visitaaponce.com

Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Rugikan Negara Rp15,6 Miliar

Pemilu Ulang di Kuala Lumpur Rugikan Negara Rp15,6 Miliar
Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia Hermono menyalurkan suara di TPS 001 di World Trade Center, Kuala Lumpur, Minggu (11/2).(ANTARA/VIRNA PUSPA SETYORINI)

PEMUNGUTAN suara ulang (PSU) Pemilu 2024 di Kuala Lumpur tak hanya menandakan buruknya penyelenggaraan pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Migrant Care juga mencatat, pemilu ulang di ibu kota Malaysia itu memboroskan anggaran negara sampai Rp15 miliar lebih.

Hal itu disampaikan oleh Koordinator Staf Pengelolaan Data dan Publikasi Migrant Care Trisna Dwi Yuni Aresta lewat konferensi pers daring yang dihelat Sabtu (9/3) malam, sehari jelang PSU di Kuala Lumpur pada Minggu (10/3). Menurutnya, angka Rp15 miliar tersebut berasal dari anggaran yang digunakan untuk pengiriman logsitik surat suara via metode pos.

"Kami meminta data kepada KPU mengenai besaran anggaran pengiriman metode pos, ada sekitar Rp15,6 miliar anggaran dalam pengiriman surat suara pada metode pos yang digunakan. Namun berujung pada PSU dikarenakan pelanggaran yang dilakukan oleh negara," terang Trisna.

Baca juga : KPU Optimistis PSU di Kuala Lumpur Berjalan Lancar

Metode pos merupakan satu dari tiga metode pemungutan suara yang sebelumnya digunakan oleh KPU pada Pemilu 2024 di Malaysia, termasuk Kuala Lumpur, di samping kotak suara keliling (KSK) dan pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS). Namun, untuk PSU besok, KPU menghapus metode pos dan hanya menggunakan KSK maupun TPS.

Pada pemungutan suara Februari lalu, KPU mencatat warga negara Indonesia (WNI) di Kuala Lumpur yang menggunakan metode pos untuk mencoblos sebesar 156.367 orang. Dari angka itu, hanya 23.360 orang yang menggunakan hak pilihnya via pos.

Adapun total daftar pemilih tetap di Kuala Lumpur saat itu sebanyak 447.258 pemilih. Atas rekomendasi dari Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), PSU di Kuala Lumpur harus diulang dari pemutakhiran data pemilih oleh KPU.

Baca juga : 55 TPS di Sulsel Diminta Lakukan PSU, Bawaslu: 9 Kasus Berpotensi Pidana

Berdasarkan data pemilih yang menggunakan hak pilihnya, baik yang tercatat dalam DPT, pemilih tambahan, dan pemilih khusus, KPU menetapkan DPT PSU di Kuala Lumpur sebanyak 62.217 pemilih. Migrant Care mempertanyakan turun drastisnya jumlah DPT di Kuala Lumpur tersebut.

Trisna pesimistis jumlah pemilih yang hadir pada pemilu ulang besok tidak akan banyak. Apalagi, berdasarkan hasil pemantauan Migrant Care di sana, masih ditemui WNI yang tidak tahu ihwal pemilu ulang tersebut. Bagi Trisna, sosialisasi yang dilakukan KPU masih sangat minim terkait hal tersebut.

Anggota dewan pembina Perludem Titi Anggraini menegaskan, harusnya pemilih di Kuala Lumpur tidak boleh dirugikan dan dipersalahkan atas tindakan yang tidak mereka lakukan. Dengan adanya PSU, hak konstitusional pemilih dan juga peserta pemilu harus terdampak karena ketidakcakapan dan kecurangan penyelenggara pemilu.

"Sebagai ilustrasi, ketika pemutakhiran data pemilih tidak ada coklit (pencocokan dan penelitian), tapi seorang pemilih di Kuala Lumpur namanya ada di DPT, kemudian dia menggunakan hak pilih," terangnya.

"Tapi ketika PSU namanya tidak ada lagi dalam DPT PSU. Kan dia tidak layak untuk mendapatkan konsekuensi itu," sambung Titi yang juga ikut menantau kegiatan Pemilu 2024 di Kuala Lumpur pada Februari lalu bersama Migrant Care. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat