visitaaponce.com

Kemenkes Catat 57 Kasus MPox di Indonesia, Terbanyak di DKI Jakarta

Kemenkes Catat 57 Kasus MPox di Indonesia, Terbanyak di DKI Jakarta
Mpox partikel yang diteliti di National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) , Maryland, Amerika Serikat(AFP)

DIREKTUR Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Maxi Rein Rondonuwu mengungkapkan kasus MPox atau cacar monyet yang dilaporkan di Indonesia per 22 November 2023 terus meningkat. Saat ini mencapai 57 kasus dan 33 kasus diantaranya dinyatakan telah sembuh.

“Dari semua kasus tersebut, sebanyak 8 kasus masih suspek dan sudah diperiksakan laboratorium, tapi belum keluar hasil. Sementara itu ada 191 orang dinyatakan negatif,” jelas Maxi dalam konferensi pers bertajuk “Fatalitas Kasus Mpox di Indonesia”, Kamis (23/11).

Hingga saat ini, pelaporan kasus terbanyak masih didominasi dari Provinsi DKI Jakarta sebanyak 42 kasus, diikuti Banten sebanyak 6 kasus, Jawa Barat 6 kasus, Jawa Timur 2, serta Kepulauan Riau sebanyak 1 kasus.

Baca juga : Menkes: Sudah Ada 1.500 Orang yang Disuntik Vaksin Mpox

“Dari 57 kasus tersebut, yang banyak terkena kasus mpox berada pada rentang usia dengan 30-39 tahun ada 24 kasus, kemudian usia 25-29 tahun ada 17 kasus dan usia 18-24 ada 13 kasus, untuk usia 40-49 tahun ada 2 kasus, serta 50 ke atas ada 1 kasus,” ungkap Maxi.

Maxi menjelaskan, seluruh kasus yang ditemukan berjenis kelamin laki-laki dan orientasi seksual mayoritas merupakan LSL (laki-laki berhubungan seksual dengan laki-laki).

“Dari 57 kasus yang terkonfirmasi hingga saat ini, jenis kelamin pasien adalah 100 persen laki-laki, kita belum ada laporan kasus pada wanita. Dari jumlah tersebut, orientasi seksual pada penderita adalah terbanyak adalah LSL dengan 35 kasus, biseksual 11 kasus, heteroseksual 7 kasus dan yang belum diketahui ada 2 kasus dan masih dalam penyelidikan ada 2 kasus,” jelasnya.

Baca juga : Bukan cuma Jakarta, 51 Kasus Cacar Monyet Menyebar di 5 Provinsi

Staf Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi KSM Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM dr Robert Sinto mengatakan meskipun kasus Mpox 100% merupakan laki-laki, bukan berarti wanita tidak berisiko terkena.

“Tidak ada perlindungan bagi wanita untuk tidak terkena Mpox jika melakukan kontak erat seperti kontak seksual dengan penderita Mpox. Wanita juga bisa juga terkena meskipun angkanya lebih kecil, seperti yang terjadi di Amerika Serikat 3-4% Mpox terjadi pada wanita bahkan anak-anak,” ungkapnya.

Sementara itu, Maxi mengungkapkan, semua kasus terkonfirmasi tersebut rata-rata disertai dengan kondisi penyakit penyerta lebih dari satu dengan kondisi terbanyak merupakan pasien menderita HIV positif yang rata-rata mengalami gejala simptomatis seperti demam dan munculnya leci.

Baca juga : Kasus Cacar Monyet Terdeteksi di Batam

“Pasien dengan kondisi HIV sebanyak 39 kasus, lalu diikuti Sifilis 16 kasus, hipertensi 2 kasus, HSV 2 kasus dan TBC 2 kasus. Kemungkinan penularan terbanyak disebabkan oleh kontak seksual ada 51 kasus dan saat ini ada 7 kasus yang menjalani status perawatan isolasi di rumah sakit, 14 kasus menjalani isolasi mandiri dalam pengawasan dinas kesehatan dengan rata-rata inkubasi selama 7 hari,” jelasnya.

Untuk menanggulangi Mpox di Indonesia, Kemenkes telah melakukan berbagai pendekatan melalui pelaksanaan 4 program yaitu surveilans, terapeutik, vaksinasi dan komunikasi risiko.

“Untuk surveilans kita sudah menyampaikan kepada seluruh dinas kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota agar melakukan pemeriksaan aktif dan memperketat pengamatan terhadap pasien-pasien yang berobat di rumah sakit setempat. Ketik ditemukan gejala yang mencurigakan ke arah monkeypox untuk segera dilakukan pemeriksaan lebih lanjut,” jelas Maxi.

Baca juga : Cacar Monyet di Jakarta Capai 34 Kasus, 17 Masih Diisolasi

Selain itu, penyelidikan epidemiologi juga terus dilakukan dengan menyediakan 9 laboratorium untuk memeriksa spesimen mpox. Disebutkan bahwa pengobatan yang dilaksanakan kepada penderita mpox lebih diutamakan pada pengobatan terapi simtomatis dan mempersiapkan pemenuhan logistik antivirus khusus Mpox serta pemantauan kondisi kasus di lokasi isolasi

“Ada pula program komunikasi risiko dengan sosialisasi kewaspadaan ke tenaga kesehatan dan masyarakat serta penyampaian Surat Edaran kewaspadaan bagi Dinkes, KKP, Lab, Faskes dan mitra. Ada juga penyampaian media komunikasi seperti FAQ, video serta pemberdayaan mitra LSM HIV/AIDS untuk edukasi populasi kunci,” ungkap Maxi.

Meskipun penularannya tidak meluas secara cepat, kasus penyakit ini bisa terjadi berkepanjangan. Karena itu, edukasi mengenai cara penularan serta upaya pencegahan harus diperkuat salah satunya lewat vaksinasi yang telah dilakukan sebanyak dua dosis.

Baca juga : Terus Bertambah, Kasus Positif Mpox di Jakarta Jadi 29 Orang

“Sejak 23 Oktober 2002 sudah ada 495 orang yang mendapatkan vaksin dosis pertama khususnya bagi kelompok rentan seperti penderita HIV. Sementara untuk dosis kedua dilaksanakan pada 21 November 2023. Dan setiap kasus terkonfirmasi akan terus disampaikan kondisinya lewat aplikasi New All Record (NAR) dan diberitahukan kepada WHO,” ungkapnya.

Maxi mengatakan penularan MPox dapat dikendalikan dengan upaya pencegahan dan deteksi dini dan praktek hidup sehat seperti melakukan hubungan seksual yang aman termasuk membatasi jumlah.

“Selain itu terapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) antara lain Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) secara teratur atau gunakan hand sanitizer, dan melakukan etika batuk. Jika mengalami gejala mengarah mpox seperti muncul bintik-bintik merah dan demam, segera periksakan diri fasilitas pelayanan kesehatan terdekat,” ujarnya. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat