visitaaponce.com

Virus Marburg Muncul di Guyana Khatulistiwa dan Tanzania

Virus Marburg Muncul di Guyana Khatulistiwa dan Tanzania
Virus Marburg(Dok Kemenkes)

UNTUK pertama kalinya, dunia menyaksikan dua wabah virus marburg secara bersamaan di Guyana Khatulistiwa dan Tanzania. Virus marburg sama mematikannya dengan Ebola.

Virus asal kelelawar itu mencuat di kedua negara tersebut sejak 21 Maret. Lima orang telah meninggal dari delapan kasus yang dikonfirmasi pada 6 April, menurut Pusat Pengendalian Penyakit Amerika Serikat (CDC).

Badan tersebut mengeluarkan peringatan peringatan bahwa dokter harus mewaspadai potensi kasus impor tersebut. Situasi di Guyana Khatulistiwa saat ini paling mengkhawatirkan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan peringatan pada 25 Februari setelah ditemukannya beberapa dugaan kematian akibat virus marburg di dua desa di utara negara itu pada awal Januari.

Baca juga: Macron Diikuti Demonstran Hingga ke Belanda

Sejak kasus pertama muncul, terdapat 15 kasus marburg yang dikonfirmasi di Guyana Khatulistiwa. Menurut sebuah laporan oleh kementerian kesehatan negara itu, sebelas dari pasien meninggal hanya beberapa hari setelah gejala penyakit muncul seperti muntah, diare, mual, dan demam tinggi.

Tetapi WHO khawatir bahwa penghitungan resmi luput dari jumlah sebenarnya dari penyakit tersebut. Kasus-kasus penyakit inj muncul di sejumlah daerah Guyana. “Mungkin ada penyebaran virus di komunitas yang tidak terdeteksi di negara tersebut”, catat CDC.

Ahli Epidemiologi di University of East Anglia Paul Hunter menilai penyebaran virus ini belum pernah terjadi di dua negara berbeda secara bersamaan. “Ada percepatan jumlah wabah virus marburg selama beberapa tahun terakhir,” tambahnya.

Spesialis Penyakit Menular Tropis di Institut Pengobatan Tropis Bernhard Nocht di Hamburg Cesar Munoz-Fontela mengatakan virus tersebut diduga berasal dari kelelawar. Pertama kali virus ini terdeteksi pada manusia pada 1967 di kota Marburg, Jerman.

Virus ini telah menyebar belasan kali di Afrika sejak akhir 1970-an. Namun hingga beberapa tahun terakhir, tidak pernah terjadi lebih dari satu wabah setiap tiga atau empat tahun. Kelelawar, yaitu kelelawar buah Mesir adalah inang alami virus ini dan menularkannya ke manusia secara langsung atau melalui inang perantara seperti monyet.

Sebagian besar wabah ini hanya menjangkiti beberapa orang. Tetapi marburg merupakan salah satu virus paling mematikan bersama dengan Ebola, yang juga termasuk dalam keluarga penyakit filovirus.

Baca juga: Presiden Brasil Tiba di Beijing dalam Lawatan ke Tiongkok

Dua penyakit terkait memiliki tingkat kematian 90%. Dua wabah marburg terbesar pernah terjadi antara 1998 dan 2000 dengan 128 pasien meninggal dari total 154 kasus yang dikonfirmasi di Kongo. Empat tahun kemudian, marburg menyerang Angola, menewaskan 227 dari 252 pasien yang terinfeksi.

Sejak itu, para ahli telah menyimpulkan bahwa angka kematian dapat dikurangi dengan intervensi medis yang cepat. Tetapi perawatan yang diberikan dengan cepat, tingkat kematian masih mendekati 50%.

Tidak ada vaksin

Marburg jauh lebih berbahaya daripada Ebola akibat belum ditemukan vaksinnya. Virus ini belum memantik kemunculan pasar yang membutuhkan vaksin.

Kondisi berbeda terjadi pada Ebola yang merebak pada 2014 di Afrika Barat. Setelah itu industri farmasi ramai-ramai memenuhi permintaan vaksinnya, denga produk bernama Everbo yang dibuat pada 2015.

Epidemi Ebola 2014-2016 di Afrika Barat menewaskan lebih dari 11ribu orang. WHO mengatakan pada akhir Maret bahwa pihaknya siap untuk menguji kandidat vaksin di Guyana Khatulistiwa dan Tanzania.

Perambahan manusia ke dalam habitat alami hewan membuat manusia lebih mudah terpapar penyakit menular baru. “Di masa lalu, seseorang bisa pergi ke hutan, tertular kelelawar di dalam gua, dan kemudian mati jauh dari orang lain. Tapi sekarang hutan semakin berkurang dan manusia semakin dekat dengan habitat alami hewan, sehingga virus menyebar lebih mudah," kata Hunter.

Para ilmuwan telah menyatakan asal virus Covid-19 dengan marburg sama yakni dari hewan. Tetapi ada perbedaan penting antara marburg dan Covid-19.

Baca juga: Italia Ultimatum Pengembang ChatGPT Hingga Akhir April

Pertama, marburg baru mulai menular pada saat gejala muncul, antara dua dan 21 hari setelah tertular. Jadi, tidak ada risiko penularan yang tidak terdeteksi oleh pembawa tanpa gejala.

Kedua, hanya dibutuhkan sedikit patogen marburg untuk menginfeksi orang lain. Penyakit ini menyebar selama fase hemoragik marburg yang dapat memapar di sekitar tempat tidur pasien

Filovirus juga lebih stabil daripada virus corona seperti Covid-19. Itu berarti virus marburg tidak mungkin bermutasi dan pada gilirannya berarti vaksin tidak memerlukan pembaruan rutin agar tetap efektif.

“Guyana Khatulistiwa memiliki pengawasan perbatasan yang lemah dengan Kamerun dan Gabon. Sejauh ini kasus-kasus tersebut telah muncul di bagian-bagian negara yang tersebar secara geografis. Di Tanzania, wilayah Kagera berbatasan langsung dengan Uganda, Rwanda, dan Burundi,” ungkap laporan The New York Times. (France24/H-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat