visitaaponce.com

Ini Tiga Aspek Penting Pengembangan Diri Bagi Generasi Z dalam Berkarier

Ini Tiga Aspek Penting Pengembangan Diri Bagi Generasi Z dalam Berkarier
Ilustrasi(Freepik)

GENERASI Z, saat ini, menjadi pendorong utama perkembangan ekonomi dengan dominasi mereka pada lanskap demografi Indonesia. Menurut hasil sensus penduduk 2020, jumlah mereka yang lahir antara 1997 hingga 2012 mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94% dari total populasi Indonesia. Perkembangan mereka dalam dunia profesional pun kini menjadi sorotan penting untuk menghasilkan calon pemimpin dan bibit unggul masa depan Indonesia. 

Di satu sisi, perkembangan teknologi yang berfokus pada dunia digital memengaruhi interaksi, banyak pekerja Gen Z yang kerap merasa kesulitan berkomunikasi secara efektif di tempat kerja. Mereka sering kali mengalami kesulitan dalam meminta bantuan dan kesulitan menavigasi proses kolaboratif dengan rekan-rekan kerja mereka.

Selain itu, berdasarkan survei dari Deloitte Global Gen Z and Millennial (2023), kurang dari 40% gen Z mempunyai pandangan positif terhadap masa depan mereka. Hal ini memengaruhi tingkat kepercayaan diri mereka yang tergolong rendah jika dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.

Baca juga : Kementerian BUMN Dorong Generasi Muda Bersaing di Kancah Global

Institusi pendidikan yang berfokus pada pengembangan keahlian berkomunikasi, Talkinc mengatakan Gen Z memang memiliki cara pandang yang berbeda dalam menjawab tantangan kerja dan saat berinteraksi dengan sesama apalagi di dunia kerja.

"Di Talkinc, kami kerap menemukan komunikasi Gen Z  di lingkup profesional yang berbicara terlalu cepat dan singkat hingga sulit mengelaborasi pemikiran mereka. Hal ini yang menghambat komunikasi yang efektif. Namun, kita percaya, Gen Z ini adalah calon pemimpin masa depan, sehingga harus kita bantu pengembangan diri maupun profesional mereka." ucap Founder dan CEO Talkinc Erwin Parengkuan.

Merespons hal tersebut, Talkinc, melalui tiga fasilitator yang merupakan pakar di bidang komunikasi dari berbagai latar disiplin ilmu, berbagi pandangan terhadap problematika yang dihadapi Gen Z untuk mengembangkan diri dalam menghadapi dunia karier profesional. 

Baca juga : Link and Match Sistem Pendidikan dan Dunia Kerja Harus Diwujudkan

Apa saja hal itu?

Membangun belief system 

Belief system merupakan sistem kepercayaan dasar yang dijadikan sebagai acuan atau fondasi dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Kepercayaan tersebut sangatlah memengaruhi cara kita hidup. Kepercayaan ini terbawa pada emosi, lalu emosi berubah menjadi tindakan.

"Memiliki sistem kepercayaan yang kuat dapat memberikan landasan yang stabil untuk Gen Z membentuk identitas diri dan perilaku mereka dalam menjalani kehidupan, serta mengatasi tantangan yang muncul," ujar psikolog sekaligus fasilitator Talkinc Ajeng Raviando dalam seminar Mastering the Present Shaping the Future of Indonesia.

Baca juga : Tantangan GenZ di Era Hoaks, Membentuk Masa Depan Demokrasi dengan Cerita Positif

Dengan memiliki landasan kepercayaan yang stabil, kreativitas dan inovasi sumber daya manusia pun akan tercipta. Dua hal tersebut, sangat penting dimiliki oleh Gen Z di era persaingan profesional yang kian tajam.

Kesadaran tentang growth mindset

Growth mindset merupakan aspek penting dalam pengembangan diri. Oleh sebab itu, generasi muda harus memahami secara mendalam mengenai aspek penting dalam membangun growth mindset. 

Langkah pertama adalah dengan menumbuhkan kesadaran bahwa kemampuan dan kecerdasan bukan suatu hal yang tetap. Keduanya akan terus mengalami perubahan seiring berjalannya waktu dan bisa ditingkatkan melalui usaha dan pembelajaran.

Baca juga : Pemanfaatan BLMS Karier.mu Bantu Jembatani Pendidikan dan Lapangan Kerja

Menurut psikolog sekaligus fasilitator Talkinc Samanta Elsener, Gen Z merupakan generasi yang perlu mempraktikkan growth mindset lebih efektif karena mereka membutuhkan solusi dari permasalahan sosial yang mereka hadapi. 

"Mereka memiliki motif untuk terus maju dan berkembang, ingin menciptakan dunia yang lebih indah untuk hidup, dan, jika memungkinkan, menciptakan inovasi baru dengan kreativitas yang mereka miliki. Dengan menguasai growth mindset, mereka bisa meyakinkan diri agar mereka bisa mengembangkan potensi dalam diri mereka lebih besar lagi," jelas Samanta Elsener lebih lanjut. 

Mengasah storytelling

Sejatinya storytelling tidak hanya dibutuhkan oleh Gen Z, melainkan setiap generasi. Hanya saja, Gen Z, yang baru memasuki dunia profesional, perlu membekali diri untuk selalu bisa menarasikan ide dan gagasan lewat storytelling yang baik agar bisa lebih mudah terkoneksi dengan orang-orang yang ada di lingkup kerjanya.

Menurut presenter sekaligus fasilitator Talkinc Wahyu Wiwoho, melalui storytelling kita dapat secara persuasif mengajak lawan bicara, khususnya atasan, rekan kerja atau klien, untuk mendengarkan dan meyakini penuh pesan yang disampaikan. 

Misalnya, saat kita berusaha menjelaskan tentang evaluasi kerja dalam sebuah presentasi. Alih-alih hanya menggunakan angka dan tabel, kita bisa bercerita tentang konflik dan tantangan yang terjadi selama periode berlangsung. Agar tidak membosankan, jangan lupa sisipi dengan solusi. 

"Gen Z itu superkreatif dalam hal ide atau gagasan. Namun, mereka tetap memerlukan peran generasi di atasnya untuk memandunya dalam lingkup professional. Gen Z sangat bisa diandalkan di kantor karena mereka menjadi penyeimbang dalam tim, cepat dan cekatan. Bahkan bisa dibilang merekalah sekarang para eksekutor di industri, meski kemampuan storytelling-nya tidak selalu sama. Storytelling bukan hanya milik satu generasi saja. Hanya caranya saja yang berbeda di setiap rentang generasi," tutup Wahyu. (RO/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat