visitaaponce.com

Pasangan yang belum Siap Diminta Menunda Pernikahan Agar tidak Alami Baby Blues

Pasangan yang belum Siap Diminta Menunda Pernikahan Agar tidak Alami Baby Blues
Ilustrasi(Freepik)

PSIKOLOG dari Ikatan Psikologi Klinis Himpunan Psikologi Indonesia (Himpsi) Naftalia Kusumawardhani menyarankan pasangan yang belum siap untuk menunda pernikahan demi mencegah baby blues atau depresi pascamelahirkan.

Baby blues atau postpartum distress syndrome adalah kondisi terganggunya suasana hati yang terjadi pascamelahirkan dan dapat dialami sekitar 50%-80% perempuan yang melahirkan, khususnya kelahiran anak pertama, tetapi tidak menutup kemungkinan dialami pada kelahiran anak kedua dan seterusnya.   

Gejala baby blues yang kerap terjadi yaitu mudah sedih dan menangis, sensitif, cemas, takut, tidak percaya diri, merasa kehabisan tenaga, tidak tertarik merawat bayi, merasa gagal, tidak berharga, tidak nyaman, bingung tanpa sebab, dan tidak sabar.   

Baca juga: Ini Beda Baby Blues dan Depresi Pascamelahirkan

"Apabila gejala tersebut berlangsung selama dua pekan, maka ibu harus berani ambil keputusan untuk mencari bantuan ke psikolog. Pengalaman melahirkan itu unik, tidak universal, maka sebaiknya ibu tetap berobat dan tidak terpengaruh anggapan orang yang memandang negatif. Justru ibu hebatlah yang tahu cara antisipasinya," papar Naftalia. 

Menurutnya, baby blues dapat dialami karena perubahan kehidupan setelah menjadi orangtua tidak hanya tentang mengasuh anak, tetapi juga hubungan dengan anggota keluarga, mertua, dan ipar yang mengalami transisi.    

Ia juga menjelaskan, ibu yang kelelahan dan memiliki beban dapat menyebabkan kurang optimalnya pengasuhan di masa emas anak yakni di 1.000 hari pertama kehidupan atau usia 0-2 tahun.    

Baca juga: Ini Bahaya Depresi Pascamelahirkan yang Perlu Diketahui Calon Ibu

Ibu yang terlalu capek dan memiliki beban tambahan dapat menyebabkan tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi bayi.

"Ibu stres menyebabkan ASI tidak keluar, kelelahan sampai tidak sempat memperhatikan gizi dalam menu makanan bayi, akibatnya pengasuhan di 1.000 Hari Pertama Kehidupan kurang optimal," paparnya.    

Untuk itu, ia menekankan kepada para calon orangtua pentingnya memiliki pengetahuan tentang kehamilan hingga pascamelahirkan.    

"Menambah wawasan ini akan membentuk kesiapan dan mengoptimalkan persiapan calon orang tua, serta mintalah dukungan keluarga. Persiapan dalam segala aspek juga perlu, tidak hanya finansial, tetapi juga secara fisik dan psikologis," ujar dia.    

Naftalia menambahkan, masa nifas (40 hari pascamelahirkan) merupakan periode kritis untuk ibu, karena itu adalah waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan secara fisik dan psikologis.

"Perlu diketahui para calon orangtua, apa saja yang terjadi di tiga periode penting selama nifas, yaitu pada hari pertama sampai hari ketiga, taking in, kemudian hari ketiga sampai ke-10, taking hold, sampai letting go di hari ke-10 hingga kurang lebih minggu keenam," tuturnya.

Menurutnya, penting juga bagi orang sekitar untuk tidak menghakimi pilihan ibu dalam melahirkan, baik itu normal maupun operasi sesar. 

"Penghakiman dari orang lain seperti anggapan ibu sejati adalah yang melahirkan secara normal, sedangkan operasi sesar dianggap ibu takut kesakitan, takut bentuk fisik berubah, atau terkesan hanya ingin proses yang mudah saja. Penghakiman itu dapat membuat ibu semakin terbebani," ucap Naftalia.    

Setelah melahirkan, kondisi fisik ibu mengalami perubahan. Rasa lelah luar biasa dirasakan ibu apalagi jika tanpa bantuan dari keluarga di sekitarnya, untuk itu penting memberi dukungan pada ibu pascamelahirkan.

"Ibu bahagia, maka bayi sehat, tidak ada ibu yang sempurna. Hanya ibu yang mau menjalani semua proses kehamilan hingga kelahiran," pungkasnya. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat