visitaaponce.com

Sidang MK, Saksi Sebut Pembahasan RUU Kesehatan Libatkan Banyak Pihak

Sidang MK, Saksi Sebut Pembahasan RUU Kesehatan Libatkan Banyak Pihak
Gedung Mahkamah Konstitus di Jakarta(Antara)

MAHKAMAH Konstitusi menggelar sidang lanjutan Perkara Nomor 130/PUU-XXI/2023 tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan). Dua orang saksi yang dihadirkan oleh Presiden/Pemerintah, yaitu Mushtofa Kamal dan Anis Fuad. 

Mushtofa Kamal merupakan seorang dokter yang saat ini bekerja sebagai staf nasional di WHO Indonesia. Musthofa mengatakan, WHO Indonesia memberikan masukan secara tertulis dalam dokumen atau spreadsheet online yang disediakan oleh Kementerian Kesehatan pada 17 Maret 2023 serta melalui website partisipasisehat.kemkes.go.id.

“Saya juga secara personal menghadiri tiga pertemuan yaitu pada tanggal 15 Maret dan 16 Maret 2023 dalam kegiatan Public Hearing RUU di Hotel Grand Sahid. Serta hadir dalam Sosialisasi RUU pada 20 Maret 2023 di Hotel JW Mariot,” ungkap Musthofa, Senin (29/1).

Baca juga : IDI Minta Kemenkes Pengesahan RRP Kesehatan Tunggu Keputusan MK

Lebih lanjut Musthofa menjelaskan, selama mengikuti dan memberikan masukan, banyak peserta dan ahli yang datang dan ikut berpartisipasi baik melalui luring maupun daring. Pada saat itu, pertemuan tidak hanya dilakukan terbatas di gedung saja, tetapi juga terbuka untuk diikuti oleh publik melalui platform online melalui zoom.

“Prosesnya kurang lebih seperti ini, perwakilan dari Kementerian Kesehatan, pertama melakukan pemaparan terhadap draf yang ada pada saat itu, kurang lebih selama 30-45 menit. Kemudian moderator memberikan kesempatan kepada para hadirin yang datang offline untuk menyampaikan pendapat, masukan dan/atau pertanyaannya kepada pemapar dari Kementerian Kesehatan,” terangnya.

Baca juga : Cuma Dihadiri Anies, Absennya Prabowo dan Ganjar dalam Dialog Kesehatan Jadi Sorotan

Menurutnya, selama proses berlangsung, ia tidak merasakan adanya pembedaan perlakuan terhadap setiap peserta yang akan memberikan masukan atau komentar dan pertanyaan kepada perwakilan dari Kementerian Kesehatan. Pertemuan juga dipandu secara baik karena pertanyaan yang tertulis di chat Zoom juga ikut dibahas dan ditanggapi tanpa terkecuali.

“Memang ada keterbatasan waktu dalam kegiatan-kegiatan yang saya ikuti tersebut, tetapi perwakilan dari Kementerian Kesehatan selalu menyampaikan bahwa para peserta atau hadirin atau masyarakat dapat selalu memberikan masukan melalui platform online yang sudah disediakan oleh Kementerian Kesehatan yaitu website partisipasisehat,” terang Kamal.

Saksi Pemerintah berikutnya yaitu Anis Fuad, dosen di Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi, Fakultas Kedokteran Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM. Fuad menyebut, sebagai akademisi dan peneliti dalam bidang keahlian digital health, substansi sistem informasi kesehatan dan telemedicine merupakan salah satu topik yang dipelajari, teliti dan ajarkan.

“Saya pernah terlibat dalam mengikuti public hearing secara daring, tanggal 15, 16 dan 18 Maret tentang Substansi Sistem Informasi Kesehatan dan Telemedicine melalui Zoom. Kemudian mengikuti sosialisasi secara luring tentang muatan telemedicine pada tanggal 29 Maret 2023 hotel Artotel Mangkuluhur Jakarta. Partisipasi saya dalam sejumlah kegiatan di atas disertai dengan surat tugas dari pimpinan PKMK UGM. Selain memberikan keterangan secara lisan baik daring maupun luring, saya juga menyampaikan masukan terkait Substansi Sistem Informasi Kesehatan secara terrtulis dalam web partisipasisehat,” terangnya.

Anis pun menyebut salah satu usulannya diakomodir dalam Pasal 190 UU Kesehatan yang menyebutkan bahwa rumah sakit wajib menerapkan sistem informasi. Anis mengatakan, dalam draft RUU sebelumnya tidak menyebut sama sekali mengenai kewajiban sistem informasi di rumah sakit.

Sekber Organisasi Profesi Kesehatan sebagai Penggugat

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Sekretariat Bersama (Sekber) Organisasi Profesi Kesehatan.

Sekber Organisasi Profesi Kesehatan yang terdiri atas lima organisasi profesi medis dan kesehatan, mengajukan pengujian formil UU Kesehatan ke MK. Kelima organisasi profesi medis dan kesehatan dimaksud yaitu Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) sebagai Pemohon I, Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) sebagai Pemohon II, Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPP PPNI) sebagai Pemohon III, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (PP IBI) sebagai Pemohon IV, dan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (PP IAI) sebagai Pemohon V).

Dalam sidang perdana pengujian formil UU Kesehatan Perkara Nomor 130/PUU-XXI/2023 yang digelar di MK pada Kamis (12/10/2023), Muhammad Joni selaku kuasa hukum para Pemohon mengatakan, para Pemohon merupakan tenaga medis yang terdampak langsung dan memiliki kepentingan atas prosedur formil pembentukan UU Kesehatan. 

Sebab berdasarkan norma yang terbaru, terdapat muatan yang dihapus, diubah, dan diganti. Termasuk mengenai kelembagaan konsil, kolegium, dan majelis kehormatan disiplin yang diubah dan diganti tanpa prosedur formil yang memenuhi prinsip keterlibatan dan partisipasi bermakna (meaningfull participation).

Terlebih lagi, sambung Joni, adanya Bab XIX Ketentuan Peralihan, Pasal 451 yang menjadi norma hukum menghapuskan seluruh entitas kolegium yang merupakan organ 'jantung' organisasi profesi (bukan organ pemerintah dan bukan 'milik' pemerintah).

Pasal 451 UU Kesehatan menyatakan, 'Pada saat Undang-undang ini mulai berlaku, Kolegium yang dibentuk oleh setiap organisasi profesi tetap diakui sampai dengan ditetapkannya Kolegium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 yang dibentuk berdasarkan Undang-undang ini.'

Pada alasan permohonan, para Pemohon menilai UU Kesehatan mengalami cacat formil. Hal ini karena tidak ikut sertanya DPD dalam pembahasan RUU Kesehatan dan tidak adanya pertimbangan DPD dalam pembuatan UU Kesehatan, serta tidak sesuai dengan prosedur pembuatan norma sebagaimana ditentukan Pasal 22D ayat (2) UUD 1945.

Oleh karena itu, dalam petitum, para Pemohon meminta Mahkamah menyatakan UU Kesehatan tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang menurut UUD Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.(Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat