Centris Tiongkok harusnya Bisa Meniru AS dan India Soal Hutang Negara Miskin
![Centris: Tiongkok harusnya Bisa Meniru AS dan India Soal Hutang Negara Miskin](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/03/9934a42dbbfb225aa57bc7163d58305d.jpg)
TIONGKOK merupakan salah satu negara kreditur bilateral terbesar di seluruh dunia. Melalui program Belt and Road, uang Beijing mulai mengalir ke negara-negara miskin dan berkembang, yang awalnya ditujukan untuk pembangunan infrastruktur.
Seiring perjalanan waktu, hampir sebagian besar negara miskin atau berkembang yang berhutang ke Tiongkok, mengalami kesulitan untuk melunasi hutang tersebut.
Kesulitan negara-negara miskin atau berkembang ini, dapat dilihat saat mereka mencoba merestrukturisasi hutang Tiongkok sebagai jalan keluar saat ekonomi negaranya semakin terpuruk, di masa pandemi Covid-19.
Akan tetapi, jalan keluar yang diambil oleh negara-negara miskin atau berkembang tersebut, tidak juga melepaskan mereka dari jeratan hutang Tiongkok yang tentunya semakin membebani negaranya.
Menanggapi hal ini, Center for Indonesian Domestic and Foreign Policy Studies (CENTRIS) menilai China seharusnya bijaksana dalam merespons kesulitan negara-negara miskin atau berkembang yang berhutang kepada Beijing.
Peneliti senior CENTRIS, AB Solissa mengatakan, Beijing dapat mencontoh negara-negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India, yang berani menghapus sebagian atau mengurangi besaran hutang negara-negara yang meminjam dana kepada mereka.
“Yang menjadi pertanyaannya, apakah China setuju untuk menghapus sebagian pembayaran atau mengurangi hutang, seperti yang dilakukan oleh negara kreditur lainnya seperti Amerika Serikat dan India?,” kata AB Solissa kepada wartawan, Minggu (5/3/2023).
Tindakan yang benar baik secara moral maupun finansial, lanjut AB Solissa, adalah Beijing berani mengikuti jejak Amerika Serikat dan India yang memberikan amnesty hutang kepada negara miskin atau berkembang.
Saat pertemuan kelompok G20 di India untuk membahas pengampunan hutang pada saat bahaya fiskal bagi banyak negara termiskin di dunia, China terlihat sangat enggan berpartisipasi dalam gerakan moral tersebut.
Dalam pertemuan ini, negara-negara dunia membahas data yang dikeluarkan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional Kristalina Georgieva, terkait 60 % negara berpenghasilan rendah atau sedang yang hampir mengalami kesulitan membayar hutang kepada negara kreditur.
Jalan keluar terbaik untuk membantu permasalahan hutang negara-negara miskin atau berkembang tersebut adalah semua kreditur pemerintah dan sektor swasta menyetujui pengurangan utang yang signifikan.
“Setelah itu, organisasi internasional seperti IMF dan Bank Dunia dapat turun tangan untuk memberikan pinjaman dan bantuan berbiaya rendah yang sangat dibutuhkan,” ujar AB Solissa.
Jika China menolak untuk berpartisipasi dalam amnesty atau pengurangan hutang, CENTRIS berpendapat sikap atau keputusan Beijing ini menunjukkan dengan jelas bahwa Tiongkok tidak mau menerima tanggung jawab ekonomi dan moral sebagai pemimpin ekonomi global.
“Sejauh ini China hanya menawarkan untuk menangguhkan pembayaran hutang selama beberapa tahun saja dan sangat jelas hal ini tidak memadai. Padahal, China juga tidak membutuhkan uang mengingat cadangan fiskal mereka lebih dari $3 triliun,” papar AB Solissa.
Disisi lain, CENTRIS menilai China telah menggunakan negara-negara miskin atau berkembang sebagai pion dalam upayanya untuk menambah pengaruh Beijing di dunia, yang disebut para ktitikus sebagai ‘diplomasi perangkap utang’.
Hal kecil yang menjadi problemantika mendasar untuk membawa China berpartisipasi dalam permasalahan global ekonomi dunia ini, tak lain adalah upaya mengajak China ke meja perundingan pada waktu yang tepat, saat membahas penyelesaian hutang negara-negara miskin atau berkembang.
Hal kecil ini tentunya menjadi sesuatu yang besar bagi China, mengingat Beijing bersikukuh negara-negara miskin atau berlembang yang berhutang kepada Tiongkok, harus membayar penuh hutang berikut bunganya.
Negara-negara termiskin atau berkembang dunua sedikitnya tengah menghadapi hutang sebesar US$ 35 miliar kepada megara kreditur sektor resmi dan swasta pada tahun 2022, dengan lebih dari 40% dari total jatuh tempo ke China.
”Tapi sekarang kan tagihannya banyak yang sudah jatuh tempo, dan pertanyaannya adalah, siapa yang harus membayarnya. Arah-arahnya sih negara-negara miskin atau berkembang bakalan gagal berjamaah bayar hutang China,” pungkas AB Solissa. (OL-13)
Baca Juga: Indonesia Diminta Cek Kualitas Produk Tiongkok dalam Proyek ...
Terkini Lainnya
OJK Harapkan Ada Penurunan Rasio Kredit Macet Perbankan
Apa yang Dimaksud Restrukturisasi KPR? Begini Penjelasannya
Komisi XI Dorong Penegakkan Hukum Kasus LPEI
Dugaan Fraud Fasilitas Kredit LPEI Cederai Eksportir Lain
Mengenal Credit Score, Metode Penilaian dalam Pengajuan Kredit Lembaga Keuangan
Kadin: Wacana Bea Masuk Impor 200% akan Menyulitkan Pengusaha
Netizen Tiongkok Kecam Pernyataan PBSI Soal Penanganan Medis Zhang Zhi Jie
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Asosiasi Akui Alami Penurunan Produksi Akibat Keramik Impor yang Banjiri Pasar Dalam Negeri
Berkaca dari Zhang Zhi Jie, Atlet Juga Perlu Cek Kesehatan Jantung
Cerita Zhang Zhi Jie Belikan Hadiah untuk Ibu, Kakek dan Neneknya dari Bonus Pertama Turnamen
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap