visitaaponce.com

Indonesia Perkuat Riset dan Inovasi untuk World Water Forum 2024

Indonesia Perkuat Riset dan Inovasi untuk World Water Forum 2024
Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito (kanan) pada konferensi pers bertajuk Riset dan Inovasi Solusi Krisis Air.(Dok Kemenkominfo)

ISU krisis air saat ini menjadi pembahasan dunia global yang harus dicarikan solusi bersama. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terus memperkuat riset dan inovasi mengatasi krisis air serta memberikan dukungan penuh melalui kegiatan World Water Forum ke-10 di Bali pada 18 hingga 24 Mei 2024.

"Pertemuan kita hari ini pun menjadi bagian dari upaya kita menyambut World Water Forum nanti. Kami melihat bahwa peran riset dan inovasi menjadi penting untuk mencari solusi mengatasi krisis air," ujar Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN Mego Pinandito pada konferensi pers bertajuk Riset dan Inovasi Solusi Krisis Air yang digelar secara daring Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Rabu (13/3/2024).

Mego pun mengakui di Indonesia perubahan iklim terus menampakkan dampaknya. Suhu terus meningkat sebesar 0,3 derajat celsius dengan curah hujan yang juga terus menurun setiap tahun sebesar 2%-3%. "Musim hujan menjadi lebih pendek dan sebaliknya musim kemarau perlahan-lahan menjadi lebih panjang. Perubahan ini tentu berdampak pada proses hidrologi dan sumber daya air, perubahan siklus air, kenaikan suhu bumi, kenaikan muka air, dan iklim ekstrem," ujarnya.

Baca juga : Perubahan Iklim Perparah Intensitas Cuaca Ekstrem

Mego pun menegaskan mengatasi krisis air harus dilakukan bersama-sama, sinergi, dan kolaborasi berbagai lembaga terkait. "Perubahan iklim menimbulkan efek yang sangat besar bagi pembangunan dan keamanan manusia," katanya.

Dalam kaitan dengan World Water Forum nanti, katanya, perubahan iklim tentu berdampak pada ketersediaan sumber daya air (SDA), sehingga Indonesia perlu menggaungkan aksi bersama untuk mengendalikannya. Indonesia dikatakannya bisa mendorong aksi nasional yang telah dilakukan dan menjadi contoh pada World Water Forum ke-10. Pendekatan sinergi dilakukan melalui pengembangan wilayah atau tata ruang, pembangunan sektoral, penguatan inisiasi komunitas, dan bisnis hijau. "Pengendalian perubahan iklim didukung kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat untuk membantu pengelolaan sumber daya air yang lebih efektif," terang Mego.

Aksi sinergi dan kolaborasi akan meningkatkan manajemen prasarana sumber daya air dalam rangka mendukung penyediaan air dan ketahanan pangan. Kemudian disaster risk management banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang semakin terukur. Lalu meningkatkan manajemen dan pengembangan prasarana sumber daya air untuk pengendalian daya rusak air.
 
Namun, yang terpenting ialah mampu pendorong kesadaran dan peran serta masyarakat tentang penyelamatan air, serta ketersediaan dan akses terhadap data dan informasi terkait dampak perubahan iklim. "Intinya memang mitigasi dan adaptasi dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air menjadi sangat penting dan harus dikuatkan," ujar Mego.

Baca juga : Indonesia Perlu Bentuk Komite Cuaca Ekstrem

Langkah tersebut akan mampu menginventarisasi tempat pengambilan air baku untuk air minum di sungai (intake) dan daerah irigasi yang terkena dampak kenaikan muka air laut dan upaya-upaya penanganannya. Kemudian secara berkesinambungan akan memperbaiki jaringan hidrologi di tiap wilayah sungai sebagai pendeteksi perubahan ketersediaan air maupun sebagai perangkat pengelolaan air dan sumber air. "Dengan mitigasi dan adaptasi akan menginventarisasi daerah aliran sungai (DAS) yang mengalami pencemaran namun tingkat penggunaan airnya sangat tinggi untuk ditentukan prioritas penanganannya. Yang paling penting ialah melanjutkan gerakan hemat air untuk segala keperluan air minum, domestik, pertanian, industri, pembangkit listrik, dan sebagainya," ujar Mego.

Pada kesempatan tersebut, Mego berharap daerah di Indonesia bahkan dunia bisa melihat pengelolaan SDA berbasis masyarakat yang dilakukan di Bali dengan sistem Subak. Sistem pengairan dengan Subak berkembang dalam pengaruh nilai agama Hindu dan suatu kearifan lokal. Petani dapat hidup serasi dengan alam agar memperoleh hasil panen optimal. 

Pola pertanian sesuai lanskap Bali, terutama dalam penciptaan sawah berundak-undak. Masyarakat mengelola pengairan lahan pertanian sesuai kondisi kontur daerah dengan cara membuat terasering di lereng bukit dan menggali kanal untuk mengairi lahan, sehingga memungkinkan mereka untuk menanam padi. "Sistem ini dapat diterapkan di daerah manapun dengan penyesuaian kearifan lokal yang ada, dan bisa diperkuat dengan pemanfaatan teknologi tepat guna yang sesuai dengan kemampuan dan budaya masyarakatnya," ujar Mego. Maka itu, BRIN dikatakan Mego telah membuat skema-skema untuk mengajak kolaborasi dan kerja sama negara-negara maju dan berkembang dalam agenda Word Water Forum cara menangani perubahan iklim terkait pengelolaan sumber daya air melalui progrem riset skala internasional. (Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat