visitaaponce.com

KLHK Ancam Daerah yang Alami Kebakaran TPA tidak Bisa Ikut Adipura

KLHK Ancam Daerah yang Alami Kebakaran TPA tidak Bisa Ikut Adipura
Daerah yang mengalami kebakaran di tempat pembuangan akhir tidak akan mendapatkan penilaian Adipura.(Antara)

DIREKTUR Jenderal PSLB3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati menegaskan, daerah-daerah yang mengalami kebakaran di tempat pembuangan akhir (TPA)-nya tidak akan mendapatkan penilaian Adipura. Hal itu merespon banyaknya TPA yang mengalami kebakaran beberapa waktu ke belakang.

“Pada kesempatan ini saya mengingatkan kepada bupati, kepala daerah dan walikota untuk menjaga TPA-nya masing-masing. Kalau TPA kalian terbakar, kota bapak dan ibu tidak akan dinilai adipura,” tegas Vivien dalam acara Dialog Menuju Pencapaian Target Nasional Pengurangan Sampah Plastik: Tantangan, Peluang dan Arah ke Depan di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta Pusat, Kamis (21/9).

Seperti diketahui, sejak 1 September 2023 telah terjadi kebakaran beruntun di sejumlah TPA tanah air. Beberapa di antaranya TPA Pesalakan Kabupaten Pemalang, TPA Muarareja Kota Tegal, TPA Putri Cempo Solo, dan TPA Jatibarang Semarang.

Baca juga: 300 Ribu Liter Air Digunakan untuk Padamkan Kebakaran TPA Putri Cempo Solo

Menurut Vivien, kebakaran yang terjadi di TPA kabupaten, kota maupun provinsi disebabkan karena kurangnya pengawasan pemerintah daerah. Kebakaran itu, kata dia, akan terjadi jika TPA masih menggunakan sistem open dumping. Terlebih lagi saat ini sedang musim kemarau dengan cuaca panas, yang mengakibatkan gas metan yang adai di TPA rentan terbakar.

“Kalau mereka gak bisa menjaga TPA, berarti TPA-nya kan open dumping, kalau terjadi kebakaran masa mau dinilai, sih? Publik juga bisa mengatakan bahwa TPA yang terbakar pada akhirnya dapat Adipura, kan gak boleh seperti itu. Berarti kan gak dikelola dengan baik,” jelas Vivien.

Baca juga: Kebakaran TPA Jatibarang Semarang Sudah Terkendali

Vivien mengakui, saat ini masih banyak TPA open dumping di berbagai daerah Indonesia. Padahal, berdasrkan Undang-Undang nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, pemerintah telah memberikan toleransi waktu dua tahun untuk menyesuaikan pengelolaan sampah menjadi sanitary landfill.

“Mungkin sekarang masih 50% open dumping. Karena memang mungkin anggarannya masih kurang di daerah. Tapi kami berusaha keras. Makanya di Adipura ini kami memang tidak memberikan kepada daerah yang di kotanya bersih, tapi ternyata dapurnya kotor kayak begitu, terbuka begitu. Banyak yang protes, tapi bagaimana? Karena sebetulnya kan TPA open dumping melanggar UU,” ucapnya.

Sebenarnyam kata Vivien, KLHK telah memberikan pelonggaran aturan. Jika daerah tidak bisa 100% melakukan sanitary landfill, maka daerah bisa melakukan control landfill dan melakukan pengelolaan gas metan. Dengan demikian TPA bisa jadi lebih panjang umur dan tidak membahayakan lingkungan dan masyarakat.

“Tapi sebenarnya TPA harus residu. Kalau ada gas metan, gas metannya harus dikelola, ada teknologinya. Sebetulnya ketika mereka dibangunkan TPA oleh PUPR, itu sudah ada teknologinya diatur. Bagaimana air lindinya, bagaiana menangkap gas metannya, itu sudah ada. Tapi ya itu, setelah dibangun, ditumpuk saja, hanya open dumping,” jelas dia.

Selain pengelolaan maksimal dari daerah, Vivien juga mendorong adanya perubahan mindset pengelolaan di masyarakat luas. Masyarakat dinilainya harus menyadari bahwa sampah yang bisa dibuang hanyalah sampah residu, sementara sampah organik yang menyumbang 50% dari total sampah di Indonesia dapat dikelola dengan kompos. Selain itu, sebanyak 15% sampai 17% sampah plastik dan kertas diharapkan juga bisa dikelola dengan baik agar tidak dibuang ke TPA.

“Kita tahu bahwa 50% sampah organik adalah sampah makanan dan sebagainya. Kalau bisa dikelola saja sampah organik, 50% sampah itu sudah tidak dibuang ke TPA. Begitu juga sampah plastik dan kertas. Diharapkan yang dibawa ke TPA yang residu saja,” tutup Vivien. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat