visitaaponce.com

Gangguan Mental dan Emosional Picu Permasalahan Keluarga

Gangguan Mental dan Emosional Picu Permasalahan Keluarga
Ilustrasi persoalan keluarga(Medcom)

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengungkapkan gangguan mental dan emosional masyarakat Indonesia yang tinggi menjadi salah satu penyebab utama banyaknya permasalahan keluarga, mulai dari stunting hingga perceraian. Menurutnya, persoalan mental dan emosinal bisa lebih berbahaya ketimbang persoalan yang kasat mata.

“Meskipun kita kini banyak sukses membangun hal-hal yang kasat mata, ada banyak permasalahan yang tidak terlihat,” kata Hasto di Jakarta, Rabu (30/8).

Berdasarkan data Riskesdas 2013, angka mental emotional disorder di Indonesia mencapai 6,1%. Angka itu kemudian naik pada 2018 menjadi 9,8%. Dari data tersebut, diketahui bahwa gangguan mental dan emosional masyarakat Indonesia kini mencapai 7 per seribu penduduk.

Baca juga: Ini Dampak Psikologis Sering Terjebak Kemacetan

“Revolusi mental harus menjadi cikal-bakal mengendalikan gangguan mental emotional disorder. Kalau banyak orang eror kan repot. Tidak stunting tapi eror. Orangnya gagah, pintar, cerdas, tapi akhirnya akan mengacau,” ucapnya.

Hasto mengatakan meningkatnya masalah gangguan mental dan emosional akan berbanding lurus dengan naiknya angka orang terpapar narkotika. Saat ini, 60% rumah tahanan dipenuhi dengan orang yang kecanduan narkotika.

Baca juga: BKKBN Sebut Gangguan Kejiwaan pada Remaja Meningkat

Selain itu, banyak kemudian muncul toxic people di lingkungan masyarakat yang kemudian meningkatkan angka perceraian keluarga Indonesia. 

“Itu permasalahan yang tidak kelihatan, tapi penting kita lihat bersama di dalam keluarga,” imbuh dia.

Untuk menangani permasalahan keluarga, BKKBN memiliki dua visi yakni menjaga pertumbuhan penduduk seimbang dan menciptakan keluarga yang berkualitas. Salah satu program yang kini sudah berjalan ialah Bangga Kencana, yakni Pembangunan Keluarga, Kependudukan dan Keluarga Berencana.

Dari sisi menjaga pertumbuhan penduduk, Hasto menilai masyarakat Indonesia sudah menyadari terkait pentingnya mengatur kelahiran. Terbukti saat ini total fertility rate (TFR) Indonesia berada di angka 2,1, yang artinya setiap keluarga rata-rata hanya memiliki dua anak.

“Tapi di satu sisi kita juga masih harus menjaga angka kelahiran itu karena masih ada kesenjangan. Misalnya di Papua, NTT, Aceh, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, NTB, NTT, TFR di sana masih tinggi. Kita perlu melakukan peran ganda untuk menurunkan stunting dan TFR,” ucap dia.

Kemudian, dari sisi kualitas keluarga, yang ditekankan dalam program BKKBN ialah revolusi mental sesuai dengan arahan presiden. “Revolusi mental yang diterapkan keluarga ini sangat luar biasa, agar membangun karakter anak, istri, suami dan keluarga sebagai pondasi pembangunan bangsa,” pungkas dia. (Z-11)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Andhika

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat