visitaaponce.com

Ini Beda Baby Blues dan Depresi Pascamelahirkan

Ini Beda Baby Blues dan Depresi Pascamelahirkan
Ilustrasi(Freepik)

DOKTER spesialis Kesehatan Jiwa Rumah Sakit Universitas Indonesia (RS UI) Danti Filiadini menjelaskan perbedaan baby blues dengan depresi post partum atau depresi pascamelahirkan, yang bisa dilihat dari lamanya durasi kesedihan yang dialami.

"Kalau baby blues itu kurang dari dua minggu jadi sifatnya lebih sementara, sedangkan depresi post partum durasinya harus lebih dari dua minggu jadi kesedihan dan suasana hati yang depresi itu menetap nggak mudah mereda," ucap Danti, dikutip Selasa (2/1).

Danti mengatakan depresi post partum sering kali tidak terdiagnosis karena ibu yang baru melahirkan ada kecenderungan untuk menutupi gejala yang dialami karena khawatir terlihat lemah dan tidak mensyukuri memiliki keturunan.

Baca juga: Ingin Bahagia? Pastikan Waktu Tidur Mencukupi

Selain itu, ibu baru juga khawatir akan komentar orang-orang sekitarnya yang membandingkan anaknya dengan yang lain serta mengkritik keadaannya setelah melahirkan. 

Padahal, setelah melahirkan, hormon-hormon dalam tubuh ibu sedang tidak stabil dan rentan mengalami depresi jika memendam perasaan tersebut hingga akhirnya dapat berdampak negatif tidak hanya pada diri sendiri namun juga bisa pada anak dan orang sekitarnya.

"Kalau depresi juga motivasi untuk beraktivitas jadi turun, emosinya meledak-ledak dan sulit dikendalikan, akhirnya dia nggak fokus untuk mengurus anaknya, tidak bisa memberikan ASI, tidak bisa melakukan aktivitas sehari-hari bahkan perawatan dirinya kurang otomatis kesehatan anaknya bisa terdampak," tambah Danti.

Baca juga: Antisipasi Caleg Depresi, Rumah Sakit Daerah di Jateng Buka Poli Jiwa

Dokter lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu mengatakan mulainya kejadian pada depresi post partum juga terbilang tidak tiba-tiba, depresi bisa terjadi mulai dari satu bulan setelah persalinan hingga satu tahun pertama. 

Sementara baby blues munculnya langsung yakni sekitar dua sampai tiga hari setelah persalinan.

Gejalanya sendiri pada depresi post partum adalah hilangnya minat pada kegiatan sehari-hari, gangguan tidur atau terlalu banyak tidur, gerakan yang lebih lambat atau lebih gelisah, lesu sepanjang hari, gangguan konsentrasi dan adanya pikiran untuk mengakhiri hidup berulang kali.

"Kalau ada minimal lima gejala dalam dua minggu serta ada distress dan disfungsi dalam sehari-hari itu bisa dibilang mengalami depresi," ucap Danti.

Danti juga menjelaskan stress dan depresi yang dialami orang biasa dan ibu melahirkan juga terdapat perbedaan. Umumnya pada masa persalinan waktu kejadiannya dimulai dari selama kehamilan dan sudah bisa ada tanda gejalanya 4 Minggu dari persalinan dan bertahan enam sampai delapan minggu atau bisa bertahun-tahun jika tidak dapat penanganan yang sesuai.

Sementara itu, prevalensi ibu yang mengalami depresi post partum juga lebih sedikit karena kondisinya yang lebih berat dan penanganan yang menyeluruh dibandingkan dengan baby blues yang bersifat sementara dengan gejala yang lebih ringan dan tidak berpotensi menyakiti diri.

"Angka kejadian depresi post partum ini satu dari tujuh perempuan dapat mengalami depresi post partum dan dari data WHO sebesar 50% sampai 70% Ibu pascamelahirkan di Indonesia mengalami baby blues, sementara sebesar 22,3% itu mengalami depresi postpartum," jelas Danti.

Untuk mengetahui kondisi orang terdekat apakah mengarah pada depresi postpartum bisa melakukan skrining secara online melalui Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS). 

Ia berharap ibu yang baru melahirkan atau keluarga tidak melakukan diagnosis mandiri, dan tetap melakukan konsultasi dengan tenaga profesional dan jangan ragu untuk bercerita. (Ant/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat