visitaaponce.com

Hampir Dua Tahun Kasus Gagal Ginjal Akut, Pemerintah Minta Maaf

Hampir Dua Tahun Kasus Gagal Ginjal Akut, Pemerintah Minta Maaf
Sidang class action perkara gagal ginjal akut anak di PN Jakarta Pusat, Maret 2023.(MI/Moh Irfan)

HAMPIR dua tahun kasus gagal ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) mencuat ke publik, pemerintah lewat Kementerian Sosial (Kemensos), Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko-PMK), Kementerian Kesehatan dan Badan POM memberikan sejumlah bantuan kepada korban.

Setelah dilakukan verifikasi dan validasi, terdapat 312 korban yang valid dan diberikan bantuan serta santunan. Adapun rinciannya, 218 korban meninggal dunia dan 94 korban sembuh/dirawat jalan. Perubahan jumlah ini karena ditemukan data ganda dan atau bukan merupakan korban GGAPA.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin memastikan semua korban gagal ginjal akut baik dalam kondisi yang dilaporkan tewas, sembuh, atau masih dalam perawatan dijamin mendapatkan bantuan.

Baca juga : Produsen Farmasi Harus Turut Tanggung Jawab atas Kasus Gagal Ginjal Akut

Bantuan tersebut terbagi menjadi tiga yakni bantuan sosial, bantuan jaminan kesehatan dan bantuan transportasi ke fasilitas kesehatan.

“Bantuan jaminan kesehatan akan diberikan melalui layanan BPJS, sehingga seluruh biaya perawatan korban akan ditanggung dan digratiskan. Pemerintah juga menjamin agar korban mendapat fasilitas transportasi menuju pelayanan kesehatan, kami sudah berkoordinasi dengan BPJS dan pemerintah daerah. Selain itu ada juga bantuan sosial senilai 50-60 juta,” ujarnya.

Lebih lanjut Budi mengungkapkan rasa duka cita sedalam-dalamnya kepada seluruh korban. Kejadian semacam ini disebutnya tak boleh berulang dan menjadi pembelajaran besar bersama kementerian dan lembaga lain, termasuk BPOM RI terkait pengetatan regulasi pengawasan obat.

Baca juga : Pemerintah Diminta Serius dalam Upaya Pemberian Santunan Korban Gagal Ginjal Akut

“Karena kembali lagi, satu anak yang meninggal saja, satu korban saja, sudah begitu berharga. Kami akan terus bekerja sekeras-kerasnya berkoordinasi dengan pemerintah daerah ke depan Dan untuk bapak, ibu, kami akan turut mendoakan agar keluarga ibu diterima di sisi-Nya dan kami akan pastikan bapak ibu terbantu ke depannya dan diberikan kekuatan dalam menjalani hal ini,” ucap Budi.

Budi menjelaskan bahwa fasilitas BPJS terdapat di lebih dari 2000 lebih rumah sakit sehingga korban tidak harus dirujuk ke RSCM. Meski awal rujukan awal dilakukan di RSCM tetapi untuk perawatan selanjutnya semua rumah sakit baik di tingkat kabupaten/kota dan provinsi bisa diakses untuk berobat

“Diharapkan dengan adanya bantuan dari pemerintah, kehidupan para korban dan keluarga bisa lebih ringan ke depan dan bisa lebih sehat. Untuk kami, kesehatan ini sangat penting karena anak-anak sebagai generasi muda ini yang akan membawa Indonesia maju ke depan. Kami terus bekerja agar jangan sampai ada jatuhnya korban,” imbuhnya.

Baca juga : Janjikan Santunan Korban Ginjal, Menko PMK Sudah Minta Kemenkes dan Kemensos Bergerak

Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan bantuan yang diberikan pemerintah merupakan bentuk tanggung jawab moral kepada para korban. Bantuan tersebut diberikan secara serentak di 27 provinsi.

“Korban tersebar di 27 provinsi dengan angka yang tertinggi berada di Jakarta. Hari ini secara simbolis bantuan diberikan kepada 82 korban yang semuanya berdomisili di Provinsi DKI Jakarta. Bantuan juga dilakukan secara serempak di provinsi lain oleh pihak yang berwenang. Kami terus berupaya agar kasus ini bisa terselesaikan dengan baik,” ujar Muhadjir Effendy saat ditemui Media Indonesia di Jakarta pada Rabu (10/1).

 

Baca juga : Kemensos Salurkan Bantuan Korban Gagal Ginjal Akut

Bantuan uang tunai Rp50 juta-Rp60 Juta

Muhajir mengatakan terkait bantuan sosial yang diberikan, pemerintah memberikan uang tunai sebesar Rp50 juta bagi yang meninggal dunia maupun yang masih hidup. Sementara korban yang masih hidup dan dalam perawatan medis mendapatkan santunan tambahan sebesar Rp10 juta atau mendapat bantuan total Rp60 juta.

“Pemberian santunan ini murni sebagai bentuk empati dari pemerintah, tidak ada sangkut pautnya dengan masalah yang lain terutama masalah hukum. Biarkan masalah hukum diselesaikan sesuai koridornya sementarla pemerintah sungguh-sungguh untuk memberi santunan dan pelayanan, jadi jangan sampai ada pemahaman bahwa ini adalah upaya kita untuk menghindari atau menutup kasus ini, ini murni bentuk perhatian dari negara,” jelasnya.

Mujahir menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh keluarga korban atas lambatnya mekanisme penyerahan bantuan. Kendati demikian, pihaknya terus membahas mekanisme pemberian bantuan, kriteria penerima, dan petunjuk teknis pemberian santunan sesuai dengan aturan yang ada.

Baca juga : Menko PMK Harap Bantuan Korban GGPA Dapat Disalurkan Awal Januari 2024

“Kasus ini tidak ada anggarannya sehingga harus diajukan ke kementerian keuangan untuk memenuhi syarat dan ketentuan. Kami mohon maaf atas keterlambatan pemberian santunan, ini adalah kesalahan dari kami karena proses pencairan dana yang cukup panjang dan berhubungan dengan anggaran APBN sehingga harus melewati proses yang ada. Jadi tidak benar kalau kami mengabaikan korban,” ujarnya.

 

Badan POM peringatkan industri farmasi

Pada kesempatan yang sama, Kepala Badan POM Lucia Rizka Andalusia menjelaskan bahwa pihaknya akan memperketat dan memperbaiki kualitas pengawasan produksi obat dan memastikan berbagi industri farmasi lebih berhati-hati sebagai bentuk mitigasi agar kasus tersebut tidak terulang.

“Semua masalah pasti harus sesuaikan dan ada mitigasinya dan perbaikan-perbaikan regulasi terus dilakukan. Kami juga terus menghimbau kepada seluruh industri untuk patuh terhadap ketentuan yang berlaku dan memenuhi standar-standar persyaratan. Jadi kita sudah melakukan berbagai mitigasi dan itu akan menjadi perbaikan ke depan,” jelasnya.

Baca juga : Pemerintah Dinilai Mencla-mencle Terkait Ganti Rugi Korban Gagal Ginjal Akut

Sementara itu, salah satu keluarga korban meninggal, Nedy Amardiyanto, mengaku menunggu keseriusan pemerintah dalam mengawal proses perawatan korban. Menurut dia, di lapangan masih ada biaya yang tidak ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Selain itu, untuk transportasi ke rumah sakit juga kerap menemui kendala.

Di samping itu, perihal validitas data korban juga masih ada ketidaksesuaian. Ia menyayangkan perbedaan data yang dari awal 326 menjadi 312 korban. Menurut dia, masih ada korban yang seharusnya mendapat bantuan tetapi tidak memperolehnya.

“Kalau ditanya berapa, saya bisa pastikan untuk di class action ini ada dua korban (yang tidak mendapat bantuan), satu anak sudah meninggal dunia dan satu anak masih dalam perawatam. Tapi di luar class action tidak bisa kita kontrol (jumlahnya),” kata dia. (Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat