Kemenkes Sebut PPDS Berbasis Rumah Sakit Gratis dan Dapat Insentif
MENTERI Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan peserta program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama (RSP-PU)/Hospital Based tidak dikenai biaya atau gratis. Selain itu, para peserta juga akan diberikan insentif sesuai dengan jasa yang sesuai.
"Isu lainnya yakni mahal pendidikan. Jadi, pendidikan dokter spesialis akan sama seperti dokter spesialis dunia tidak usah bayar uang kuliah dan tidak usah bayar uang pangkal," kata Budi dalam Acara Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit di RS Harapan Kita, Jakarta Barat, Senin (6/5).
Rekrutmen PPDS berbasis hospital based bersifat terbuka, tetapi diutamakan untuk para peserta yang berasal dari Daerah Tertinggal Perbatasan dan Kepulauan (DTPK).
Baca juga : Menkes Siap Reformasi dan Mendata Ketimpangan Gaji Dokter
Penempatan daerah prioritas atau lokus peserta setelah menyelesaikan pendidikan akan ditetapkan oleh Kemenkes sesuai perencanaan kebutuhan.
Masyarakat juga tidak perlu khawatir, peserta PPDS tersebut juga akan mendapatkan insentif sesuai hak mereka dan jasa yang diberikan karena mereka dihitung sebagai pegawai kontrak rumah sakit.
"Mereka akan jadi tenaga kontrak rumah sakit dan mendapatkan benefit yang normal seperti tenaga kerja lainnya. Mereka akan mendapatkan perlindungan kesehatan, perlindungan hukum, jam kerja wajar, dan statusnya bukan pesuruh, pembantu, atau keset tapi statusnya sama. Dengan demikian akan lebih mudah untuk masuk," ujar Budi.
Baca juga : Mendikbud-Ristek dan Menkes Dorong Akselerasi Penambahan Jumlah Dokter
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kemenkes, jumlah kuota penerimaan peserta PPDS Hospital Based Batch 1 sebanyak 38 orang.
Terdapat 6 RS milik Kemenkes yang sudah ditunjuk sebagai RSP-PU Pilot atau percontohan untuk program studi dokter spesialis antara lain RS Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita: program studi jantung (6 kuota), RS Anak dan Bunda Harapan Kita: program studi anak (6 kuota), RS Ortopedi Soeharso: program studi orthopaedi dan traumatologi (10 kuota), RS Mata Cicendo: program studi mata (5 kuota), RS Pusat Otak Nasional: program studi saraf (5 kuota), dan RS Kanker Dharmais: program studi onkologi radiasi (6 kuota).
Pertimbangan kuota di atas berdasarkan jumlah sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang memungkinkan untuk mengajar para calon dokter spesialis. Idealnya, rasio SDM pengajar dalam program dokter spesialis adalah 1 banding 5 sampai 1 banding 10.
"Sekitar 420 RS pendidikan akan mendampingi 24 fakultas kedokteran yang sudah lakukan pendidikan spesialis sehingga bukan hanya 24 yang bisa produksi tapi bisa ditambah menjadi 420 RS," pungkasnya. (Z-1)
Terkini Lainnya
Tenda Pengungsi WNA di Kuningan Ganggu Estetika, Heru Budi Akan Datangi UNHCR
Menyelami Sepak Terjang Pak Menkes
Peningkatan Kualitas untuk Tingkatkan Ketahanan Keluarga dan Menurunkan Stunting
Apakah Dokter Asing merupakan Solusi Mengatasi Masalah Kesehatan?
514 Daerah Diharap Bisa Beri Layanan Dasar Penyakit Stroke, Jantung, Kanker, dan Ginjal
Ini Cara Pemerintah Cetak Banyak Dokter Spesialis
PB IDI Berharap PPDS Berbasis Rumah Sakit Dapat Menjawab Permasalahan Distribusi Dokter di Daerah
IAKMI Dorong Kemenkes Berikan Gaji Dokter pada Peserta PPDS Hospital Based
Tanggapi Data Masalah Kesehatan Jiwa Peserta PPDS, Dokter Spesialis Kejiwaan Ajak Berantas Stigma Depresi
Tantangan Pendidikan di Indonesia
Membenahi Pola Tata Kelola PTN-BH
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap