visitaaponce.com

Kasus Genosida Etnik Muslim Rohingya Kembali Digelar di Mahkamah Internasional

Kasus Genosida Etnik Muslim Rohingya Kembali Digelar di Mahkamah Internasional
Foto yang diambil pada 16 October 2017 tampak masyakat muslim Rohingya melarikan diri ke Bangladesh karena kekejian aparat militer Myanmar.(Munir UZ ZAMAN / AFP)

JUNTA militer Myanmar akan menggantikan Aung San Suu Kyi di pengadilan tinggi PBB pada Senin (21/2) ketika berusaha untuk menghentikan kasus atas dugaan genosida yang dilakukan terhadap Muslim Rohingya.

Suu Kyi secara pribadi mempresentasikan argumen Myanmar di Mahkamah Internasional (ICJ) ketika kasus itu pertama kali disidangkan pada Desember 2019, tetapi dia digulingkan sebagai pemimpin sipil dalam kudeta militer tahun lalu.

Peraih Nobel perdamaian itu, yang menghadapi kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia atas keterlibatannya dalam kasus itu, sekarang berada di bawah tahanan rumah dan diadili oleh jenderal yang sama yang dia bela di Den Haag.

Dalam keberatan awal pada Senin (21/2), Myanmar akan berargumen bahwa pengadilan tidak memiliki yurisdiksi atas kasus tersebut, dan harus membuangnya sebelum melanjutkan ke sidang substantif.

Baca juga: AS Sebut Rusia Bisa Serang Beberapa Kota di Ukraina

Media lokal Myanmar mengatakan junta memiliki delegasi baru yang dipimpin oleh Menteri Kerja Sama Internasional Ko Ko Hlaing dan Jaksa Agung Thida Oo, yang akan hadir secara virtual. Keduanya terkena sanksi AS atas kudeta tersebut.

Kasus yang dibawa oleh negara Gambia yang mayoritas Muslim di Afrika itu menuduh Myanmar yang mayoritas beragama Buddha melakukan genosida terhadap minoritas Rohingya atas tindakan keras militer berdarah tahun 2017.

ICJ membuat perintah sementara pada Januari 2020 bahwa Myanmar harus mengambil semua tindakan untuk mencegah dugaan genosida terhadap Rohingya sementara proses selama bertahun-tahun sedang berlangsung.

Gambia akan membuat argumen tandingannya pada Rabu (23/2).

Sekitar 850.000 orang Rohingya mendekam di kamp-kamp di negara tetangga Bangladesh, sementara 600.000 orang Rohingya lainnya tetap berada di negara bagian Rakhine di barat daya Myanmar.

ICJ dibentuk setelah Perang Dunia II untuk memutuskan perselisihan antara negara-negara anggota PBB. Putusannya mengikat tetapi tidak memiliki sarana nyata untuk menegakkannya.

Kasus Rohingya di ICJ telah diperumit oleh kudeta yang menggulingkan Suu Kyi dan pemerintahan sipilnya dan memicu protes massa dan tindakan keras militer berdarah. Lebih dari 1.500 warga sipil tewas, menurut kelompok pemantau lokal.

Suu Kyi sekarang menghadapi persidangannya sendiri di Myanmar atas sejumlah tuduhan yang bisa membuatnya dipenjara selama lebih dari 150 tahun.

Menjelang sidang, pemerintah bayangan Myanmar, Pemerintah Persatuan Nasional (NUG) yang didominasi oleh anggota parlemen dari partai yang digulingkan mengatakan pihaknya, bukan junta, adalah perwakilan yang tepat dari Myanmar di ICJ dalam kasus tersebut.

NUG juga menolak keberatan awal Myanmar, yang mengatakan sidang untuk itu harus dibatalkan dan pengadilan harus segera turun ke sidang kasus substantif.

NUG tidak memiliki wilayah dan belum diakui oleh pemerintah asing mana pun, dan telah dinyatakan sebagai organisasi "teroris" oleh junta.

Gambia menuduh Myanmar melanggar konvensi genosida PBB tahun 1948. Kasusnya didukung 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam, Kanada, dan Belanda. (AFP/Nur/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat