Hadapi Penurunan Populasi, Shanghai Tambahkan Layanan Kesuburan ke Skema Asuransi Kesehatan
SHANGHAI mengalami masalah tingkat kelahiran teredah di Tiongkok. Dalam upaya menghadapi persoalan tersebut, kota terbesar di ‘Negeri Tirai Bambu’ ini memberikan semacam insentif bagi warganya dengan memasukkan layanan kesuburan bagi suami istri di bawah skema asuransi kesehatan sejak awal Juni.
Melansir South China Morning Post, suami istri di Shanghai yang ingin memiliki bayi melalui 12 jenis teknologi reproduksi berbantuan (ART) dapat menurunkan biaya pengobatan mereka hingga 70% karena perluasan cakupan di tengah upaya untuk mendorong kelahiran, menurut arahan pemerintah kota yang dikeluarkan akhir bulan lalu.
Kota berpenduduk hampir 25 juta jiwa ini mengumumkan rekor tingkat kesuburan total yang rendah, yaitu 0,6 pada tahun 2023. Itu berarti rata-rata setiap perempuan hanya memiliki 0,6 anak selama masa reproduksinya.
Baca juga : Presiden Korsel Cemaskan Angka Kelahiran yang Makin Turun
Tingkat kesuburan sebesar 2,1 dikenal sebagai tingkat penggantian, dan secara umum dianggap perlu untuk menjamin stabilitas populasi secara luas.
Tingkat kesuburan Shanghai, kota pertama di daratan Tiongkok yang memasuki masyarakat lanjut usia ketika jumlah penduduknya yang berusia 65 tahun ke atas mencapai 14 persen pada 2017, jauh di bawah angka yang dicapai Korea Selatan, negara yang dikenal memiliki tingkat kesuburan terendah di dunia (sebesar 0,72 tahun lalu).
Tingkat kesuburan total Tiongkok tahun lalu tidak diungkapkan oleh pihak berwenang, namun diperkirakan oleh analis sekitar satu. Biro Statistik Nasional melaporkan Tiongkok memiliki tingkat kesuburan total sebesar 1,3 ketika menerbitkan hasil sensus satu dekade sekali pada 2020.
Baca juga : Ini Strategi Tiongkok untuk Naikkan Angka Kelahiran
Sementara tingkat kesuburan di Hong Kong diperkirakan 0,8, kata Dana Kependudukan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada bulan April.
Tantangan Tiongkok
Masalah tingkat kelahiran yang rendah akan mempercepat penuaan populasi di Tiongkok, yang pada gilirannya meningkatkan rasio ketergantungan sosial, membebani sistem jaminan sosial, meningkatkan utang pemerintah, dan merugikan inovasi sosial dan kewirausahaan di negara yang perekonomiannya sudah melambat, menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh Yuwa Population Research Institute yang berbasis di Beijing, Selasa (4/6).
Baca juga : Tiongkok Dibayangi Ledakan Populasi Manula
“Ini adalah hasil yang harus kita tanggung (selama puluhan tahun kebijakan keluarga berencana),” kata Hu Zhan, profesor demografi di Universitas Fudan. “Masalahnya adalah, meskipun tingkat kesuburan meningkat, jumlah bayi akan tetap lebih sedikit karena jumlah perempuan usia subur semakin berkurang akibat kebijakan satu anak.”
Populasi Tiongkok mengalami penurunan pertama dalam 60 tahun pada tahun 2022 karena jumlah kematian melebihi jumlah kelahiran. Tren ini berlanjut tahun lalu, dengan laporan yang menunjukkan bahwa negara tersebut kehilangan statusnya sebagai negara dengan jumlah penduduk terpadat di dunia setelah India.
Penurunan drastis jumlah bayi baru lahir telah terjadi di taman kanak-kanak di seluruh Tiongkok, seiring dengan turunnya jumlah guru taman kanak-kanak sebanyak lebih dari 170.000 orang pada tahun lalu, yang merupakan penurunan pertama sejak tahun 2010, menurut laporan yang dikeluarkan oleh lembaga penelitian Sunglory Education yang berbasis di Beijing.
Baca juga : Indonesia Bisa Contoh Tiongkok dan India dalam Penanggulangan Tuberkulosis
“Penurunan jumlah anak terjadi begitu cepat sehingga membawa pengalaman seperti roller coaster bagi industri pendidikan prasekolah,” kata Zhang Shouli, pendiri lembaga tersebut.
Diproyeksikan, jumlah anak di taman kanak-kanak antara tahun 2026 dan 2030 akan berkurang setengahnya dibandingkan tahun 2020.
Menanggapi krisis demografi yang akan terjadi, Tiongkok mengganti kebijakan satu anak (one-child policy) yang telah berlaku sejak 1980 dengan kebijakan universal dua anak pada tahun 2016. Lalu, pada tahun 2021, setiap pasangan diizinkan memiliki tiga anak.
Namun upaya perubahan pada kebijakan tersebut tampaknya tidak membantu, karena semakin banyak warga Tiongkok yang menunda pernikahan dan masih ragu untuk memiliki anak di tengah meningkatnya biaya, gaya hidup yang beragam, dan kebangkitan feminis.
Dan seiring dengan terkikisnya budaya tradisional Tiongkok yang dahulu memuji peran sebagai ibu dan menekankan kasih sayang terhadap anak, Tiongkok memerlukan lingkungan sosial yang lebih ramah bagi keluarga yang memiliki anak, tambah Hu dari Universitas Fudan.
“Pelonggaran kebijakan kelahiran dan insentif lanjutan tidak akan membawa perubahan besar terhadap jumlah absolut kelahiran,” ujarnya. “Intinya adalah masyarakat perlu menunjukkan lebih banyak toleransi terhadap ibu dan anak, sehingga pergeseran demografi Tiongkok bisa terjadi,” pungkas Hu. (B-3)
Terkini Lainnya
2 SDN di Ponorogo tidak Punya Murid Baru
Korea Selatan Berencana Membentuk Kementerian untuk Menangani Krisis Kelahiran Rendah
Rumah tak Bertuan di Jepang Hampir 4 Juta Unit
BKKBN Sebut NTT Gagal Menikmati Bonus Demografi
Presiden Korsel Cemaskan Angka Kelahiran yang Makin Turun
Viral Aksi Kekerasaan, Polisi Selidiki Perusahaan Game Art dan Animasi BS
Tiongkok Sarankan Rakyatnya Nikah Dini dan Naikan Usia Pensiun
Wow, Tiongkok jadi Negara Pertama yang Bisa Jual 1 Juta Kendaraan Listrik per Bulan
Gandeng Tiongkok, Indonesia Kembangkan Genome Sequence untuk Bibit Unggul Tanaman
Bakamla Usir 5 Kapal Ikan Ilegal Berbendera Tiongkok di Tanjung Berakit Batam
Jepang Khawatir dengan Latihan Gabungan Tiongkok-Rusia
Refleksi Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia: Mendialogkan Pemikiran Fransiskan dengan Perspektif Sufi Yunus Emre
Krisis Mental Remaja: Tantangan Terlupakan
Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai
Rekonstruksi Penyuluhan Pertanian Masa Depan
Transformasi BKKBN demi Kesejahteraan Rakyat Kita
Fokus Perundungan PPDS, Apa yang Terlewat?
1.000 Pelajar Selami Dunia Otomotif di GIIAS 2024
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap