visitaaponce.com

Survei 74 Persen Guru Honorer Dibayar Lebih Kecil dari Upah Minimum Terendah Indonesia

Survei: 74 Persen Guru Honorer Dibayar Lebih Kecil dari Upah Minimum Terendah Indonesia
Ilustrasi--Guru memberikan penjelasan kepada siswa di Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTSN) 2 Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah.(ANTARA/Auliya Rahman)

LEMBAGA Riset Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas) dan Great Edunesia Dompet Dhuafa melakukan survei kesejahteraan guru di Indonesia pada pekan pertama Mei 2024, dalam rangka Hari Pendidikan Nasional. 

Survei yang dilakukan secara daring terhadap 403 responden guru di 25 Provinsi itu memiliki komposisi responden Pulau Jawa sebanyak 291 orang dan Luar Jawa 112 orang.

Responden survei terdiri dari 123 orang berstatus sebagai guru PNS, 118 guru tetap yayasan, 117 guru honorer atau kontrak, dan 45 guru PPPK.

Baca juga : Kesejahteraan Guru Disebut Masih Belum Terwujud, Ada yang Bergaji Rp300 Ribu Per bulan

“Survei tersebut mengungkapkan bahwa sebanyak 42% guru memiliki penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan dan 13% di antara mereka berpenghasilan di bawah Rp500 ribu per bulan,” kata Peneliti Ideas Muhammad Anwar dalam keterangan tertulis, Selasa (21/5).

Anwar menambahkan, jika melihat lebih dalam kepada responden guru honorer/kontrak, akan terlihat rendahnya tingkat kesejahteraan mereka, dengan 74% guru honorer/kontrak memiliki penghasilan di bawah Rp2 juta per bulan bahkan 20,5% di antara mereka masih berpenghasilan di bawah Rp500 ribu.

“Nominal tersebut masih di bawah upah minimum kabupaten-kota (UMK) 2024 terendah Indonesia, yaitu Kabupaten Banjarnegara dengan UMK sebesar Rp2.038.005. Ini artinya, di daerah dengan biaya hidup terendah sekalipun para guru, terutama guru honorer, masih harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup,” tutur Anwar.

Baca juga : Hari Guru Nasional, P2G Ingatkan Presiden Terpilih Penuhi Janji Sejahterakan Guru

Anwar melanjutkan dengan jumlah tanggungan rata-rata 3 anggota keluarga, 89% guru merasa penghasilan dari mengajar tersebut pas-pasan bahkan kurang untuk memenuhi kebutuhan hidup, hanya 11% saja yang mengaku cukup dan ada sisa.

Dengan tingkat penghasilan yang rendah, berbagai upaya dilakukan guru untuk menutupi kebutuhan hidup salah satunya adalah memiliki pekerjaan sampingan selain sebagai guru.

“Dari survei ini terlihat 55,8% guru memiliki penghasilan tambahan dari pekerjaan lain. Namun, penghasilan tambahan ini pun tidak signifikan, mayoritas guru yang memiliki sampingan tersebut hanya mendapat kurang dari Rp500 ribu,” ucap Anwar.

Baca juga : Kampanyekan Go Public Fund Education, Ketum PGRI: Kualitas dan Kesejahteraan Guru Kunci Penting Pendidikan Bermutu

Terdapat pekerjaan sampingan terfavorit yang dipilih oleh guru yaitu mengajar privat atau bimbel (39,1%), berdagang (29,3%), bertani (12,8%), buruh (4,4%), konten kreator (4%), dan driver ojek daring (3,1%).

Minimnya penghasilan dari pekerjaan utama sebagai guru dan tambahan dari pekerjaan sampingan, menjadikan berutang sebagai salah satu jalan untuk menutupi kebutuhan hidup. Tercatat 79,8% guru mengaku memiliki utang.

“Para guru mengaku memiliki utang kepada Bank/BPR sebanyak 52,6%, keluarga atau kerabat 19,3%, koperasi simpan pinjam 13,7%, teman atau tetangga 8,7%, dan pinjaman online 5,2%,” ungkap Anwar.

Baca juga : Pengangkatan Ratusan Ribu Guru Honorer di Indonesia Dipuji Organisasi Guru Dunia

Ketika dalam kondisi terdesak oleh suatu kebutuhan, 56,5% guru mengaku pernah menjual atau menggadaikan barang berharga yang dimilikinya. 

Adapun barang yang digadaikan itu antara lain emas perhiasan (38,5%), BPKB kendaraan (14%), sertifikat rumah/tanah (13%), motor (11,4%), emas kawin (4,3%) dan SK PNS (3,9%).

“Dengan kondisi kesejahteraan guru yang rendah, kami melihat tekad guru Indonesia yang sangat membanggakan ini terbaca dari 93,5% responden berkeingginan untuk tetap mengabdi dan memberikan ilmu sebagai guru hingga masa pensiun walau kesejahteraan sebagian besar mereka jauh dari layak,” papar anwar.

CEO Great Edunesia Dompet Dhuafa Asep Hendriana, yang memiliki fokus program terkait pendidikan, mengatakan bahwa temuan Ideas tersebut terkonfirmasi oleh pengalaman lembaganya dalam mendampingi para guru.

“Berdasarkan pengalaman lembaga kami, tingkat kesejahteraan yang rendah pada profesi guru, tidak pernah menyurutkan semangat mereka untuk tetap mengajar hingga usia senja karena bagi mereka ini adalah sebuah pengabdian,” ujar Asep.

Asep menilai pemerintah, baik pusat maupun daerah, perlu memperhatikan permasalahan ini. Selain soal kesejahteraan, Asep juga memandang perlu ada lembaga-lembaga yang memang mendampingi guru dalam meningkatkan kualitas pembelajarannya lewat pelatihan, pendampingan dan program capacity building lainnya. (RO/Z-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat