visitaaponce.com

Penting Dilakukan, Tes Genetik untuk Deteksi Penyakit Langka Masih Terbatas di Indonesia

Penting Dilakukan, Tes Genetik untuk Deteksi Penyakit Langka Masih Terbatas di Indonesia
Talkshow dan Sharing Session Bincang Rare Disease, di Klinik Genomics Hub, Setiabudi, Jakarta Selatan, 10 Maret 2024.(Dok. GSI)

MESKI tak banyak ditemui, penyakit langka dapat menjadi hal yang mengancam jiwa dan menurunkan kualitas hidup seseorang secara signifikan. Saat ini di dunia ada sekitar 10.000 jenis penyakit langka. Jumlah penderita penyakit langka di dunia tercatat sekitar 350 juta orang, sedangkan jumlah penderita penyakit langka di Indonesia lebih dari 50 anak.

Dokter Spesialis Ilmu Kesehatan Anak Subspesialis Kesehatan Anak, Nutrisi dan Penyakit Metabolik RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Cut Nurul Hafifah, mengatakan tidak mudah menegakkan proses diagnosis penyakit langka di Indonesia. Padahal, penegakkan diagnosis ini adalah kunci bagi setiap pasien penyakit langka untuk mendapatkan pengobatan yang tepat.

“Mengungkapkan diagnosis penyakit langka merupakan tantangan bagi para dokter. Selama ini yang dikerjakan di pusat penyakit langka RSCM adalah hanya sampai dengan diagnosis pasti, tapi tidak semuanya bisa periksa di RSCM dan harus diperiksa lebih lanjut ke luar negeri karena layanan lab belum lengkap,” ujarnya dalam talkshow Bincang Rare Disease, di Klinik Genomics Hub, Setiabudi, Jakarta Selatan, 10 Maret 2024.

Baca juga : Sekujur Tubuh Gadis di Tegal Melepuh karena Sindrom Langka Staphylococcal Scalded Skin

Dalam acara yang diselenggarakan Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) melalui program sosial Batik Pelangi, Bantu Tes Genetik Penyakit Langka Indonesia itu, Hafifah mengatakan Indonesia belum memiliki data prevalensi angka penyakit langka yang lengkap dan rigid seperti di negara maju. Hal itu menjadi salah satu kendala untuk memotret jumlah prevalensi yang akan berdampak pada penyediaan layanan kesehatan. Hingga saat ini, pasien penyakit langka di Indonesia masih bergantung pada fasilitas kesehatan dan laboratorium di luar negeri.

“Sampai dengan saat ini karena belum ada pelayanan yang rutin dan memadai di Indonesia terkait penyakit langka maka tidak bisa kita tangani seutuhnya dan harus dikirim ke rumah sakit di luar negeri. Sementara proses transfer pasien itu membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga pemeriksaan tidak bisa segera dilakukan,” jelasnya.

Selain itu, Hafifah Juga mendorong agar agar orangtua bisa memperhatikan perkembangan anak untuk mengenali gejala penyakit langka sejak dini. Penyakit langka yang dimaksud di sini adalah penyakit yang mengancam jiwa atau mengganggu kualitas hidup dengan prevalensi yang rendah atau dialami oleh kurang dari 2.000 orang di suatu negara.

Baca juga : Cara Mendeteksi Penyakit Talasemia Sebelum Menikah

Hafifah tak memungkiri sering kali dokter harus melakukan banyak pemeriksaan untuk mencari penyebab kelainan penyakit langka yang ditemui. Pemeriksaan ini sering kali juga memakan waktu sampai hasilnya keluar. Bahkan, setelah keluar, hasilnya tidak sesuai harapan. Hal ini pun bukan hanya bisa membuat para orang tua pasien putus asa, tapi juga bagi para dokter.

“Indonesia tidak punya data screening penyakit langka dari sebelum terkena penyakit, sehingga data perbandingan penyakit langka seperti yang di Amerika itu tidak tersedia, jadi yang bisa dilakukan hanya diagnosa. Kita hanya bisa kumpulkan berapa jumlah penderitanya. Dan tidak semua penyakit langka itu bisa di-screening karena belum ada obatnya,” jelasnya.

Penyakit langka akan semakin meningkat seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Saat ini sudah ada lebih dari 10.000 jenis penyakit langka di Indonesia. Secara skema data, setiap harinya ilmu pengetahuan bisa mengungkap 10 jenis penyakit baru, sementara untuk penyakit langka diproyeksikan akan mengalami kenaikan hingga 3.000 jenis dalam 5 tahun.

Baca juga : Kerap Tak Bergejala, Skrining Dini Kesehatan Ginjal jadi Hal Penting untuk Dilakukan

“Artinya 5 tahun lagi mungkin sudah ada 15.000 jenis penyakit langka karena ilmu semakin berkembang sehingga berbagai penyakit yang belum bisa terjawab mungkin nanti di masa depan akan bisa terjawab. Jadi bagi orang tua yang memiliki anak dengan gangguan tertentu dan belum diketahui jenis penyakit langkanya, mungkin hari ini belum diketahui tapi mungkin 5 tahun lagi akan bisa terjawab dengan ilmu pengetahuan yang terus berkembang,” ungkapnya.

Pengaruh Genetik

Hafifah mengatakan Jenis penyakit langka biasanya diakibatkan oleh genetik sebesar 80% dan non genetik sekitar 20%. Untuk non genetik misalnya, termasuk di dalamnya seperti jenis penyakit kanker langka dan autoimun langka. Sementara untuk penyakit langka akibat genetik, ada yang disebabkan karena kelainan kromosom dan kelainan gen.

“Penyakit langka biasanya terkena oleh anak-anak tetapi ada juga penyakit langka yang diderita oleh orang tua. Tetapi secara medis, penyakit langka bisa disebabkan oleh faktor genetik dan faktor non-genetik. Biasanya bagi orang tua yang terkena penyakit langka, sudah bergejala sejak kecil namun baru muncul saat usianya dewasa, tetapi sebagian besar yang mengalami penyakit langka adalah anak-anak,” tuturnya.

Lebih lanjut ia menyampaikan, rara-rata waktu yang diperlukan untuk mendiagnosis suatu penyakit langka adalah sekitar 8 tahun. Diagnosis pun baru tegak setelah menemui kira-kira 10 orang dokter spesialis.

Baca juga : Biden Dinyatakan 'Sehat untuk Bertugas' Meski Isu Usia Muncul dalam Pemilihan

“Para pasien biasanya telah salah didiagnosis sebanyak tiga kali sebelum akhirnya mendapat diagnosis pasti. Namun, menurut dia, belakangan ini perhatian terhadap penyakit langka semakin baik, baik di dunia, termasuk di Indonesia,” jelasnya.

Hafifah juga memberikan informasi mengenai gejala yang harus dipikirkan oleh orang tua untuk mencurigai adanya penyakit langka pada anak. Beberapa gejala penyakit langka itu, termasuk kemunduran perkembangan dan pertumbuhan.

“Misalnya, anak sudah bisa berjalan tiba-tiba jadi tidak bisa karena penyebab yang tidak jelas. Selain itu bisa juga bayi sehat tiba-tiba tidak sadar atau koma, keterlambatan perkembangan tanpa faktor risiko, misalnya bukan bayi prematur, perubahan wajah atau tulang gangguan darah, hati, ginjal, atau jantung yang tidak tuntas tanpa penyebab yang jelas, punya riwayat penyakit serupa pada saudara kandung atau keluarga lainnya,” katanya.

Pentingnya Pemeriksaan Genetik

Sementra itu, Konselor Genomika, Widya Eka Nugraha, menerangkan pemeriksaan genetik merupakan salah satu cara terbaik yang dapat dilakukan untuk mendeteksi penyakit langka. Pemeriksaan genetik untuk penyakit langka dapat dibagi menjadi setidaknya dua jenis yakni tes klinis dan tes genetika atau molekuler yang bertujuan untuk mencari mutasi pada gen.

“Untuk menentukan diagnosis penyakit langka tidak mudah, ada dua diagnosis yakni pertama diagnosis klinis yakni ditangani dokter ketika orang tua pertama kali membawa anaknya ke dokter. Sementara tes molekuler adalah ketika dokter mengambil sampel jaringan seperti darah dari pasien untuk diperiksakan hasil DNA itu yang disebut dengan diagnosis molekuler,” katanya.

Widya mengatakan pada tes genetika akan diperiksa analisis kromosom bertujuan untuk mengevaluasi kromosom, misalnya sindrom Down, sindrom Edward, sindrom Patau Tes biokimiawi bertujuan untuk menilai kadar protein atau aktivitas enzim. Selanjutnya diagnosis pasti akan dilakukan dengan pemeriksaan enzim beta-glucosidase dengan mengirim sampel ke laboratorium di luar negeri.

Baca juga : Penyakit Autoimun tidak Bisa Dicegah Namun Risikonya Bisa Dikurangi

“Sebagian penyakit langka bisa dicurigai dengan pemeriksaan sederhana dengan laboratorium yang sudah tersedia di Indonesia. Contohnya, penyakit Gaucher bisa dideteksi dengan pemeriksaan darah tepi yang menunjukkan adanya anemia (kekurangan darah) dan trombositopenia (kekurangan keping darah). Pemeriksaan dilanjutkan dengan pemeriksaan fungsi sumsum tulang untuk mencari sel Gaucher,” ujarnya.

Widya berharap agar masyarakat tak lagi menganggap penyakit langka sebagai sebuah aib atau kutukan. Stigma negatif terhadap penyakit langka harus dihindari untuk mendapat penanganan yang komprehensif.

Sementara itu, bersamaan dengan talkshow tersebut juga GSI juga mengumumkan secara resmi bahwa, sejak diluncurkan sepuluh bulan yang lalu, Batik Pelangi telah berhasil membantu enam belas pasien penyakit langka melakukan tes Whole Exome Sequencing (WES) secara gratis dan telah memberikan konsultasi genomika untuk menegakkan diagnosa dari masing-masing pasien.

Melalui teknologi WES, GSI mendapati diagnosa-diagnosa baru. Beberapa sindrom yang ditemukan adalah Sotos Syndrome, Baraitser-Winter Syndrome, Rubinstein-Taybi syndrome, Rett Syndrome, LQTS, dan Adrenoleukodistrofi. Diharapkan melalui tes dan temuan ini, penegakan diagnosa penyakit langka di Indonesia dapat lebih masif lagi.

“Shortcutting diagnosis odyssey adalah langkah awal untuk memajukan perkembangan medis dalam bidang penyakit langka. Semakin kita bersama mendukung visi ini, lebih banyak makna, kesehatan jiwa dan kualitas hidup untuk pasien dan keluarga (pasien) penyakit langka.“ ujar Konselor Genomika GSI, Zoya Marie Adyasa.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat