visitaaponce.com

Tiongkok Sebut Negara G-7 Tak Bisa Lagi Mendikte Negara Lain

Tiongkok Sebut Negara G-7 Tak Bisa Lagi Mendikte Negara Lain
Di sela KTT G-7, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson (kanan) menggelar pertemuan bilateral dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in(Stefan Rousseau / POOL / AFP)

TIONGKOK dengan tegas memperingatkan para pemimpin Kelompok Tujuh (G-7) bahwa kini kewenangan G-7 untuk memtuskan nasib dunia sudah lama berlalu.

Pertnyataan disampaikan Tiongkok dalam merespons sikap negara-negara demokrasi terkaya di dunia yang tengah berupaya untuk menandingi Tiongkok.

"Hari-hari ketika keputusan global didikte oleh sekelompok kecil negara sudah lama berlalu," kata Juru Bicara Kedutaan Besar  (Kedubes)Tiongkok di London. Inggris, Minggu (13/6).

"Kami selalu percaya bahwa negara, besar atau kecil, kuat atau lemah, miskin atau kaya, adalah sama, dan bahwa urusan dunia harus ditangani melalui konsultasi oleh semua negara," tambahnya.

Kebangkitan kembali Tiongkok sebagai kekuatan global terkemuka dianggap sebagai salah satu peristiwa geopolitik paling signifikan akhir-akhir ini, di samping jatuhnya Uni Soviet pada tahun 1991 yang mengakhiri Perang Dingin.

Para pemimpin G-7 telah menggelar pertemuan di Inggris. Mereka tengah membahas untuk merespons terkait sikap tegas Presiden Tiongkok Xi Jinping seiring kembangkitan ekonomi dan kekuatan militer Tiongkok yang luar biasa dalam 40 tahun terakhir.  

Para pemimpin G7 – Amerika Serikat, Kanada, Inggris, Jerman, Italia, Prancis, dan Jepang – ingin menggunakan pertemuan mereka di Inggris untuk menunjukkan kepada dunia bahwa negara-negara demokrasi terkaya tersebut dapat menawarkan alternatif bagi pengaruh Tiongkok yang semakin besar.

Menurut sebuah sumber, Perdana Menteri (PM) Kanada Justin Trudeau memimpin diskusi G-7 tengah membahas berbagai hal terkait Tiongkok pada Sabtu (12/6).

PM Kanada meminta para pemimpin G-7 untuk bangkit dengan pendekatan terpadu dalam menghadapi tantangan yang ditimbulkan Beijing.

G-7 berencana untuk menawarkan skema infrastruktur kepada negara-negara berkembang yang dapat menyaingi "Belt and Road Initiative" milik Tiongkok yang bernilai triliun dolar. (Straits Times/Nur/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat