Beban Ekonomi, Perempuan Jepang Semakin Enggan Punya Anak
![Beban Ekonomi, Perempuan Jepang Semakin Enggan Punya Anak](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/02/4117127bc1dd6c34befc089840919f13.jpg)
BANYAK perempuan di Jepang banyak yang ingin menikah dan memiliki anak. Namun, keinginan tersebut kerap terkalahkan oleh alasan karir dan tingginya beban biaya perawatan anak.
Diketahui, faktor tersebut yang paling dominan menyebabkan krisis generasi muda di Negeri Sakura. Misalnya, Chika Hashimoto, 23, yang baru saja lulus dari Universitas Kuil Tokyo. Dirinya tidak menolak untuk memiliki keluarga di masa depan.
Akan tetapi, Hashimoto lebih memilih menjadi wanita karir dengan alasan terdesak kebutuhan. “Memenuhi karir saya dan menikmati kebebasan saya jauh lebih penting, daripada menikah dan memiliki anak,” tuturnya.
Baca juga: Perjuangan Masyarakat Adat di Jepang Merebut Kembali Identitas
Hashimoto menyoroti masalah ekonomi sebagai alasan utamanya. Hal serupa yang juga banyak dirasakan perempuan Jepang. “Membesarkan anak benar-benar menghabiskan banyak uang. Tidak mudah bagi wanita Jepang untuk menyeimbangkan karir dan membesarkan keluarga," imbuh dia.
Jepang menghadapi salah satu krisis demografi paling tinggi di dunia, dengan jumlah kelahiran tahunan turun di bawah 800 ribu untuk pertama kalinya pada 2022. Tingkat kelahiran saat ini 1,34, jauh di bawah 2,07 yang diperlukan untuk menjaga stabilisasi populasi.
Kondisi ini juga mencerminkan bahwa populasi Jepang dapat turun dari 125 juta orang menjadi 88 juta orang pada 2065. Angka kelahiran Jepang yang menurun pun menjadi fokus Perdana Menteri Fumio Kishida.
“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat atau tidak," pungkasnya.
Baca juga: Dampak Brexit, Inggris Alami Krisis Pangan
Diketahui, Jepang merupakan negara dengan biaya termahal ketiga di dunia untuk membesarkan anak, di belakang Tiongkok dan Korea Selatan. Adapun gaji tahunan rata-rata, yang hampir tidak meningkat sejak akhir 1990-an, sekitar US$39ribu.
Selain itu, penghasilan perempuan Jepang 21,1% lebih rendah dari laki-laki pada 2021, atau hampir dua kali lipat kesenjangan upah rata-rata untuk ukuran negara maju.
Adapun solusi pemerintahan Kishida untuk tingkat kelahiran yang menurun di Jepang adalah mendorong pasangan untuk memulai keluarga. Serta, memberikan insentif dengan kebijakan yang akan memfasilitasi ekonomi sosial yang mengutamakan anak.(Aljazeera/OL-11)
Terkini Lainnya
Hadapi Penurunan Populasi, Shanghai Tambahkan Layanan Kesuburan ke Skema Asuransi Kesehatan
Korea Selatan Berencana Membentuk Kementerian untuk Menangani Krisis Kelahiran Rendah
Rumah tak Bertuan di Jepang Hampir 4 Juta Unit
BKKBN Sebut NTT Gagal Menikmati Bonus Demografi
Presiden Korsel Cemaskan Angka Kelahiran yang Makin Turun
Banyak Sekolah di Korsel Terancam Tutup karena Semakin Sedikit Anak Lahir
Waspadai Kenaikan Biaya untuk Hindari Hambatan pada Sistem Kesehatan
Apjatel: Raperda SJUT Pemprov DKI Bisa Hambat Program Transformasi Digital
Kemenag Klaim Usulan Biaya Haji Sudah Berkeadilan
Komnas Haji: Durasi Ibadah Haji Bisa Dipersingkat untuk Tekan Biaya
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Spirit Dedikatif Petugas Haji
Arti Penting Kunjungan Grand Syaikh Al-Azhar
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap