visitaaponce.com

Konsumsi Rokok Elektronik Indonesia Tertinggi di Dunia

Konsumsi Rokok Elektronik Indonesia Tertinggi di Dunia
Penggunaan rokok elektrik di Indonesia tinggi(Antara)

ORGANISASI Kesehatan Dunia atau WHO telah mengeluarkan rekomendasi terkait larangan untuk penggunaan rokok elektrik dan mendesak setiap negara untuk mencegah penggunaan rokok elektrik (vape) di masyarakat. Berbagai bukti telah menunjukkan penggunaan rokok elektrik dapat berdampak buruk bagi kesehatan masyarakat.

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Paru Indonesia Prof Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), FISR, FAPSR mengatakan Indonesia menjadi konsumen rokok elektrik tertinggi di dunia. Hal ini membuat Indonesia menempati peringkat pertama sebagai konsumen rokok dunia, posisi ini diikuti oleh Swiss, Amerika Serikat, dan Kanada.

“Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, terlihat angka perokok elektrik Indonesia cukup tinggi. Pada 2023 terdapat 25% masyarakat Indonesia yang pernah pengkonsumsi rokok elektrik setidaknya sekali dalam seatahun. Tentunya ini menjadi ancaman bagi remaja-remaja kita,” ujarnya Prof Agus dalam acara Media Briefing: Paparan hasil kajian dan studi klinis rokok elektronik di Indonesia, secara daring, Selasa (9/1).

Baca juga: Kena 3 Pukulan, Asosiasi Desak Pajak Rokok Elektrik Ditunda

Agus mengatakan kebijakan di Indonesia dalam UU Kesehatan No 17 2023 Pasal 149 sudah cukup detail mengatur mengenai rokok elektronik. Jika dilihat dalam PMK 143, juga ada pajak beacukai yang dikenakan dari 10 -15 persen. Penggunanya menyasar pada kelompok anak remaja dan dewasa.

“Sebanyak 55,7% masyarakat Indonesia pernah mendengar tentang rokok elektronik. Sebesar 11,9% pernah menggunakan rokok elektronik dan 3,0% masyarakat masih aktif menggunakan rokok elektronik,” ujarnya.

Baca juga: Demi Jaga Kesehatan, Pengenaan Pajak Rokok Elektrik Didukung

Merujuk pada laporan GATS 2021, prevalensi pengguna elektronik juga meningkat tajam di Indonesia. Angka perokok elektronik pada remaja 10-18 tahun meningkat 10 kali lipat atau 10,9% dalam dua tahun terakhir. Selain itu, 55,7% masyarakat Indonesia pernah mendengar tentang rokok elektronik. Sebesar 11,9% pernah menggunakan rokok elektronik dan 3,0% masyarakat masih aktif menggunakan rokok elektronik.

“Survei juga menunjukkan bahwa angka jumlah perokok elektrik di Indonesia selalu meningkat setiap tahun, data menunjukan bahwa pada 2011 mencapai 0,3 % kemudian bertambah pada 2016 menjadi 1,2% lalu pada 2018 jumlah semakin meningkat sebesar 10,9%. Tahun 2023 mencapai 25% yang menunjukan hampir 40 kali lipat kenaikannya,” jelas Agus.

Sementara itu, survei RSUP Persahabatan, Jakarta, menemukan bahwa banyak pengguna vape merupakan seseorang yang beralih dari rokok konvensional. Salah satu alasannya karena menganggap vape tidak adiktif dibandingkan konvensional, harga murah, mendapat izin orang tua, tidak menyebabkan kanker, dan cukup uang untuk membelinya.

Selain itu, penelitian dari Samoerdo tahun 2021 mengungkapkan ada beberapa alasan mengapa masyarakat mengkonsumsi Rokok Elektronik. Dari 937 subjek (18-57 tahun) di Jakarta, Indonesia yang disurvei, setidaknya 719 dari 937 responden (76,7%) yang menggunakan/ berpindah ke rokok elektronik dari rokok konvensional karena ada anggapan bahwa kadar nikotin lebih rendah dari rokok konvensional.

Ada pula 161 dari 937 (17.2%) orang yang berpindah ke rokok elektrik karena alasan rasa. Sementara 32 dari 937 (3.4%) orang yang menggunakan rokok elektrik karena ingin menggunakan trik asap serta 16 dari 937 (1.7%) hanya sekadar mengikuti tren.

Penelitian lain dari Muskitta (2019) terkait persepsi terhadap rokok elektronik mensurvei sebanyak 104 mahasiswa Universitas Indonesia (usia 18-24 tahun). Ditemukan hasil bahwa sebanyak 50% subjek merupakan pengguna rutin rokok elektrik.

“Salah satu alasan terbesar kenapa orang-orang pindah ke rokok elektrik daripada rokok konvensional karena mereka berpikir bahwa kandungan nikotinnya lebih rendah dan aman serta bisa dipakai untuk terapi bagi perokok yang ingin berhenti. Padahal faktanya, rokok elektronik tetap berbahaya bagi kesehatan,” imbuh Agus.

Menurut Agus, banyak pihak yang mengatakan bahwa rokok elektrik lebih aman karena tidak mengandung karbon monoksida atau TAT, tapi faktanya mengandung nikotin, karsinogen dan toksik yang dapat menimbulkan iritatif dan induksi inflamasi.

“Meski tidak ada kandungan TAR, tapi cairan rokok elektrik mengandung karsinogen. Selain itu, rokok konvensional maupun elektronik itu sama-sama mengandung bahan yang sama berbahaya. Adapun survei menunjukan 84% pengguna pernah melihat iklan vape di media sosial, responden 2,9x lebih besar pernah menggunakan,” jelasnya. (Z-10)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Gana Buana

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat