visitaaponce.com

Masyarakat Sipil Sebut ASEAN Summit 2023 tidak Berikan Ruang Partisipasi bagi Rakyat

Masyarakat Sipil Sebut ASEAN Summit 2023 tidak Berikan Ruang Partisipasi bagi Rakyat
Logo KTT ASEAN 2023(AFP )

MIGRANT CARE, AMAN Indonesia, INFID, Yayasan Penabulu, OXFAM, SBMI, KAPAL Perempuan, Atmajaya Institute for Public Policy, Koalisi Perempuan Indonesia, dan Jaringan Buruh Migran menyatakan bahwa pelaksanaan ASEAN Summit 2023 tidak memberikan ruang yang bermakna atau aspirasi bagi masyarakat sipil untuk memberikan masukan.

Direktur Eksekutif Migrant Care Wahyu Susilo mengatakan bahwa dibandingkan pelaksanaan G20 tahun lalu, partisipasi masyarakat sipil lebih terbuka saat itu dibandingkan dalam pelaksanaan ASEAN Summit tahun ini.

“Ketika ASEAN mengadakan Summit secara offline, harusnya membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk menerima masukan dari masyarakat sipil. Seluruh masalah di ASEAN soal climate, transisi energi, kesehatan masyarakat, pekerja migran dan lainnya itu seluruh masyarakat sipil Indonesia tidak pernah tinggal diam selalu memberikan input,” ungkapnya dalam Konferensi Pers Masyarakat Sipil Menyikapi ASEAN Summit ke-43 di Jakarta, Rabu (6/9).

Baca juga : BPS: Remitansi dari Pekerja Migran Bantu Turunkan Kemiskinan Keluarga

Menurut Wahyu, pelaksanaan ASEAN Summit 2023 tidak menyediakan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk memberikan masukan. Hal ini terlihat dari seluruh deklarasi yang hampir tidak ada mencantumkan partisipasi masyarakat sipil.

“Private sector disebut, tapi masyarakat sipil tidak dapat mention khusus. Kami dianggap sebagai multistakeholder. Ini persoalan besar menurut saya,” ujar Wahyu.

Di tempat yang sama, Direktur The Asian Muslim Action Network (AMAN) Indonesia Ruby Kholifah mengatakan bahwa saat ini ASEAN seharusnya mendengar dan melihat realitas kehidupan yang dihadapi oleh masyarakat.

Baca juga : Peran OMS dalam Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi ASEAN 

“ASEAN kondisinya tidak sedang baik-baik saja. Demokrasi di kawasan ASEAN sedang dalam ancaman dan ruang kebebasan masyarakat sipil makin menyempit. Padahal terjadi ketimpangan, kemiskinan, kerusakan lingkungan, kekerasan terhadap perempuan, dan ketidakadilan adalah kondisi yang dihadapi di ASEAN,” ujar Ruby.

Sekretaris KAPAL Perempuan Budhis Utami menambahkan, ASEAN juga tengah menghadapi tantangan masalah keamanan non tradisional seperti krisis kesehatan masyarakat, perubahan iklim, ketahanan atau kedaulatan pangan dan sumber daya air, keamanan digital, kejahatan lintas batas negara, ekstremisme, kekerasan, terorisme dan lainnya yang mengharuskan ASEAN mengedepankan pendekatan human security atau keamanan insani.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati menegaskan masyarakat sipil Indonesia tidak tinggal diam dan mendorong agar keketuaan Indonesia di ASEAN Summit memberikan manfaat bagi rakyat di kawasan ASEAN.

Baca juga : AS Apresiasi Indonesia Manfaatkan Keketuaan ASEAN untuk Tangani TPPO

“Kami memberikan berbagai usulan seperti perdagangan orang, ekonomi perawatan berbasis gender, agenda perempuan, perdamaian dan keamanan, kesetaraan dan keadilan gender, dan lainnya. Namun harus diakui bahwa Inisiatif masyarakat sipil untuk ASEAN yang lebih baik ini masih dianggap sebelah mata oleh pemerintah Indonesia yang menjadi ketua ASEAN,” pungkas Mike. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat