visitaaponce.com

Kasus Kematian Akibat DBD Terus Melonjak Dibandingkan Tahun Lalu

Kasus Kematian Akibat DBD Terus Melonjak Dibandingkan Tahun Lalu
Kegiatan fogging untuk mengendalikan DBD di salah satu kelurahan di Semarang, Jawa Tengah.(Dok. MI/Akhmad Safuan)

KASUS demam berdarah dengue (DBD) terus mengalami peningkatan di berbagai daerah Indonesia. Tak hanya itu, angka kasus kematian akibat DBD di awal tahun 2024 ini juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2023.

Laporan terbaru, kasus DBD di Jawa Barat meningkat mencapai 5.653 Kejadian, dari data tersebut sebanyak 41 orang meninggal dunia. Kasus DBD juga melonjak di Jawa Tengah mencapai 1.010 orang dan 34 diantaranya telah meninggal.

Untuk menekan jumlah DBD, masyarakat diimbau untuk semakin waspada akan penularan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti tersebut. Salah satunya dengan pemberantasan sarang nyamuk yang akan digencarkan. Selain itu, perlunya peningkatan sistem kewaspadaan dini dan kesiapsiagaan dari fasilitas kesehatan.

Baca juga : Pengendalian DBD Butuh Kolaborasi Kuat Pemerintah dan Masyarakat

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan Imran Pambudi mengatakan perubahan iklim yang tak menentu menjadi salah satu penyebab penularan tertinggi kasus DBD. Dikatakan bahwa cuaca ekstrim seperti El Nino yang kering dan bersuhu tinggi diikuti dengan La Nina yang disertai hujan akan berdampak pada perkembangan tempat perindukan nyamuk dan penetasan telur nyamuk.

“Perkembangan dan penetasan telur nyamuk bisa bertahan 6-8 bulan, jika kondisinya terus seperti itu akan menyebabkan tingginya penularan Demam Berdarah Dengue yang selama ini ditularkan melalui nyamuk sebagai vektornya,” ujar Imam saat dihubungi di Jakarta pada Senin (4/3).

Daerah-daerah dengan DBD Tertinggi

Melalui data terbaru Kementerian Kesehatan, kasus kematian DBD tertinggi di awal tahun dilaporkan terjadi di beberapa wilayah mulai dari Kota Salatiga (Jawa Tengah), Kabupaten Kendal (Jawa Tengah), Kota Pariaman (Sumatera Barat), Kabupaten Pesisir Barat (Lampung), dan Kabupaten Blora (Jawa Tengah).

Baca juga : Kemenkes: Sejumlah Daerah Alami Peningkatan Kasus DBD

Sementara untuk kejadian DBD tertinggi masih didominasi pada wilayah luar pulau Jawa seperti Kota Kendari (Sulawesi Tenggara), Kabupaten Bone Bolango (Gorontalo), Kabupaten Hulu Sungai Selatan (Kalimantan Selatan), Kota Banjarbaru (Kalimantan Selatan), dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah (Kalimantan Selatan).

Pada Januari 2024, kasus DBD mencapai rekor tertinggi jika dibandingkan tahun sebelumnya. Kemenkes mencatat pada Januari 2024 setidaknya ada 14.484 kasus DBD yang dilaporkan dengan 111 kematian. Sementara itu, pada Januari 2023, kasus DBD yang dilaporkan sebanyak 12.502 kasus dengan 101 kematian. Adapun total kasus DBD di Indonesia hingga minggu ke-8 tahun 2024 sebesar 15.977 kasus dengan 124 kematian.

Imran lebih lanjut menjelaskan bahwa masyarakat harus waspada lantaran dari jumlah kasus DBD yang terjadi setiap tahunnya, sebanyak 60-80% terjadi sebuah fenomena DBD asimptomatis atau tidak bergejala, sehingga proses transmisi penyakit terjadi begitu saja tanpa adanya tanda-tanda atau gejala penularan.

Baca juga : Pentingnya Peran Masyarakat dalam Lindungi Keluarga dari Ancaman DBD

Belum Tetapkan KLB

Kendati korban jiwa akibat DBD telah meningkat, status kejadian luar biasa (KLB) di berbagai daerah belum ditetapkan. Imran menjelaskan bahwa penetapan suatu KLB bisa dilakukan atas keputusan pimpinan wilayah (kabupaten/kota).

“Jika sudah ada penetapan KLB maka sistem penanggulangan menggunakan anggaran APBD dan BPJS tidak menanggung pembiayaan pengobatan. Hal ini yang membuat daerah sering dihadapkan kepada keputusan yang dilematis. Hal ini memerlukan sinkronisasi peraturan dan koordinasi agar kasus dapat dilayani secara baik,” ujarnya.

Lebih lanjut, KLB bisa diterapkan apabila jumlah penderita baru selama satu bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dengan angka rata-rata pada bulan sebelumnya. KLB dapat ditetapkan pula jika angka kematian di suatu daerah terhadap suatu penyakit naik 50% atau lebih dibandingkan angka kematian pada periode sebelumnya.

Baca juga : Vaksin Dengue untuk DBD Direncanakan Masuk Program Imunisasi Nasional

“Tetapi daerah tidak seharusnya terlambat menetapkan KLB, setelah memenuhi kriteria dan standar pemberlakuan KLB sesuai pedoman, agar lebih memudahkan untuk koordinasi dan mobilisasi sumber daya yang diperlukan, demikian pula agar masyarakat lebih waspada terhadap perkembangan kejadian di wilayahnya dan ikut aktif melakukan penanggulangan Dengue bersama pemerintah,” tuturnya.

Terpisah, Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) Hasbullah status KLB bisa diterapkan jika kejadian kasus DBD telah mengalami kenaikan lebih dari 30% dengan pengamatan secara berkala.

“Statis KLB itu penting untuk memfokuskan penanganan yang ekstra namun ketika sudah terjadi KLB, artinya pencegahan sudah telat. Padahal kasus DBD ini harusnya diperkuat pada ranah pencegahan. Saya kira belum terlambat untuk menangani DBD ini karena potensi hujan masih akan terus terjadi hingga pertengahan tahun sesuai prediksi cuaca,” ungkapnya.

Data WHO menyatakan bahwa dengue telah dinyatakan sebagai penyakit endemik pada lebih dari 100 negara di dunia. Disebutkan juga bahwa 70% kasus dengue di dunia terjadi di benua Asia. Data dari WHO Asia Tenggara menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu dari 30 negara di dunia yang memiliki tingkat endemik tinggi dengue di dunia.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat