yang ingin dicapai, memastikan nilai-nilai tersebut tercermin dalam budaya perusahaan, dan memahami betul risiko vs dampak dari impact investment-nya. Di Schneider Electric, kami memegang nilai-nilai sebagai Impact company dimana kami berfokus pada visi-misi untuk memberikan akses energi bersih yang adil, inklusif dan berkelanjutan bagi seluruh masyarakat dunia (Access to Energy)," ujarnya lagi.

Roberto mengatakan melalui SEEA dan SEEAA, Schneider Electric telah menggelontorkan +€75 juta untuk 49 perusahaan rintisan di berbagai negara. Salah satunya cleantech startup Indonesia yaitu Xurya Daya. Indonesia sebagai negara dengan berbagai alternatif dan potensi sumber daya hingga mencapai 3.686 GW memiliki prospek pengembangan EBT yang sangat besar. 

"Cleantech startup Indonesia memiliki peranan yang sangat penting dan membutuhkan dukungan dan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, impact investor, asosiasi dan think tank, rantai pasok hingga konsumen akhir agar ekosistem cleantech startup di Indonesia dapat bangkit dan semakin kuat," tutupnya. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat