visitaaponce.com

Idul Adha Dalam Al-Quran Musyawarah Antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail

Idul Adha Dalam Al-Qur'an : Musyawarah Antara Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail
Petugas melakukan pemotongan hewan kurban.(MI/RAMDANI)

HARI Raya Idul Adha yang diperingati setiap tahun pada 10 Dzulhijjah dan identik dengan ibadah kurban. Umat Islam dalam momen tersebut ramai-ramai memberikan hewan kurban seperti kambing, kerbau, maupun sapi sebagaimana syariat Nabi Ibrahim as dan Ismail as.

Dilansir NU online, ibadah kurban berawal dari perintah Allah SWT kepada Nabi Ibrahim AS untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS. Riwayat keduanya dapat ditemukan pada Surat As-Shaffat ayat 102. Riwayat tersebut menceritakan ungkapan Nabi Ibrahim AS kepada Ismail AS atas mimpinya selama tiga malam terakhir. 

“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata, ‘Hai anakku, sungguh aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Pikirkanlah apa pendapatmu?’"

Baca juga : Memahami Makna dan Sejarah Idul Adha dari Pengorbanan Besar 2 Nabi

Apa yang terjadi dalam mimpi Ibrahim AS dipahami oleh dirinya dan Ismail AS sebagai perintah Allah SWT. Pasalnya, mimpi para nabi, kata Ibnu Abbas RA, adalah wahyu ilahi. Muhammad bin Ka’ab mengatakan, wahyu ilahi mendatangi para nabi saat mereka terjaga dan tertidur. Oleh karena itu, keduanya memiliki pengertian yang sama atas takwil mimpi Ibrahim AS.

"Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. Insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar," jawab Ismail AS.

 

Baca juga : Ini Sejarah dan Makna Idul Adha

Cikal Bakal Syariat Kurban
Nabi Ibrahim adalah orang yang sangat patuh kepada Allah. Contohnya ketika Allah menyuruh Ibrahim untuk menyembelih anaknya, tanpa ragu-ragu langsung dilaksanakan kemudian dipangggilnya Ismail untuk bermusyawarah. 

Dari musyawarah itu Ismail setuju dirinya dijadikan kurban oleh ayahnya, ketika Ismail 'dieksekusi' oleh ayahnya, Ismail sabar dan pasrah kepada Allah. Nabi Ibrahim yakin tidak akan ada sebuah perintah dari Allah tanpa jaminan dari Allah.

Inilah cikal bakal adanya syariat kurban. Oleh karena itu marilah kita berkurban semoga Allah akan menggantinya dengan rezeki yang lebih besar.

Baca juga : Meneladani Hari Raya Idul Kurban untuk Membangun Indonesia Damai


Kurban Menumbuhkan Kesalehan Sosial

Tuntunan kurban juga terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al-Kautsar ayat 2 yang menyatakan, Fashalli lirabbika wan har, “Maka laksanakanlah sholat karena Tuhanmu dan berkurbanlah (sebagai ibadah dan mendekatkan diri kepada Allah).

Makna kurban dalam ayat tersebut mempunyai beberapa dimensi karena muaranya adalah takwa kepada Allah. Untuk mencapai derajat tersebut, manusia tidak mungkin hanya bermodal keshalehan vertikal kepada Tuhannya, melainkan mampu menumbuhkan keshalehan sosial kepada sesama manusia sebagai basis kekhalifahan di muka bumi. 

Baca juga : Meneladani Nabi Ibrahim tentang Ketaatan dan Pengorbanan

Dimensi yang dimaksud yaitu dimensi sosial dan spiritual. Aspek sosial dalam ibadah kurban jelas terlihat ketika seorang hamba berbagi kebahagiaan terutama dengan masyarakat kurang mampu untuk dapat menikmati daging kurban, baik berupa sapi maupun kambing. 

Dimensi ini akan menyadarkan individu bahwa kepedulian terhadap sesama manusia mempunyai peran yang sangat penting untuk menumbuhkan keshalehan sosial pada diri pribadi maupun orang lain. Jadi dampak ibadah kurban bukan satu arah, melainkan saling timbal balik memunculkan kebaikan. 

Tentu sempit jika kepedulian kepada sesama manusia dimaknai melalui kurban. Ibadah kurban hanya salah satu amal shaleh yang dianjurkan oleh Allah untuk mengambil pelajaran berharga dari historisitas luar biasa Nabi Ibrahim, Ismail, dan Siti Hajar. Ketiga orang mulia ini bahkan menjadi penuntun umat Muslim dalam menjalankan tahap-tahapan ibadah haji selama ini. 


Teladan Penghambaan Terbaik Manusia Kepada Allah

Sebagaimana diketahui, rukun haji seperti Sa’i dan lempar jumrah berasal dari riwayat sejarah Nabi Ibrahim dan Siti Hajar. Namun, hendaknya dipahami secara substantif meskipun terwujud dalam bentuk simbol-simbol dalam ibadah haji. Dalam momen Idul Adha ini, Nabi Ibrahim dan keluarganya merupakan teladan penghambaan terbaik manusia kepada Tuhannya. 

Sebab itu, ibadah haji dan kurban tidak hanya sebatas ritual saja, tetapi bagaimana menjadikan peristiwa Nabi Ibrahim dan hal-hal yang melingkupinya dijadikan instrumen berharga untuk menghamba kepada Allah, bukan justru menghamba pada ritual-ritual tersebut.   

Sehingga tak jarang ditemui orang yang berkali-kali menunaikan ibadah haji, tetapi justru tetangga sekitarnya mengalami kekurangan dalam memenuhi kebutuhan hidup. Begitu juga dengan kurban, ibadah yang seharusnya mampu menjadi sebuah kebaikan alam bawah sadar manusia agar kepedulian terhadap sesama terus dipupuk di hari-hari berikutnya. (P-5)

Sumber : NU Online

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Akmal

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat