visitaaponce.com

Beban Ekonomi, Perempuan Jepang Semakin Enggan Punya Anak

Beban Ekonomi, Perempuan Jepang Semakin Enggan Punya Anak
Potret sejumlah murid perempuan berkegiatan di sekolah wilayah Tokyo, Jepang.(AFP)

BANYAK perempuan di Jepang banyak yang ingin menikah dan memiliki anak. Namun, keinginan tersebut kerap terkalahkan oleh alasan karir dan tingginya beban biaya perawatan anak.

Diketahui, faktor tersebut yang paling dominan menyebabkan krisis generasi muda di Negeri Sakura. Misalnya, Chika Hashimoto, 23, yang baru saja lulus dari Universitas Kuil Tokyo. Dirinya tidak menolak untuk memiliki keluarga di masa depan.

Akan tetapi, Hashimoto lebih memilih menjadi wanita karir dengan alasan terdesak kebutuhan. “Memenuhi karir saya dan menikmati kebebasan saya jauh lebih penting, daripada menikah dan memiliki anak,” tuturnya.

Baca juga: Perjuangan Masyarakat Adat di Jepang Merebut Kembali Identitas

Hashimoto menyoroti masalah ekonomi sebagai alasan utamanya. Hal serupa yang juga banyak dirasakan perempuan Jepang. “Membesarkan anak benar-benar menghabiskan banyak uang. Tidak mudah bagi wanita Jepang untuk menyeimbangkan karir dan membesarkan keluarga," imbuh dia.

Jepang menghadapi salah satu krisis demografi paling tinggi di dunia, dengan jumlah kelahiran tahunan turun di bawah 800 ribu untuk pertama kalinya pada 2022. Tingkat kelahiran saat ini 1,34, jauh di bawah 2,07 yang diperlukan untuk menjaga stabilisasi populasi.

Kondisi ini juga mencerminkan bahwa populasi Jepang dapat turun dari 125 juta orang menjadi 88 juta orang pada 2065. Angka kelahiran Jepang yang menurun pun menjadi fokus Perdana Menteri Fumio Kishida.

“Jepang berada di ambang apakah kita dapat terus berfungsi sebagai masyarakat atau tidak," pungkasnya.

Baca juga: Dampak Brexit, Inggris Alami Krisis Pangan

Diketahui, Jepang merupakan negara dengan biaya termahal ketiga di dunia untuk membesarkan anak, di belakang Tiongkok dan Korea Selatan. Adapun gaji tahunan rata-rata, yang hampir tidak meningkat sejak akhir 1990-an, sekitar US$39ribu.

Selain itu, penghasilan perempuan Jepang 21,1% lebih rendah dari laki-laki pada 2021, atau hampir dua kali lipat kesenjangan upah rata-rata untuk ukuran negara maju. 

Adapun solusi pemerintahan Kishida untuk tingkat kelahiran yang menurun di Jepang adalah mendorong pasangan untuk memulai keluarga. Serta, memberikan insentif dengan kebijakan yang akan memfasilitasi ekonomi sosial yang mengutamakan anak.(Aljazeera/OL-11)

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat